|
KUMPULAN BERITA MUSIK INDONESIA PALING ANYAR
[Copy link]
|
|
Menguji Band di Soundrenaline
FRANS SARTONO
Slank membuktikan diri sebagai band tangguh saat ini. Mereka memesona lebih dari 50.000 penonton A Mild Live Soundrenaline 2007—hajatan akbar musik yang berlangsung di lapangan terbang Tabing, Padang, Sumatera Barat, 15 Juli lalu.
Soundrenaline yang digelar untuk keenam kalinya ini menjadi ajang pembukti ketangguhan sebuah band. Reaksi massa menjadi indikator paling jujur akan daya tarik grup musik. Slank yang telah makan garam di pentas musik itu tampil semakin matang. Vokal dari Kaka semakin bertenaga dengan vibrasi yang lebih digarap.
Gitaris Abdee Negara menjadi pesona tersendiri lewat permainan gitar yang menggunakan slide. Ini adalah logam yang dipasang pada jari telunjuk sebagai medium pemencet dawai. Dia terampil menguasai teknik permainan slide yang termasuk jarang dikuasai gitaris lain saat ini.
Ia tidak mengumbar sound gitar yang asal meraung distortif. Asal tahu saja, gitar yang asal keras sering digunakan gitaris untuk bersembunyi dari keterbatasan kemampuan teknik. Permainan slide memerlukan teknik di atas rata-rata dan itu dikuasai benar oleh Slank.
Di depan penonton yang heterogen, artinya bukan semata penggemar Slankers, dari remaja, anak-anak, hingga ibu-ibu, Slank tetap memikat. Slank memilih format akustik. Mereka tidak berorientasi pada "seperti yang terdengar di kaset". Penonton yang terbiasa menikmati versi orisinal menemukan pesona baru dari lagu lama seperti Orkes Sakit Hati atau Kutakbisa. Artinya, pesona musikal Slank memang real, bukan hasil dongkrakan klip video, promosi, atau isu di luar materi musik yang sifatnya artifisial, tidak benar-benar nyata.
Inilah sebenarnya yang menjadi kelemahan sejumlah band saat ini, yaitu melempem di pentas hidup. Suguhan musik versi rekaman penuh polesan teknologis hingga menghilangkan sentuhan personal.
Di ajang semacam Soundrenaline inilah sebuah musik menemukan bentuk konkret. Musik menjadi realitas hidup: musik dimainkan langsung, dinikmati, dan direspons massa yang majemuk. Respons massa langsung diserap musisi. Interaksi itu menjadi energi yang langsung dikembalikan ke massa. Dengan kata lain, penonton menjadi bagian dari musik itu sendiri. Proses semacam itu hanya terjadi pada konser, live, konser "hidup-hidup".
Lihat ketika Kaka, vokalis Slank yang suka bertelanjang dada di pentas itu, meminta lima penonton cewek naik pentas. Dengan antusias, lima orang naik panggung. Mereka berebut merangkul Kaka hingga sang vokalis kewalahan untuk mengajak mereka berjoget dan bernyanyi. Itulah realitas panggung yang menjadi bagian dari musik dan bukan sekadar menjadi tontonan.
Band berikut polah awaknya dengan segala kelebihan dan kenorakannya dilihat massa dengan mata telanjang. Dalam versi video klip atau televisi, sebuah band dilihat dalam format bingkai (frame). Ia tercabut dari realitas yang menjadikannya hidup. Akan tetapi, harus diakui, realitas kamera dan realitas materi dengaran versi CD tetap mempunyai wilayah pesona masing-masing.
Jago kandang
Slank menjadi bagian dari 19 band dan penyanyi yang tampil dalam Soundrenaline di Padang. Penampil lain adalah Dewa, Ungu, Element, Nidji, Ari Lasso, Audy, J-Rocks, Ada Band, Seurieus, sampai Club 80’s. Tidak semua penampil mempunyai kemampuan sekelas Slank. Sebagian penampil masih terkesan sebagai tontonan. Mereka sekadar memperdengarkan lagu yang telah dikenal baik oleh penonton. Menghibur memang meski tidak terlalu hidup.
Ada yang masih dalam taraf belajar, seperti D’Masiv, band pendatang baru di ajang Soundrenaline. Band asal Jakarta itu bisa dikatakan lulus dari ujian penonton. Band yang terpillih dalam ajang pencarian bakat A Mild Rising Star 2007 itu tampil sebagai pembuka.
Saat itu baru sekitar 4.000 penonton hadir. Namun, mereka bersedia menikmati lagu D’Masiv di tengah terik matahari yang menyengat hingga sekitar 35 derajat Celsius. Vokalis D’Masiv, Rian Ekky Pradipta, mempunyai gaya vokal yang menyita perhatian telinga. Mereka memberi tepuk tangan panjang untuk lagu balada dari band yang belum mereka kenal dan baru pertama kali muncul di pentas musik nasional. Itu menjadi indikator bahwa band ini punya daya tarik.
Pesona, daya tarik, dan nyali seorang artis benar-benar teruji di ajang seperti Soundrenaline. Tanpa itu, sebuah band hanya menjadi jago kandang yang hanya bisa bernyanyi dalam kaset. |
|
|
|
|
|
|
|
Menguji Band di Soundrenaline
FRANS SARTONO
Slank membuktikan diri sebagai band tangguh saat ini. Mereka memesona lebih dari 50.000 penonton A Mild Live Soundrenaline 2007—hajatan akbar musik yang berlangsung di lapangan terbang Tabing, Padang, Sumatera Barat, 15 Juli lalu.
Soundrenaline yang digelar untuk keenam kalinya ini menjadi ajang pembukti ketangguhan sebuah band. Reaksi massa menjadi indikator paling jujur akan daya tarik grup musik. Slank yang telah makan garam di pentas musik itu tampil semakin matang. Vokal dari Kaka semakin bertenaga dengan vibrasi yang lebih digarap.
Gitaris Abdee Negara menjadi pesona tersendiri lewat permainan gitar yang menggunakan slide. Ini adalah logam yang dipasang pada jari telunjuk sebagai medium pemencet dawai. Dia terampil menguasai teknik permainan slide yang termasuk jarang dikuasai gitaris lain saat ini.
Ia tidak mengumbar sound gitar yang asal meraung distortif. Asal tahu saja, gitar yang asal keras sering digunakan gitaris untuk bersembunyi dari keterbatasan kemampuan teknik. Permainan slide memerlukan teknik di atas rata-rata dan itu dikuasai benar oleh Slank.
Di depan penonton yang heterogen, artinya bukan semata penggemar Slankers, dari remaja, anak-anak, hingga ibu-ibu, Slank tetap memikat. Slank memilih format akustik. Mereka tidak berorientasi pada "seperti yang terdengar di kaset". Penonton yang terbiasa menikmati versi orisinal menemukan pesona baru dari lagu lama seperti Orkes Sakit Hati atau Kutakbisa. Artinya, pesona musikal Slank memang real, bukan hasil dongkrakan klip video, promosi, atau isu di luar materi musik yang sifatnya artifisial, tidak benar-benar nyata.
Inilah sebenarnya yang menjadi kelemahan sejumlah band saat ini, yaitu melempem di pentas hidup. Suguhan musik versi rekaman penuh polesan teknologis hingga menghilangkan sentuhan personal.
Di ajang semacam Soundrenaline inilah sebuah musik menemukan bentuk konkret. Musik menjadi realitas hidup: musik dimainkan langsung, dinikmati, dan direspons massa yang majemuk. Respons massa langsung diserap musisi. Interaksi itu menjadi energi yang langsung dikembalikan ke massa. Dengan kata lain, penonton menjadi bagian dari musik itu sendiri. Proses semacam itu hanya terjadi pada konser, live, konser "hidup-hidup".
