Afghanistan dikenal sebagai salah satu negara yang religius. Siapa sangka, ada sisi gelap tradisi yang kerap disembunyikan dari dunia luar. Tradisi yang dimaksud melibatkan bocah lelaki yang menari menggunakan pakaian wanita ketika menari di hadapan sejumlah penonton.
Para bocah lelaki ini, dikenal sebagai ‘bacha bazi’ yang berarti ‘mainan bocah lelaki’, juga mengalami penistaan seksual oleh kaum pria setelah usainya pesta. Padahal, masih ada bocah yang berusia 10 tahun.
Kemiskinan di
Afghanistan menjadi salah satu alasan maraknya
bacha bazi dalam 15 tahun terakhir. Para pemangsa berkeliling mencari bocah-bocah ‘cantik’ dan membujuk keluarganya dengan janji pekerjaan ataupun pendidikan.Dalam tulisan
Daily Mail awal tahun ini yang dikutip Senin (2/5/2016), dikisahkan tentang pengalaman bocah lelaki bernama Shukur yang diambil dari keluarganya dan dipaksa menjadi penari. Perlu waktu sekitar 5 tahun baginya untuk bisa membebaskan diri.
Ternyata, bocah-bocah lelaki itu malah dilatih menjadi penari, dipaksa tampil dengan pakaian wanita di hadapan sejumlah pria berumur, lengkap dengan lonceng-lonceng pada pakaian terusan mereka, dan make up di wajah.
Setelah pesta usai, tarianpun selesai, dan datanglah kengerian itu. Bocah-bocah lelaki itu diedarkan di antara pria-pria yang menonton.(Sumber Barat Ali Bator)
Mereka menari menurut irama lagu berisi syair tentang apa yang sedang berlangsung. Suatu dokumenter tahun 2009 bertajuk ‘Bocah Lelaki Penari Afghanistan’, menuliskan isi syair lagu demikian, “Ia menyentuh bocah itu dengan pakaian katunnya. Di manakah kau tinggal, supaya aku bisa berkenalan dengan ayahmu.”
Setelah pesta usai, tarianpun selesai, dan datanglah kengerian itu. Bocah-bocah lelaki itu diedarkan di antara pria-pria yang menonton, dan dibawa ke kamar-kamar hotel sehingga mengalami penistaan seksual.
Aib
Barat Ali Bator, seorang jurufoto yang meluangkan waktu berbulan-bulan supaya dipercaya merekam kehidupan bocah-bocah itu, berkata, “Bocah-bocah lelaki itu tidak mendapatkan apapun dalam pesta.”
“Tapi mereka hidup seakan mereka memiliki hubungan dengan majikan mereka, jadi sang majikan merawat mereka, memberi tempat tinggal, membelikan makanan dan barang-barang. Mereka melakukan seks dengan majikan mereka dan kemudian mereka dinistakan oleh orang-orang lain pada saat pesta.”
Dr. Soraya Sobhrang, anggota Komisi Independen HAM Afghanistan dan pimpinan penyidikan terhadap praktik ini, mengatakan, “Praktik ini, yang dikenal sebagai ‘bacha bazi’, sungguh memalukan.”
Di negara-negara lain, hal ini dipandang sebagai paedofilia. Tapi, di Afghanistan, para tersangkanya malah dilindungi polisi yang takut mengganggu para laskar perang dan pebisnis yang kuat.
“Seorang pimpinan laskar memiliki banyak, mungkin hingga 10 bocah,” kata Dr. Sobhrang kepada MailOnline.
“Bocah-bocah yang cantik maupun jumlahnya telah menjadi perlambang kekuatan. Perlu banyak uang untuk membayar bocah-bocah itu, memberinya makan, membelikan pakaian. Kepemilikan bocah-bocah itu dijadikan lambang kekayaan.”
Lebih dari 40 persen bocah itu berusia antara 13 hingga 15 tahun. Bagi mereka, terpilih sebagai ‘bacha bareesh’, yang artinya 'lelaki tanpa janggut', seakan seperti dijatuhi hukuman seumur hidup dan diasingkan oleh keluarga serta dikucilkan oleh masyarakat. Banyak di antar mereka kemudian terlibat narkoba.
Kata jurufoto Ali Batoor kepada MailOnline, “Saya teringat seorang bocah bernama Faraidoon, yang masih berusia 13 tahun ketika saya temui. Ia sudah dibawa ke dan dimanfaatkan dalam pesta-pesta.”
“Ia mulai menggunakan heroin supaya tabah menghadapinya, tapi masih terus saja dibawa ke pesta-pesta. Ia akhirnya kabur dan berpindah-pindah supaya tidak bisa dilacak. Ia kemudian mengemis di jalanan kota Kabul. Kalau masih hidup, usianya sudah 18 sekarang.”
[backcolor=rgba(0, 0, 0, 0.6)][backcolor=rgba(0, 0, 0, 0.6)]