View: 1721|Reply: 0
|
Kebaikan Malam Nisfu Syaban Bagi Umat Muslim
[Copy link]
|
|
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Apakah shalat “nishfu Sya’ban” itu tersedia dan cocok bersama dengan Sunah? Saya sering mendengar terdapatnya pelaksanaan shalat selanjutnya secara berjemaah, umumnya dalam rangka menyambut Ramadhan. Jazakallahu khairan.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah. Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ * فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di malam yang berkah, dan sebenarnya Kami yang memberi peringatan. () Di malam itu diturunkan setiap takdir dari Yang Maha Bijaksana.” (QS. Ad-Dukkhan: 3 – 4).
Diriwayatkan dari Ikrimah – rahimahullah – bahwa yang dimaksud malam terhadap ayat di atas adalah malam nisfu syaban. Ikrimah mengatakan:
أن هذه الليلة هي ليلة النصف من شعبان ، يبرم فيها أمر السنة
Sesungguhnya malam selanjutnya adalah malam nisfu syaban. Di malam ini Allah menetapkan takdir setahun. (Tafsir Al-Qurtubi, 16/126).
Sementara itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa malam yang disebutkan terhadap ayat di atas adalah lailatul qadar dan bukan nisfu syaban. Sebagaimana keterangan Ibnu Katsir, sesudah menjelaskan ayat di atas, beliau mengatakan:
يقول تعالى مخبراً عن القرآن العظيم أنه أنزله في ليلة مباركة ، وهي ليلة القدر كما قال عز وجل :إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْر وكان ذلك في شهر رمضان، كما قال: تعالى: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
Allah berfirman menceritakan mengenai Al-Quran bahwa Dia menurunkan kitab itu terhadap malam yang berkah, yakni lailatul qadar. Sebagaimana yang Allah tegaskan di ayat yang lain, (yang artinya); “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di lailatul qadar.” Dan itu terjadi di bulan ramadhan, sebagaimana yang Allah tegaskan, (yang artinya); “Bulan ramadhan, yang mana di bulan ini diturunkan Al-Quran.” (Tafsir Ibn Katsir, 7/245).
Selanjutnya Ibnu Katsir menegaskan lebih jauh:
ومن قال : إنها ليلة النصف من شعبان -كما روي عن عكرمة-فقد أبعد النَّجْعَة فإن نص القرآن أنها في رمضان
Karena itu, siapa yang mengatakan, yang dimaksud malam terhadap ayat di atas adalah malam nisfu syaban – sebagaimana riwayat dari Ikrimah – maka itu pendapat yang terlalu jauh, sebab nash Al-Quran bersama dengan tegas bahwa malam itu terjadi di bulan ramadhan. (Tafsir Ibn Katsir, 7/246).
Dengan demikian, pendapat yang kuat mengenai malam yang berkah, yang disebutkan terhadap surat Ad-Dukhan di atas adalah lailatul qadar di bulan ramadhan dan bukan malam nisfu Syaban. Karena itu, ayat dalam surat Ad-Dukhan di atas, tidak mampu dijadikan dalil untuk membuktikan keutamaan malam nisfu Syaban.
Hadis seputar nisfu syaban
Terdapat beberapa hadis yang membuktikan keutamaan nisfu syaban. Ada yang shahih, tersedia yang dhaif, apalagi tersedia yang palsu. Berikut beberapa hadis mengenai nisfu syaban yang populer di masyarakat;
Pertama,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, sebab Allah turun ke langit dunia waktu itu terhadap waktu matahari tenggelam, selanjutnya Allah berfirman, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang berharap rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah berfirman mengenai perihal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah, 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman, 3/378)
Keterangan: Hadits di atas diriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Hadits bersama dengan redaksi di atas adalah hadits maudhu’ (palsu), sebab perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya muttaham bil kadzib (tertuduh berdusta), sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar mengenai Ibnu Abi Sabrah, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[ Lihat Silsilah Dha’ifah, no. 2132]
Kedua,
فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافعا رأسه إلى السماء فقال: “أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله” فقلت يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: ” إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian saya keluar, ternyata beliau di Baqi, sambil menengadahkan muka ke langit. Nabi bertanya; “Kamu risau Allah dan Rasul-Nya akan menipumu?” (maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi proporsi Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai Rasulullah, saya cuma menyangka kamu berkunjung ke istri yang lain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia terhadap malam nisfu syaban, sesudah itu Dia mengampuni lebih dari jumlah bulu domba bani kalb.”