Lihat ketika Kaka, vokalis Slank yang suka bertelanjang dada di pentas itu, meminta lima penonton cewek naik pentas. Dengan antusias, lima orang naik panggung. Mereka berebut merangkul Kaka hingga sang vokalis kewalahan untuk mengajak mereka berjoget dan bernyanyi. Itulah realitas panggung yang menjadi bagian dari musik dan bukan sekadar menjadi tontonan.
Band berikut polah awaknya dengan segala kelebihan dan kenorakannya dilihat massa dengan mata telanjang. Dalam versi video klip atau televisi, sebuah band dilihat dalam format bingkai (frame). Ia tercabut dari realitas yang menjadikannya hidup. Akan tetapi, harus diakui, realitas kamera dan realitas materi dengaran versi CD tetap mempunyai wilayah pesona masing-masing.
Jago kandang
Slank menjadi bagian dari 19 band dan penyanyi yang tampil dalam Soundrenaline di Padang. Penampil lain adalah Dewa, Ungu, Element, Nidji, Ari Lasso, Audy, J-Rocks, Ada Band, Seurieus, sampai Club 80’s. Tidak semua penampil mempunyai kemampuan sekelas Slank. Sebagian penampil masih terkesan sebagai tontonan. Mereka sekadar memperdengarkan lagu yang telah dikenal baik oleh penonton. Menghibur memang meski tidak terlalu hidup.
Ada yang masih dalam taraf belajar, seperti D’Masiv, band pendatang baru di ajang Soundrenaline. Band asal Jakarta itu bisa dikatakan lulus dari ujian penonton. Band yang terpillih dalam ajang pencarian bakat A Mild Rising Star 2007 itu tampil sebagai pembuka.
Saat itu baru sekitar 4.000 penonton hadir. Namun, mereka bersedia menikmati lagu D’Masiv di tengah terik matahari yang menyengat hingga sekitar 35 derajat Celsius. Vokalis D’Masiv, Rian Ekky Pradipta, mempunyai gaya vokal yang menyita perhatian telinga. Mereka memberi tepuk tangan panjang untuk lagu balada dari band yang belum mereka kenal dan baru pertama kali muncul di pentas musik nasional. Itu menjadi indikator bahwa band ini punya daya tarik.
Pesona, daya tarik, dan nyali seorang artis benar-benar teruji di ajang seperti Soundrenaline. Tanpa itu, sebuah band hanya menjadi jago kandang yang hanya bisa bernyanyi dalam kaset. |
|
|
|
|
|
|
|
Dari "Ngerahul", "Ngerumpi", sampai Lenong
Jimmy S Harianto & Ninuk Mardiana Pambudy
Dengar biar terang Pak Lengser ingin cerita
Pak Lengser ingin dongeng tentang kota Jakarta
Kota yang termasyhur terkenal di s’luruh dunia
Pak Lengser ingin dongeng tentang keanehannya
Lenggang-lenggok lenggang-lenggok lenggang yang keren
Jangan meleng kalau meleng kes’ruduk terem
Itu kata-kata Ismail Marzuki dalam ciptaan lagunya, Lenggang-lenggok Jakarta. Orang zaman sekarang memang tak banyak yang memaklumi, mengapa Ismail Marzuki memilih nama Pak Lengser. Padahal, nama itu benar-benar lekat dengan budaya Betawi.
Orang juga tak bisa lagi membayangkan, bagaimana mungkin bisa keseruduk trem listrik? Wong rel-rel trem listrik yang membelah keramaian lalu lalang mobil di Jalan Gadjah Mada, Jakarta, sudah lama ditiadakan.
Sedangkan nama Pak Lengser merupakan bagian dari sebuah tradisi Betawi yang namanya ngerahul. Ini merupakan aktivitas spontan di kalangan masyarakat Betawi. Tak ada pemberitahuan atau undangan bagi pesertanya. Dan tak juga ada tanggapan yang berbuntut bayaran.
Ngerahul—yang melibatkan peserta laki-laki maupun perempuan—biasanya diikuti paling sedikit empat orang dan paling banyak 10 orang. Satu atau dua peserta mengambil peran sebagai pembawa lakon. Dan pembawa lakon yang mahir, kalau dia laki-laki, disebut Pak Lengser.
Ngerahul juga bisa dilakukan oleh kaum perempuan saja. Pada tempo doeloe, ngerahul di luar rumah dilakukan oleh perempuan-perempuan Betawi pada jam istirahat setelah melakukan aktivitas—misal, bertani.
Mendengarkan ngerahul tidak harus duduk, tetapi bisa sambil berdiri atau gegoleran, tidur-tiduran. Jika ngerahul diajukan sambil gegoleran, pembawa lakon duduk selonjor (Ridwan Saidi, Budaya Betawi).
Ngerahul harus dibedakan dengan ngerumpi. Jika ngerumpi ada korban sasarannya (menggosip), maka ngerahul adalah sebuah kegiatan sosial guna menguatkan solidaritas dan meneruskan nilai-nilai luhur. Dalam hal ini, tentunya, budaya Betawi. Topik pembicaraannya berbeda dengan ngerumpi.
Masih ada lagi, sahibul hikayat. Yang ini jelas lebih serius. Dibawakan oleh seorang pembawa cerita, bertutur, monolog, menceritakan kisah-kisah dari Timur Tengah, termasuk Kisah 1001 Malam dari Persia.
"Dulu dibawakan oleh orang Melayu. Rupanya hal itu cocok dengan lidah orang Betawi, lalu terus dibawakan oleh orang Betawi," ungkap Ahmad Sofyan Za’id, seorang pembawa cerita sahibul hikayat di kalangan Betawi. Sayangnya, Sofyan Za’id tinggal satu-satunya yang melakukan tradisi itu dalam usianya yang 63 tahun.
Tertimbun modernisme
Seperti juga nasib kesenian tradisi yang lain, budaya lisan Betawi ini pun kemudian tertimbun oleh arus dahsyat modernisme. Apalagi, Jakarta adalah melting pot, ajang campur aduk berbagai budaya modern masa kini, Barat maupun Timur.
Ngerahul sudah terlibas tontonan televisi yang beraneka macam yang jauh lebih menarik bagi kaum masa kini. Lha wong ngerumpi saja sudah "direbut" kaum modernis menjadi tayangan gosip di media elektronik, yang dinamakan infotainment. Dari pagi sampai petang, stasiun televisi gencar menayangkan acara ngerumpi selebriti, berulang-ulang.
Sebelum gencarnya media televisi melibas mereka dengan infotainment, tontonan masyarakat yang lebih menarik untuk setiap hajatan di perkampungan-perkampungan Betawi di Jakarta adalah layar tancep. Ini tidak lain adalah pemutaran film-film sepanjang malam sampai dini hari di lapangan terbuka dekat yang punya hajat, menyuguhkan lakon macam-macam: dari film-film lama Indonesia yang syur, sampai film-film India yang penuh musik dan joget, serta film-film laga.
Belum lagi, kata seniman dan penulis Betawi, Yahya Andi Saputra, merebaknya organ tunggal. Instrumen keyboard yang serba bisa—mau main dangdut, pop, orkes, rock—cukup dengan satu alat ini, semakin membuat terpinggirkannya kesenian-kesenian Betawi. Biaya pun hemat, sekitar Rp 1,5 juta sudah bisa semalaman, dengan penyanyi yang bisa melenggang-lenggok.
Bandingkan dengan tontonan asli Betawi seperti Gambang Rancag misalnya. Setidaknya tontonan ini melibatkan sedikitnya 19 pelaku, dari pemegang instrumen gambang, keromong, gendang, kong ahiyan, sukong, tehiyan, suling, kecrek, kemor sampai perancag (dua orang), pesilat, biduanita (dua atau tiga orang), dan biduan (bisa sampai empat orang).
Rancag Si Pitung, misalnya, dimainkan semalam suntuk. Seperti juga layar tancep, kisah legendaris jagoan Betawi ini dipanggungkan, dari Pitung belajar mengaji sampai akhirnya ditangkap marsose dan dieksekusi.
(Si Pitung ditangkap oleh komisaris polisi, Schout Hijnne. Dan menurut catatan Ridwan Saidi dalam bukunya, Warisan Budaya Betawi, Hijnne sempat memenuhi permintaan terakhir Pitung sebelum dieksekusi, yakni minum tuak dan es. Itu terjadi pada akhir abad ke-19).
Lenong
Paling bisa bertahan, di antara sekian banyak kesenian Betawi saat ini adalah, pertunjukan lenong. Tak hanya dimainkan oleh orang-orang Betawi asli, lenong di televisi saat ini bahkan juga dimainkan oleh kaum selebriti, cantik-cantik dan terkenal. Padahal, lenong merupakan salah satu budaya Betawi "pinggiran".
Kosakata lu dan gue yang banyak dipertontonkan di acara- acara lenong televisi merupakan ungkapan bahasa Betawi pinggiran untuk kata saya atau yang berasal dari kata Arab ane dan ente.
"Padahal, dulu jarang kata-kata lu dan kata gue ditampilkan di depan publik," kata Prof Dr Hasbullah Tabrany MPH DrPH, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang asli Betawi. Namun, budaya Betawi pinggiran itulah justru yang lebih mencuat dan bertahan jadi tontonan di tengah modernitas kota megapolitan Jakarta.
Berdasarkan logat bahasa dan tingkat dukungan atas jenis keseniannya, masyarakat Betawi dikelompokkan dalam empat subwilayah budaya: Betawi Pesisir (termasuk Betawi Pulo), Betawi Tengah (Kota), Betawi Pinggir, dan Betawi Udik (berbatasan dengan budaya Sunda).
Sedangkan menurut Ridwan Saidi—penulis asli Betawi yang pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat—berdasarkan intensitas transformasi budaya Barat, masyarakat Betawi bisa dibagi menjadi Betawi Indo, Betawi Tengah (kota), dan Betawi Pesisir, pinggir, udik.
Dari pengalaman empiris Ridwan Saidi—yang lahir di Sao (Sawah) Besar (1942)—penduduk di tempat kelahirannya ini waktu itu benar-benar multiras, multietnik, dan multiagama. Tempat-tempat lain waktu itu, seperti Tenabang (Tanah Abang), Kebon Sirih, Kwitang, dan Kemayoran, adalah potret miniatur komunitas megapolitan.
Orang-orang Indo (turunan campuran orang lokal dengan orang Belanda, Tionghoa, dan Arab), menurut Ridwan, masih ada di Sao Besar sampai tahun 1960-an. Waktu itu, mereka meramaikan kebudayaan Betawi masa itu dengan penerbitan-penerbitan majalah Indo seperti Tong Tong ataupun Moeson yang terbit di negeri Belanda.
Perkembangan pesat kota Jakarta membuat masyarakat Betawi dan budayanya kian tercerai- berai. Mereka kini menempati daerah-daerah pinggiran. Termasuk di tempat konservasi mereka, di Perkampungan Budaya Betawi di pinggir Setu (danau) Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
|
|
|
|
|
|
|
|
Padamu Negeri Kami Bernyanyi
FRANS SARTONO
Alumni Yin Hua Kao Shang atau sekolah dagang China di Jakarta membentuk komunitas. Salah satu kegiatan mereka adalah bernyanyi dalam paduan suara. "Kami ini kakek-nenek yang cari seneng," kata mereka.
Di Gedung Joang, Menteng, Jakarta, Selasa (17/7), terdengar lagu-lagu cinta Tanah Air seperti Bagimu Negeri gubahan Koesbini sampai Jayalah Indonesiaku, lagu baru gubahan Hendarmin Susilo.
Pelantun lagu tersebut semuanya telah berusia kepala enam. Semangat mereka masih berkobar-kobar. Berpakaian serba putih dengan syal warna merah, mereka tampak mengepalkan tangan tinggi-tinggi dan bernyanyi penuh tenaga.
"Indonesia, Indonesia Indonesiaku/ Neg’ri yang indah permai/ Rakyat yang cinta damai/ Ribuan pulau melambai/ .... Jayalah Indonesiaku...."
Itu petikan lagu Jayalah Indonesiaku yang dikumandangkan paduan suara alumni Yin Hua Kao Shang (YHKS), sekolah dagang China atau versi bahasa Inggrisnya, The Overseas Chinese Commercial High School. Sekolah tersebut dulu terletak di Jalan Gajah Mada 175 yang kini menjadi lokasi SMA Negeri 2 Jakarta.
YHKS didirikan tahun 1949 dan ditutup tahun 1965, menyusul terjadinya peristiwa politik di negeri ini. Setelah berpisah puluhan tahun, pada tahun 1986 alumni YHKS berkumpul dan membentuk komunitas yang disebut sebagai Paguyuban Alumni. Dari angkatan 1949 hingga 1965 terkumpul sekitar 600 anggota.
Setiap tahun sejak tahun 1986, yaitu pada tiap 1 November, mereka mengadakan reuni, kumpul-kumpul kangen-kangenan bersama. Tanggal tersebut merupakan hari jadi sekolah YHKS. Reuni tetap itu melembaga sebagai semacam paguyuban dengan ketua yang dipilih secara periodik.
Acara tetap dalam reuni tahunan tersebut adalah bernyanyi bersama dalam paduan suara. Mereka membawakan berbagai lagu termasuk lagu daerah serta bertema cinta Tanah Air. Di luar reuni, mereka berkumpul setiap Jumat malam. Untuk kumpul mingguan itu hadir sekitar 30-40-an anggota.
"Kami-kami ini sudah tua. Kami kumpul-kumpul bercerita-cerita suasana sekolah dulu," kata Indriaty Suwahjo SH yang telah tiga periode menjabat sebagai ketua paguyuban.
Mengapa paduan suara menjadi kegiatan inti?
"Dulu setiap ulang tahun sekolah kami ada acara tari dan koor. Tradisi menyanyi itulah yang kami teruskan," kata Hendarmin yang dulu dikenang kawannya sebagai tidak menonjol dalam urusan menyanyi, te- tapi kini menjadi produser rekaman dan bahkan menggubah lagu.
"Kami sudah tua-tua. Mau menari, di panggung kelihatan jelek. Badan sudah gendut- gendut ha-ha.... Kita nyanyi-nyanyi aja ah!" kata Indriaty alias Siauw Lie Ing yang pada zaman sekolah dikenal sebagai penari balet.
Menurut Hendarmin Susilo (62), lulusan tahun 1964 yang pernah menjadi ketua Paguyuban, dalam paduan suara, anggota yang kurang percaya diri dengan suaranya bisa "berlindung" pada suara kawan-kawannya. Pelan-pelan rasa percaya diri mereka untuk bernyanyi ikut terangkat.
"Bagus enggak bagus yang penting nyanyi. Kami cari hiburan. Sudah tua, enggak ada kerjaan he-he...," timpal Tay Jun Sin (68) yang dulu berprofesi sebagai penjahit pakaian.
"Meteor Garden"
Saat berkumpul itu mereka bebas bernyanyi apa saja dengan karaoke. Termasuk, antara lain, lagu berbahasa Mandarin Yu |
|
|
|
|
|
|
|
Menuju AS, Slank Rekaman Album Internasional
Sabtu, 21 Juli 2007
Kapanlagi.com - Hari ini, Sabtu (21/7), group band Slank berangkat ke Amerika untuk melakukan rekaman album internasional pertama mereka. Di negeri Paman Sam tersebut, Slank akan menjalani masa karantina untuk pembuatan album dan video klip dalam bahasan Inggris.
"Ini album pertama kami dalam bahasa inggris. Ada 10 lagu dalam album internasional ini. Lima lagu lama yang ditranslet ke dalam bahasa Inggris dan lima lagu baru," ucap Kaka Slank, Jumat (20/7).