Keterangan: Hadis ini diriwayatkan At-Turmudzi, Ibn Majah dari jalur Hajjaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah bin Zubair dari Aisyah. At-Turmudzi menegaskan: “Saya pernah mendengar Imam Bukhari mendhaifkan hadis ini.” Lebih lanjut, imam Bukhari menerangkan: “Yahya tidak mendengar dari Urwah, waktu Hajaj tidak mendengar dari Yahya.” (Asna Al-Mathalib, 1/84).
Ibnul Jauzi mengutip perkataan Ad-Daruquthni mengenai hadis ini:
“Diriwayatkan dari berbagai jalur, dan sanadnya goncang, tidak kuat.” (Al-Ilal Al-Mutanahiyah, 3/556).
Akan namun hadis ini dishahihkan Al-Albani, sebab kelemahan dalam hadis ini bukanlah kelemahan yang parah, waktu hadis ini punyai banyak jalur, sehingga mampu terangkat jadi shahih dan diterima. (lihat Silsilah Ahadits Dhaifah, 3/138).
Ketiga,
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah menyaksikan terhadap malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, jika orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Keterangan: Hadis ini punyai banyak jalur, diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Abu Musa, Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al-Khusyani, Abu Hurairah, dan Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhum. Hadis dishahihkan oleh Imam Al-Albani dan dimasukkan dalam Silsilah Ahadits Shahihah, no. 1144. Beliau menilai hadis ini sebagai hadis shahih, sebab punyai banyak jalur dan satu sama saling menguatkan. Meskipun tersedia juga ulama yang menilai hadis ini sebagai hadis lemah, dan apalagi mereka menyimpulkan semua hadis yang menjelaskan mengenai keutamaan nisfu syaban sebagai hadis dhaif.
Sikap ulama mengenai nisfu syaban
Berangkat dari perselisihan mereka dalam menilai status keshahihan hadis, para ulama berselisish pendapat mengenai keutamaan malam nisfu Syaban. Setidaknya, tersedia dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam kasus ini. Berikut ini rinciannya:
Pendapat pertama: Tidak tersedia keutamaan spesifik untuk malam nishfu Sya’ban.
Statusnya sama bersama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka membuktikan bahwa semua dalil yang menjelaskan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al-Hafizh Abu Syamah mengatakan, “Al-Hafizh Abul Khithab bin Dihyah, dalam kitabnya mengenai bulan Sya’ban, mengatakan, ‘Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satu pun hadis sahih yang menjelaskan keutamaan malam nishfu Sya’ban.”” (Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, hlm. 33)
Dalam nukilan yang lain, Ibnu Dihyah mengatakan:
لم يصح في ليلة نصف من شعبان شيء ولا نطق بالصلاة فيها ذو صدق من الرواة وما أحدثه إلا متلاعب بالشريعة المحمدية راغب في زي المجوسية
“Tidak tersedia satupun riwayat yang shahih mengenai malam nisfu syaban, dan para perowi yang jujur tidak memberikan terdapatnya shalat spesifik di malam ini. Sementara yang terjadi di masyarakat berasal dari mereka yang suka mempermainkan syariat Muhammad yang tetap mencintai kebiasaan orang majusi (baca: Syiah). (Asna Al-Mathalib, 1/84)
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz. Beliau mengingkari terdapatnya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif mengenai keutamaan malam nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menjelaskan keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, seluruhnya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At-Tahdzir min Al-Bida’, hlm. 11)
Pendapat kedua: Ada keutamaan spesifik untuk malam nishfu Sya’ban.