Ia menjelaskan, album internasional Slank akan diproduseri oleh Alex Saraceno melalui perusahaannya Blues Tunes inc. Rekamannya bertempat di studio city sound, 4412 USA. Slank akan berada di Amerika selama 33 hari sekaligus tur album perdana. "Ini Impian Slank sejak lima tahun silam. Dan sekarang baru terwujud," tutur Abdee Slank.
Abdee menambahkan, debut album Internasional ini pembuktian Slank sebagai musisi Indonesia yang bisa menembus pasar Amerika dan Eropa. Pasalnya, selama ini hanya musisi Eropa yang datang ke Indonesia. Sementara mereka, mengenal Indonesia hanya sebagai negara teroris. "Kami datang untuk bermain musik. Bukan menjadi teror," sergahnya.
Abdee menjelaskan, jadwal keberangkatan Slank ke Amerika terkesan mendadak, karena proses visa yang sempat mandek. Alhasil Slank terpaksa membatalkan beberapa konser di dalam negeri, termasuk Soundernaline. "Jadwal konser Slank banyak batal. Untuk Soundrenaline, Slank terpaksa dimajukan di Palembang. Awalnya Slank dapat jadwal di Jakarta," ujarnya. (kpl/iin) |
|
|
|
|
|
|
|
F MAYOR Band: Jangan Menghamba Pada Label
RADA SUSAH membentuk satu band secara instant. Perlu chemistry yang menyatukan personilnya, termasuk urusan lagu-lagunya. Kalau sekedar ngeband buat seneng-seneng dan besok bubar, itu tidak sesulit ngeband dengan niat berkarya dan pingin ngetop. Kesulitan-kesulitan itulah dirasakan seorang dosen Institut Kesenian Jakarta, FAJAR NUSWANTORO. Meski terhitung susah punya pekerjaan mapan, tapi cowok tinggi besar ini menyimpan kegelisahan bermusik yang belum tersalurkan.
Dosen Produksi Film dan Televisi di IKJ ini, merasa ada sesuaut yang ingin disampaikannya lewat musik, tapi belum menemukan sosok yang pas. "Karena saya memilih medium memcipta lagu, sementara yang membawakan akan lebih menyenangkan kalau dinyanyikan orang lain," jelas pria berkacamata ini ketika menyambangi redaksi TEMBANG.com beberapa waktu lalu.
Untung saja, pekerjaannya di salah satu televisi swasta yang kerap mengadakan audisi reality show, membuatnya punya kesempatan melihat talenta-talenta yang mungkin saja bisa direkrutnya. Kemudian masuklah vokalis bernama FARLANSYAH, jebolan ajang boyband di televisi. Usai kontraknya habis dengan televisi tersebut, Farlan --begitu dia disapa-- langung mengiyakan tawaran itu. Dan kemudian lahirlah project bernama F MAYOR.
"Padahal sebelumnya saya sudah punya tiga band yang berbeda alirannya loh," celetuk Farlan yang merasa perlu belajar banyak untuk meningkatkan kualitas dirinya sendiri.
Project yan digagas dua orang ini kemudian bergulir cepat. Fajar yang punya stok lagu berusaha memberikan kesempatan pada Farlan untuk mengapresiasi lagu-lagunya. "Kesulitannya adalah kita termasuk jarang ketemu, karena sibuk," aku Farland. Hal itulah yang diakui Farland membuat rada repot ketika harus take vokal. "Menemukan rasa yang tepat, ternyata sulit juga," akunya jujur.
Dasar bermusiknya menurut Fajar adalah 'basic on demand' dan itu konruen dengan pop. "Kita memang membuat lagu yang easy listening kok," imbuh Fajar yang didapuk sebagai gitaris juga. Yang membuat beda --kata Fajar-- liriknya dibaut dengan hati. Maksudnya? "Kita punya pesan besar yang dingin disampaikan," tegasnya. Apa itu? "Pendidikan GRATIS!" ucapnya. Wah? Tak heran, di sampul album bagian dalam ada celoteh soal "pendobrakan" pendidikan gratis itu.
F MAYOR mengaku berkiblat pada U2 soal penulisan lirik. "Pesannya luas, tapi tetap bisa dinikmati," kilah Fajar. Intinya, menurut Fajar dan Farlan, mereka ingin mendobrak pagar dan bebas bermusik.
Soal distribusi, F MAYOR lebih suka menyebutnya dengan Minor Label. "KIta bukan indie label, karena distribusinya sama dengan label-label besar, tapi tidak sebesar mereka memang," jelas Fajar. Dengan model seperti sekarang, F MAYOR termasuk punya peluang untuk mendapat posisi yang enak di blantika musik Indonesia --secara distribusi. "Saran saya, jangan menghamba pada label karena akan membuat karya kita terhenti," tambahnya.
F MAYOR memang rada idealis meski bicara soal lagunya tetap saja mengincar pasar yang besar ramaja. "Kegalauan kita sebenarnya adalah ingin membuat sesuatu tanpa harus terkenal. Itu keren banget," papar Fajar lagi.
Bicara soal lirik, Fajar sebagai pencipta lagu mengatakan sebenarnya lirik yang ditulisnya punya mimpi besar. "Saya melihat dunia yang ada sekarang ini one way dan krisis inovasi. Jadi saya coba memberontak dari hal itu semua," ucapnya mantap.
Album pertamanya diberi judul 'MULAI TERBANG' [2007]. Ada beragam pilihan lagu, dari yang idealis sampai yang jualan disodorkan di album ini. Single pertamanya 'Izinkan Aku' menurut Fajar dan Farland adalah lagu yang jualan. "Dan single pertama ini termasuk lagu yang tidak sulit interpretasinya," aku Farland yang mengaku sampai sekarang masih latihan vokal ini.
Sebagai satu project, Fajar sebagai penggagas "hanya" mentargetkan 4 album saja. "Setelah itu lihat keadaaan, bisa terus, atau kita bikin proyek yang lain," jelasnya. Farland sendiri mengaku siap jika suatu saat "tidak dipakai" lagi dalam F MAYOR ini. ""Paling tidak saya sudah diberi kesempatan untuk membuktikan diri saya," jawab Farland sambil terkekeh kecil
[ Last edited by jf_pratama at 24-7-2007 07:52 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
AMAKUZA Band, Ngeband Dengan Spirit Jepang
MEMANG, trend musik itu sangat berpengaruh kepada perkembangan musik itu sendiri. Misalnya ketika trend j-pop atau j-rock muncul, kemudian bertaburan band-band yang membawa influence sama. Jepang-jepangan begitu. Sayangnya, ketika trend itu bergeser, bergeser pula musikalitas yang dibawa. Istilah kerennya "tidak punya jiwa Jepang" lagi.
Trend itulah yang coba dibalik oleh band bernama AMAKUZA. Band yang namanya diambil dari raja terakhir dalam game fighting 'Samurai Showdown' ini, mencoba menempatkan diri sebagai band dengan roh dan spirit Jepang yang murni. Maksudnya? "Kita tidak sekedar memasukkan ornamen Jepang sebagai tempelan, tapi benar-benar membawa pengaruh secara musikalitas," jelas Rizu, kibordisnya, ketika ngobrol dengan TEMBANG.com di Bandung, Sabtu [14/7/2007] lalu.
Melihat awal berdirinya, band yang lahir 1 Arpil 2004 ini, mengusung aliran yang rada mainstream di ranah musik Jepang. Pilihannya adalah aliran Japanesse Rock Metal Tradisional Kontemporer. "Kita memang memainkan musik metal, tapi kita selipkan warna-warna musik Jepang. Kita ingin musik Jepangnya terasa sekali di musik kita," tambah Rizu.
Sempat gonta-ganti personil, kini band yang beberapa kali main dalam event-event Japanesse di Jakarta dan sekitarnya ini berawal Rizu [kibrod], Bari [vokalis], Bayu [gitar], Asep [bass], dan Rudi [drum]. "Dulu sebelum ada Rudi, saya sempat main drum dulu di band ini," tambah Rizu kalem.
Memilih konsisten dengan warna Jepang tradisionalnya, Amakuza sempat merilis album kompilasi dengan band-band lain dalam album yang diberi titel 'Indie J-Compilation Hajime'. Amakuza menyumbangkan satu lagu yang intronya dimulai dengan suasana tradisional Jepang yang kental. Judul lagunya 'Goryou Vengeance'. Lagu ini berbahasa Jepang.
"Kita memang berusaha, setiap lagu yang kita buat selalu ada bahasa Jepangnya, meski ada juga yang bahasa Inggris atau Indonesia," imbuh jebolan Sastra Jepang Universitas Indonesia ini. Pasar yang sempit dan segmented, tidak terlalu dipikirkan oleh band ini. "Memang agak terbatas, tapi kami percaya karya Amakuza juga didengar kok," tukas Rizu lagi.
[ Last edited by jf_pratama at 24-7-2007 07:53 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
Maylaffayza: Indonesians moving to a beat that’s a fusion of hip-hop, rap and R&B.
By NILA TANZIL
IN the Indonesian music industry, Maylaffayza stands out for being the only solo pop-classic-crossover female violinist. She combines hip-hop, rap and R&B rhythms and a touch of popular Indonesian tunes with the sounds of her violin. In some pieces, she also sings.
Maylaffayza started to play the violin when she was just nine. Her uncle, Iswan Sutopo, a musician, gave her an old violin. She put the instrument next to her bed and wished that one day she would be able to play it.
Maylaffayza agrees that the violin is serious and elegant, but wants it to rock, too.
Seeing that their girl was so determined, her parents sent her to Bina Musika, a music school specialising in stringed instruments.
Her first lessons were not easy. “I could not even make a nice sound with my violin. It was so difficult!” she laughs.
However, her first experience did not discourage her from learning the delicate instrument. “I was so excited with my course and could not wait to be able to play well.”
When she was 10, Indonesia’s renowned violin maestro Idris Sardi took her in as his only apprentice. Sardi gave her a private lesson every week, but she had to practise at least three hours each day. During the holidays, she practised for five hours.
To this day, the maestro still spares time for Maylaffayza, who turns 31 this year. These days, the lessons are not as intense as they used to be, and the schedule is more flexible.
1994 was a memorable year for Maylaffayza. “It was my first performance and I had to play duet with the maestro Idris Sardi, my teacher”, she says. “It was an honour to play together with him, but on the other hand, it was big pressure too.”
Standing in front of hundreds of people with a well-known violinist was definitely not easy. “I was so nervous that I would make a mistake and disappoint him.”
Maylaffayza made her public debut as a solo violinist in 2000 when she performed for a variety show in RCTI, the leading private TV channel in Indonesia.
I still remember attending her performance in one of the cafes in Jakarta years ago. She played in that caf |
|
|
|
|
|
|
|
Gaung Perubahan yang Menggelegar
SP/Kurniadi
Vokalis The Titans, Rizky, menghibur penggemarnya di Palembang, dalam Tour Soundrenaline 2007.
Sudah sejarahnya musik bisa menjadi sebuah agen perubahan. Musik dapat memberikan inspirasi kepada para pencintanya. Melalui musik pula ide-ide persuasif perubahan yang positif disampaikan kepada khalayak luas. Hal ini pula yang digunakan untuk menggagas salah satu festival musik terbesar di Indonesia,
Soundrenalin 2007.
Sounds of Change, demikian tema yang diusung para penyelenggara untuk tahun ini. Sebelumnya tema-tema sosial pun pernah diangkat dalam pesta musik yang digelar di beberapa kota besar di Indonesia ini. Tahun 2005 lalu, tema yang diusung adalah Reborn Republic, saat itu menyemangati bangsa ini yang memulai "hidup baru" melalui pemilihan umum yang lebih demokratis. Sementara setahun lalu, tema yang dipampang adalah Rock United. Tema ini pun memiliki pesan untuk menyatukan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.
Sounds of Change yang hadir 2007 pertama kali dihembuskan di Kota Padang 15 Juli 2007 lalu dan terus berlanjut ke Palembang, Minggu (22/7) kemarin. Bisikan perubahan ini akan terus bergerak ke Bandung (29/7), Surabaya, (5/8) dan terakhir berlabuh di Bali (12/8).
Brand Manager A Mild Sampoerna, Amelia Nasution, menyebutkan tema sounds of change ini diambil karena terinspirasi dari kesadaran bahwa bangsa Indonesia telah melakukan beberapa perubahan ke arah masa depan yang lebih baik. Juga bahwa setiap orang memiliki sikap positif yang dapat dijadikan dasar baginya untuk berubah ke arah yang lebih baik.
"Menarik memang jika memerhatikan apa yang bisa ditawarkan oleh musik untuk membentuk sebuah perubahan yang lebih baik. Tapi di sini kita coba untuk memberikan yang terbaik kepada seluruh penggemar musik di manapun berada," sebutnya di Palembang, sehari sebelum pertunjukan.
Konser musik sebagai agen perubahan memang bukanlah sebuah hal yang baru. Dari Woodstock, hingga konser maraton Live Earth awal bulan lalu, membuktikan bahwa musik pun bisa menjadi media yang mumpuni untuk menyampaikan gagasan perubahan yang lebih baik di masyarakat.
Sounds of Change dalam Soundrenalin 2007 pun dinterpretasikan bebas oleh sejumlah pemusik yang meramaikan cara itu. Sejumlah pemusik dari band-band yang masih baru atau sudah terkenal pun memberikan maknanya versi mereka. Donny salah satu personel grup Cokelat menyebutkan mudah-mudahan Indonesia bisa lebih baik lagi melalui konser ini. Lain lagi dengan Pingkan Mambo.
"Mudah-mudahan yang biasanya korupsi sudah tidak mau korupsi lagi. Mudah-mudahan harga beras tidak selalu naik terus," ujarnya.
Untuk penampilan di panggung, pesan sponsor yang disampaikan kepada para pemusik sebenarnya adalah memberikan tontonan yang berbeda dari kebiasaan yang yang pernah dilakukan. "Kami meminta musisi dan band yang tampil untuk menyuarakan dan memperlihatkan perubahan performance yang lebih baik agar memuaskan music maniacs tanah air," ujar Amelia Nasution.
Hal ini pun dijawab oleh Java Jive, dalam aksi panggungnya. Sejumlah personel band ini memakai kostum yang tidak biasanya. Setiap personil menggunakan tema-tema yang berbeda. Edwin berkostum pilot pesawat tempur, Arya menjadi pembalap moto, Dhani menjadi pesulap, Fatur menjadi pilot, dan Capung tampil layaknya anggota DPR.
"Ini yang kita coba berikan untuk para pencinta musik di Palembang. Bahkan untuk mencari kostum-kostum ini kami merelakan waktu latihan kami. Semuanya adalah sesuai dengan keinginan masing-masing," ujar Fatur.
Yang menarik, dalam rentetan konser kali ini adalah adanya tim khusus untuk memantau dan menilai musisi atau band terbaik yang mampu menyuarakan dan memperlihatkan perubahan positif dalam penampilannya di panggung. Nantinya, musisi dan band yang berhasil memperlihatkan aura sounds of changes dalam penampilan mereka bakal diboyong menyaksikan konser reuni grup band asal Inggris, The Police, di Paris, Prancis, September mendatang.
Di Palembang, puluhan musisi yang menyuarakan perubahan tergabung dalam band-band bernama besar, seperti Dewa, Ada Band, Cokelat, Gigi, Letto, Naff, Nidji, Seurieus, dan lainnya. Penonton yang membanjiri lapangan parkir Stadion Bumi Sriwijaya pun larut dalam hentakan-hentakan musik dari grup band idola mereka.
Tiga panggung yang didirikan penyelanggara mampu menyedot sebagian besar remaja di Palembang itu. Dengan 150 ton peralatan untuk menghasilkan suara berkuatan puluhan ribu watt, penonton terhipnotis ikut melantunkan lagu-lagu kesukaan mereka. Gerimis pun bukan menjadi halangan yang berarti.