Para ulama yang menilai shahih beberapa dalil mengenai keutamaan nisfu syaban, mereka mengimaninya dan menegaskan terdapatnya keutamaan malam tersebut. Diantara hadis pokok yang mereka jadikan landasan adalah hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari;
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah menyaksikan terhadap malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, jika orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (H.R. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Diantara jajaran ulama ahlus sunah yang memegang pendapat ini adalah ahli hadis abad ini, Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani. Bahkan beliau berasumsi sikap beberapa orang yang menolak semua hadis mengenai malam nisfu syaban juga tindakan yang gegabah. Setelah menjelaskan tidak benar satu hadis mengenai keutamaan malam nisfu syaban, Syaikh Al-Albani mengatakan:
فما نقله الشيخ القاسمي رحمه الله تعالى في ” إصلاح المساجد ” (ص 107) عن أهل التعديل والتجريح أنه ليس في فضل ليلة النصف من شعبان حديث صحيح، فليس مما ينبغي الاعتماد عليه، ولئن كان أحد منهم أطلق مثل هذا القول فإنما أوتي من قبل التسرع وعدم وسع الجهد لتتبع الطرق على هذا النحو الذي بين يديك. والله تعالى هو الموفق
Keterangan yang dinukil oleh Syekh Al-Qosimi –rahimahullah– dalam buku beliau; ‘Ishlah Al-Masajid’ dari beberapa ulama ahli hadis, bahwa tidak tersedia satupun hadis shahih mengenai keutamaan malam nisfu syaban, juga keterangan yang tidak layak untuk dijadikan sandaran. Sementara, sikap beberapa ulama yang menegaskan tidak tersedia keutamaan malam nisfu syaban secara mutlak, sebenarnya dilaksanakan sebab terlalu terburu-buru dan tidak mengusahakan mencurahkan kebolehan untuk meneliti semua jalur untuk riwayat ini, sebagaimana yang tersedia di hadapan anda. Dan hanyalah Allah yang memberi taufiq. (Silsilah Ahadits Shahihah, 3/139)
Setelah menjelaskan beberapa waktu yang utama, Syekhul Islam mengatakan, “… Pendapat yang dipegang mayoritas ulama dan umumnya ulama dalam Mazhab Hanbali adalah sangat percaya terdapatnya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga cocok keterangan Imam Ahmad. Mengingat terdapatnya banyak hadis yang mengenai kasus ini, dan juga dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para shahabat dan tabi’in ….” (Majmu’ Fatawa, 23/123)
Ibnu Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dahulu para tabi’in masyarakat Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu ….” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 247)
Kesimpulan:
Dari keterangan di atas, tersedia beberapa perihal yang mampu disimpulkan:
Pertama, malam nishfu syaban juga malam yang punyai keutamaan. Hal ini berdasarkan hadis, sebagaimana yang sudah disebutkan. Meskipun beberapa ulama menyebut hadis ini hadis yang dhaif, namun, insya Allah yang lebih kuat adalah penilaian Syekh Al-Albani, yakni bahwa hadis selanjutnya berstatus sahih.
Kedua, belum ditemukan satu pun riwayat yang shahih, yang menyarankan amalan spesifik maupun ibadah spesifik saat nishfu Syaban, baik berbentuk puasa nisfu syaban atau shalat. Hadis shahih mengenai malam nisfu syaban cuma membuktikan bahwa Allah mengampuni semua hamba-Nya di malam nishfu sya’ban, tanpa dikaitkan bersama dengan amal tertentu. Karena itu, praktek beberapa kaum muslimin yang melakukan shalat spesifik di malam itu dan dianggap sebagai shalat malam nisfu syaban adalah kesimpulan yang tidak benar.
Ketiga, Ulama berselisih pendapat mengenai apakah disarankan memunculkan malam nishfu Sya’ban bersama dengan banyak beribadah? Sebagian ulama menganjurkan, seperti sikap beberapa ulama tabi’in yang bersungguh-sungguh dalam ibadah. Sebagian yang lain berasumsi bahwa mengkhususkan malam nishfu Sya’ban untuk beribadah adalah bid’ah.
Keempat, Ulama yang memperbolehkan memperbanyak amal di malam nishfu Sya’ban seperti niat tata cara waktu puasa nisfu syaban menegaskan bahwa tidak boleh mengadakan acara khusus, atau ibadah tertentu, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri, di malam nisfu syaban, sebab tidak tersedia amalan sunah spesifik di malam nishfu Sya’ban. Untuk itu, menurut pendapat ini, seseorang diperbolehkan memperbanyak ibadah secara mutlak, apa pun bentuk ibadah tersebut.
|
|
|
|
|
|
|
| |
|