Rencananya gemerisik perubahan itu akan terus dikumandangkan di beberapa kota besar, tidak peduli aliran musiknya.
"Kalau belum berubah, Sakit Hati aja dulu," seperti yang diucapkan Deddi, vokalis Andra & BB mengkaitkan pesan dengan salah salah satu single-nya.
[ Last edited by jf_pratama at 24-7-2007 07:55 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
Letto Luncurkan Album "Truth, Cry & Lie" di Malaysia
istimewaLetto
[KUALA LUMPUR] Letto, kuartet musik asal Yogyakarta, meluncurkan album Truth, Cry & Lie di pasar musik Malaysia, setelah beberapa lagunya seperti Ruang Rindu, Sandaran Hati, dan Sampai Nanti, Sampai Hati berhasil menduduki tangga teratas di beberapa stasiun Radio Malaysia.
Pada peluncuran album itu, di sebuah hotel di Petaling Jaya, Selangor, Senin (23/7), empat anak muda Jawa yang mendirikan Letto tahun 2004 yakni Noe, Patub, Arian, dan Dedi membawakan dua buah lagi yakni Sandaran Hati dan Ruang Rindu sebelum melakukan jumpa pers dengan media massa di Malaysia.
Group musik ini akan melakukan serangkaian promosi termasuk wawancara di radio dan televisi dan terakhir melakukan konser gratis bagi masyarakat Malaysia di Mid Valley, sebuah shopping mall terbesar di Kuala Lumpur, 24 Juli 2007 dan di Ruums, Life Center- Kuala Lumpur, pada Jum'at malam, 27 Juli 2007.
Sebelum melakukan konser, artis Malaysia yang sedang naik daun yakni Farawahida akan melakukan konser pembukaan dengan mendendangkan empat lagu yang terdiri dari Semuanya Ada Di Sini, Buah Hati, Rakus, dan Tanpamu.
Album Letto yang pertama ini sebelumnya juga mendapatkan anugerah Planet Muzik 2007 sebagai group musik terbaik di Singapura pada 8 Juni 2007.
Ketika ditanya mengenai angka penjualan album, vokalis Letto, Noe yang juga putra dari Emha Ainun Najib, merasa yakin penjualan albumnya juga akan sukses seperti di Indonesia yang berhasil terjual 380 ribu unit. |
|
|
|
|
|
|
|
Jadikan Cemoohan Sebagai Motivasi
Selasa, 24 Juli 2007
PALEMBANG - Sebagai pendatang baru, Kangen Band tidak hanya mendapat pujian. Tidak sedikit ejekan yang diterima grup asal Lampung pengusung musik Melayu pop itu. Mulai dari segi musikalitas hingga penampilan. Toh, grup beranggota Doody (gitar), Andika (vokal), Tama (gitar), Lim (drum), Nory (bas), dan Barry (keyboard) ini mengaku tak terlalu mengambil hati segala ejekan tersebut.
"Kami tidak merasa dicemooh. Mungkin, bahasa penyampaiannya yang kurang tepat. Kami yakin mereka sayang kok sama kami," ujar Andika saat jumpa pers di tenda artis pada ajang A Mild Live Soundrenaline 2007 di Palembang Minggu (22/7) malam.
Segala cemoohan itu, kata Andika, akan mereka jadikan sebagai motivasi. Ke depan, Kangen Band bakal terus berusaha untuk memperbaiki kualitas, baik performa maupun musik mereka.
Selain enam personel tetap, Kangen Band diperkuat oleh seorang vokalis tambahan bernama Erna Tri Suryani. "Erna tidak akan selamanya di Kangen Band. Performance kami ya tetap berenam. Sedangkan, Erna akan bersolo karir dengan mengeluarkan album solo dalam waktu yang tidak lama lagi. Begitu juga, Kangen Band bakal keluarkan album baru, tunggu saja," papar Andika.
Sebagai salah seorang anak band, penampilan Erna yang berjilbab cukup mengundang perhatian. "Penampilan boleh beda. Tidak semua penyanyi mengumbar sensualitas tubuh. Tapi, penampilan tetap tidak boleh mengganggu aktivitas di atas panggung. Bahkan, saya lebih pede dengan penampilan seperti ini," kata Erna. (teje/jpnn)
|
|
|
|
|
|
|
|
GIGI, Cokelat & Nidji -- Paling Nyaring Suarakan Perubahan Lewat Musik
Di A Mild Live Soundrenaline 2007 'Sounds of Change' Palembang, penampilan seluruh musisi yang tampil juga dinilai oleh tim khusus 'Media Board' yang terdiri dari lima pemerhati musik Tanah Air. Untuk di kota Palembang, tim Media Board telah memutuskan tiga musisi terbaik yang mampu menyuarakan dan memperlihatkan semangat perubahan 'Sounds of Change' yaitu Gigi, Cokelat dan Nidji.
Adapun alasan dipilihnya tiga musisi Indonesia tersebut, menurut Juru Bicara 'Media Board', Remy Soetansyah mengatakan, "Gigi kami nilai merupakan band terbaik yang menyuarakan semangat perubahan dalam aksi panggung mereka. Untuk Gigi, tampil di A Mild Live Soundrenaline 2007 di Palembang ini dengan lebih jujur dan juga menampilkan konsep audio dan visual yang bagus, terutama disesi solo gitar yang ditampilkan oleh Dewa Bujana berupa medley lagu-lagu band Indonesia lainnya. Inisiatif ini kami nilai sebagai bentuk penghargaan Gigi terhadap musik Indonesia".
Dilanjutkan Remy, "Untuk grup band Cokelat, kami menilai penampilan mereka lebih fresh dari segala sisi baik itu arransemen, gimmick maupun kostum. Maka pantas rasanya grup band Cokelat kami daulat menjadi 3 musisi terbaik yang menyuarakan perubahan positif di AMLS 2007 di Palembang".
"Untuk Nidji penampilan mereka malam ini, kami nilai sangat stabil, Nidji memperlihatkan showmanship yang kuat dan dengan kostum yang menarik. Sebagai informasi saja, di Padang lalu Nidji pun telah kami nominasikan sebagai musisi yang dapat menyuarakan perubahan positif, dan ternyata di Palembang mereka kembali membuktikan kualitas musik mereka dihadapan penonton. Kiranya semangat positif yang diusung Nidji ini, dapat menginspirasikan musisi lainnya untuk menyuguhkan aksi panggung yang berbeda di A Mild Live Soundrenaline 2007 'Sound of Change' yang masih menyisakan di tiga kota lagi" |
|
|
|
|
|
|
|
Dambakan Musik Berkualitas
Kamis, 26/07/2007
Musisi kenamaan Tanah Air,Tompi,sangat mendambakan musik Indonesia yang berkualitas.Vokalis yang juga berprofesi sebagai dokter ini mengaku prihatin dengan maraknya industri musik Tanah Air yang tidak diiringi dengan kualitas mumpuni.
JAKARTA (SINDO) —Menurut pria bernama lengkap Teuku Adi Fitrian ini, sebuah karya yang berkualitas harus diiringi kemampuan musikalitas para musisinya,baik dari sisi hasil rekaman maupun kemampuan life performancedi atas panggung.
’’Tanggung jawab seorang musisi harus bisa dibuktikan di album dan atas panggung. Kita harus memberikan hasil karya musik yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Jangan melulu berkarya di dunia musik untuk meraup sisi komersialnya saja. Memang itu penting, tapi kalau sekadar mencari uang, jadi pekerja seks komersial saja,” tegas Tompi saat dijumpai SINDO di kawasan Kemang,Jakarta Selatan.
Menurut pria berdarah Aceh ini, pelaku industri Indonesia musik Indonesia harus bisa memberikan treatment yang baik kepada para musisinya. Dia mencontohkan salah satu grup band baru yang fenomena. Namun, Tompi tidak mau menyebutkan nama grup band tersebut.
Penyanyi jazz ini menuturkan album grup band tersebut memang laku cukup di pasaran hingga menembus angka 300 ribuan keping. Namun, dia menyayangkan hasil karya musik mereka tidak memiliki kualitas yang bagus secara rekaman maupun saat tampil di atas panggung.
’’Jangan cuma karena alasan mengikuti selera pasar,kemudian mengabaikan hasil karya yang berkualitas. Apalagi, life performancenya pun tidak terlalu bagus. Justru, para musisilah yang harus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang musik berkualitas. Kalau perlu, kita yang mengarahkan mereka untuk mencintai karya musik yang baik,” jelas pria yang sedang menunggu kelahiran anak pertamanya itu.
Kendati demikian,Tompi sadar kalau tugas tersebut bukanlah hal yang mudah. ’’Sekarang yang penting, kita buat karya yang bagus dan biarkan orang mendengarkan dulu, semoga baru nantinya mereka akan suka,”tandasTompi. |
|
|
|
|
|
|
|
Zorro Luncurkan Album Perdana "Segalanya Cinta"
Jakarta (ANTARA News) - Grup band pendatang baru, Zorro, Kamis malam di Jakarta meluncurkan album perdana bertajuk "Segalanya Cinta" yang diproduksi oleh Virgo Ramayana Record.
Grup band yang terbentuk 1 Januari 2007 itu, diawaki oleh Gie (vokal), Rudi Cmon (drum), Luthfi (keyboard), Rivo (bas), Ponco (gitar), Frando (biola I), Yoko (biola II), Ricky (alto), dan Greg (cello).
Album berisi 10 tembang cinta ciptaan Gie, yakni "Cinta Sejati", "Cinta Sembunyi", "Dua Cinta", "Kasih", "Cerita Cinta", "Bidadariku", "Cinta Suci", "Yang Terbaik", "Ibu", dan "Just For You".
Gie yang bernama asli Sugiarto sebelumnya dikenal sebagai penyanyi terbaik Yamaha Asian Beat 2005 di Singapura. Ketika itu ia tergabung dalam grup band Alas Roban.
Di bawah manajemen EW Production, Zorro yang beraliran "pop string alternative" ingin tampil beda. Penggabungan antara band dengan kuartet string dari paduan biola, alto, dan cello, adalah yang pertama di Indonesia.
Setelah peluncuran album tersebut, Zorro akan tur ke berbagai daerah untuk mengisi pertunjukan musik "A Mild Soundrenaline 2007" di Bandung, Surabaya, dan Denpasar.
Zorro juga sedang mempersiapkan misi perdamaian baik di Tanah Air maupun lewat lawatannya ke beberapa negara Asean.
"Pada setiap penampilan di atas pentas, kami akan selalu menyampaikan pesan perdamaian. Paling tidak kami akan teriak bahwa kami antiteroris," kata Gie.(*)
[ Last edited by jf_pratama at 27-7-2007 08:45 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
[tr] [/tr] INDONESIAN IDOL 2007- Pertarungan Terakhir Rini dan Wilson
| Jum'at, 27/07/2007 |
Duagrand finalis Indonesian Idol 2007, Rini dan Wilson, bertarung di babakBattle Caf |
|
|
|
|
|
|
|
Siap Ganti Nama untuk Patenkan Personel Baru
Minggu, 29 Juli 2007,
Setelah mengalami masalah internal hingga berujung dengan keluarnya Andika (keyboard) dan Indra (bas), Peterpan terus berusaha memperlihatkan eksistensi mereka. Sebuah album bertajuk Hari Yang Cerah diluncurkan dengan format personel hanya Ariel, Uki, Loekman, dan Reza ditambah dengan dua additional player, Lucky (bas) dan David (keyboard).
Sayang, walaupun nama Peterpan tetap bergema di dunia musik nasional, penjualan album keempatnya itu tidak seheboh album-albumnya terdahulu. Hari yang Cerah sejak dilepas Mei lalu sampai saat ini tercatat baru laku sekitar 300.000 kopi. Memang, bukan angka yang buruk, tapi coba bandingkan dengan album kedua Peterpan, Bintang di Surga, yang ketika baru dirilis dua minggu sudah laku 350.000 kopi.
"Mungkin, orang masih adaptasi dengan perubahan personel ini," kata Ariel memberi alasan.
Namun, secara musikalitas, Ariel mengaku bahwa Peterpan saat ini jauh lebih bagus. "Yang jelas, pasti ada yang berbeda dengan Peterpan sekarang. Sepertinya, sekarang, kami mainnya lebih rapi, tidak kasar seperti album-album sebelumnya. Tapi, kalau image Peterpan, saya rasa tidak berubah," terangnya.
Ariel optimistis, di masa mendatang, Peterpan akan bertahan sebagai band jagoan meski banyak melakukan perubahan. "Saat ini, kami enjoy main hanya berempat saja ditambah additional player. Saya yakin, musik-musik Peterpan tetap digemari pencinta musik di Indonesia," tuturnya.
Mantan kekasih model dan artis Luna Maya itu mengungkapkan, Peterpan mempunyai rencana besar di masa mendatang, namun dia masih belum tahu kapan rencana itu akan diwujudkan. "Rencananya, Peterpan memang akan mematenkan status David dan Lucky, tapi kami harus ganti nama band dulu. Mungkin, nanti di album baru," paparnya.
Ariel menuturkan, perubahan nama tersebut harus dilakukan karena yang memberi nama Peterpan adalah ibunda Andika. Dengan menambah personel dan tetap menggunakan nama yang sama, dia khawatir bahwa Andika dan Indra akan mempermasalahkan hal itu.
"Ya nggak enak-lah kalau tambah personel, tapi namanya tetap. Soalnya, yang kasih nama Peterpan itu ibunya Andika," urainya. (nar) |
|
|
|
|
|
|
|
Antara Glenn dan Gombloh
FRANS SARTONO
Glenn Fredly menyanyikan "Kugadaikan Cintaku", lagu Gombloh yang populer pada pertengahan 1986-1987- an. Ia menyuguhkannya dalam kemasan reggae. Lagu ini termuat dalam album baru Glenn berjudul "Happy Sunday" yang dirilis Sony-BMG, Jumat (27/7).
Kita kenang dulu Kugadaikan Cintaku yang diawali dengan lirik "Di radio aku dengar lagu kesayanganku …". Lagu itu pada tahun 1985 bisa dipastikan terdengar di radio setiap hari. Kaset Gombloh terjual di atas 600.000 kopi. Lagu itu bertutur tentang pria yang hendak mengapeli pacar di malam Minggu. Ia mendapati sang pacar sedang "bercanda mesra dengan seorang pria". Setelah itu dengan santai ia mengumpat "Gila!"
Gombloh membawakannya dengan gaya nakal-nakal kocak. Ia tak segan mengeluarkan umpatan kesal. Lagu diberi efek sorak-sorak gembira seakan sedang dibawakan di depan publik. Intro lagu yang berupa vokal penyanyi latar "la-la-la -la-la…" yang genit itu mengingatkan pada intro Oh Carrol-nya Neil Sedaka ala era 1950-an.
Menyusul sukses Kugadaikan Cintaku, Gombloh membuat lagu dengan tema serupa, yaitu Apel. Kisahnya tetap tentang pria sial di malam Minggu. Tema serupa sebenarnya pernah dibawakan Gombloh lewat lagu Lepen yang popular pada akhir tahun 1979- 1980-an.
Setelah lebih dari dua dekade, kini lagu itu dibawakan Glenn. Secara rasa dan gaya, Glenn tidak mengacu pada versi Gombloh. Ia mengeluarkan lagu itu dari alam nostalgia dan meletakkannya ke pentas musik pop hari ini yang tampaknya sedang menyukai reggae. Ingat, Iwan Fals dalam album terbarunya 50:50 juga membawakan lagu Jatuh Cinta Lagi dengan reggae. Sebelum itu, Dewa juga bermain reggae pada lagu Matahari Bintang Bulan.
Atmosfer nakal-nakal riang ala Gombloh tak terdengar dalam versi Glenn. Dominasi chord minor pada versi Glenn menjadikan Kugadaikan Cintaku cenderung menjadi sendu. Situasi dikecewakan pacar dihadapi dengan sikap "serius", tidak main-main seperti Gombloh. Ini sah dalam proses interpretasi karena Glenn tidak sedang membeo Gombloh.
Satu kecerdikan Glenn, ia masih membawa bagian "la-la-la-la-la…!" ala Gombloh. Secara komposisi, sebenarnya bagian itu lebih bersifat ornamentik alias tempelan. Akan tetapi, bagian tersebut menjadi landmark, penanda khas Kugadaikan Cintaku. Glenn mencomot bagian itu sebagai bumbu pengingat. Akan tetapi, ini juga mengacu pada atmosfer sendu.
Glenn dalam lagu ini mengajak seniman reggae, Ras Muhammad. Ia memberi nuansa ke-komunal-an reggae dengan celoteh spontan yang berupa pesan kasih sayang dan persaudaraan khas reggae.
Soul
Rasa reggae dalam Kugadaikan Cintaku merupakan bagian dari cara Glenn keluar dari pencitraan yang dilekatkan oleh publik. Karena popularitas lagu seperti Januari atau Sekali Ini Saja, Glenn "telanjur" diberi stigma sebagai pembawa lagu romantis dan puitis. Glenn menyebut lagu-lagu semacam itu sebagai "mainstream"-nya. Apa yang disebut mainstream itu masih ada di Happy Sunday, seperti dalam lagu Kalah, Kisah Yang Salah, Ksatria Cinta dan MJ (Masih Jomblo).
"Saya tak mau yang itu-itu saja. Saya buat sesuatu yang baru untuk pendewasaan saya juga," kata Glenn.
Glenn, sebenarnya, memang bisa lebih dari itu. Album Happy Sunday menegaskan kemampuan Glenn tersebut. Lagu Happy Sunday, misalnya, dikemas dengan sentuhan rock dengan melibatkan gitaris Baron. Rock pada lagu ini lebih dekat dengan jenis dance-rock era 1980-an yang tak jauh beda dengan disko.
Akan tetapi, dari cara Glenn menyayikannya, lagu ini lebih dekat dengan musik-musik ala Motown Record—pabrik soul yang menghasilkan Diana Ross sampai Jackson-5 itu. Rasa soul-gospel pada cara nyanyi Glenn terasa kuat—apa pun kemasannya, termasuk rock atau reggae.
Penyanyi satu ini tidak pernah mau "setia" dengan alur melodi baku seperti tertulis dalam komposisi. Glenn selalu masuk-keluar, mengalir impulsif dalam improvisasi spontan dan personal. Soul memang urusan spontanitas dan personal. Kemampuan soul itu menjadikan lagu milik penyanyi mana pun akan menjadi lagu personal Glenn. Termasuk Kugadaikan Cintaku yang selama ini identik dengan Gombloh kini diolah menjadi rasa Glenn. |
|
|
|
|
|
|
|
Indonesian Idol 2007
Medan Kembali Petik Gelar Juara
[JAKARTA] Kota Medan Sumatera Utara kembali melahirkan pemenang kontes menyanyi Indonesian Idol. Rini Wulandari (17) meraih jumlah sms lebih banyak dibanding kontestan Wilson Simon Maiska (17) asal Ambon pada malam Result and Reunion Show" yang berlangsung Sabtu (28/7) malam di Istora Senayan Jakarta.
Selama seminggu pooling sms sejak grand final pekan lalu, Rini meraih sms sebanyak 51,2 persen, sementara Wilson meraih 48,8 persen. Walau menjadi runner up, Wilson yang pernah menjadi juara satu Lomba Bintang Radio Se-Maluku ini menerima kekalahan itu dengan besar hati.
Menurut Wilson, untuk sampai di babak dua besar atau grand final dia sudah melakukan upaya maksimal. Mengingat pada tahun sebelumnya ia hanya masuk babak eliminasi.
"Terima kasih pada seluruh masyarakat Indonesia yang mendukung saya, khususnya masyarakat Ambon. Juga terima kasih pada Yesus Kristus," ujar Wilson.
Dengan kemenangan Rini, maka dalam dua tahun berturut-turut kontestan asal Medan memenangkan kontes menyanyi Indonesian Idol. Tahun 2006, M Ihsan Taroreh memenangkan kontes Indonesian Idol. Kini gelar Indonesian Idol diraih Rini.
Sementara tahun 2005, kontestan asal Medan Judika keluar sebagai runner up.
Tahun ini, juara Indonesian Idol memperoleh hadiah satu mobil Suzuki Swift, tampil dalam final Asian Cup, beasiswa perguruan tinggi, rekaman album solo.
Malam Result dan Reunion Show merupakan episode terakhir kompetisi Indonesian Idol 2007 dan bertema The Celebration of Indonesia Music.
Sejumlah penyanyi yang tampil malam itu membawakan lagu-lagu dari berbagai era musik di Indonesia, seperti era disco, rock, pop kreatif, band, dan grup vokal.
Vina Panduwinata dan Harvey Malaiholo, misalnya, membawakan lagu yang pernah hits seperti Burung Camar. Keduanya berduet membawakan lagu Bahasa Cinta.
Indra Lesmana yang juga juri Indonesian Idol tampil bersama Wilson dan pemenang Indonesian 2005 Mike membawakan lagu Jalinan Kasih. Lagu itu diiringi permainan piano Indra Lesmana.
Tak ketinggalan, juri lain Titi DJ berduet dengan Krisdayanti, yang dilanjutkan dengan penampilan keduanya bersama Rini membawakan lagu Semua Jadi Satu.
Rini Wulandari finalis asal Medan jatuh terduduk saat mengetahui dirinya keluar sebagai juara pada ajang "Indonesian Idol" 2007 di Jakarta, Sabtu (28/7). Setelah menjuarai "Indonesian Idol" 2007, Rini berhak maju ke ajang "Asian Idol".
Malam pengumuman pemenang tersebut juga dimeriahkan 12 finalis Indonesian Idol 2007. Mereka naik ke panggung dan menyanyikan lagu Bendera. Penonton dihibur pula dengan penampilan Idol Divo dengan lagu Waktu kan Menjawab, duet Gita Gutawa dan Delon dengan lagu Your Love.
Di malam puncak kontes menyanyi itu, Rini, yang merupakan siswa kelas tiga SMU Negeri 1 Medan ini, tampil dengan gaun-gaun malam rancangan Barly berwarna putih dan perak bertabur batu permata dan kristal, serta gaun berwarna hitam.
Sementara, Wilson mengenakan busana berupa rompi dipadu dengan jas dengan ornamen kancing besi rancangan Luwi.
Sebelum hasil pooling sms diumumkan, keduanya berduet membawakan lagu Your Love bersama Gita Gutawa dan Delon. Acara yang dipadati pendukung kedua kontestan ini berlangsung tertib sekalipun ada "perang" pendukung yang membuat suasana Istora cukup ramai. Pendukung Wilson yang di antaranya datang dari Ambon mengenakan kaus berwarna merah, sedangkan pendukung Rini mengenakan kaus berwarna "pink". Hanya saja keramaian acara itu terganggu dengan mike yang "ngadat".
Menjelang akhir acara, para juri Indonesian Idol memperkirakan Rini yang akan menjadi Indonesian Idol 2007. Prediksi itu tidak meleset.
Hingga kini kompetisi Indonesian Idol sudah mencetak empat idola, mulai dari Joy Tobing yang akhirnya keluar dari manajemen yang menaungi para pemenang kontes pada tahun 2004, disusul Mike pada tahun 2005, M Ihsan Taroreh pada tahun 2006 dan Rini pada tahun 2007.
Tetapi jika dicermati vokal para pemenang, vokal Joy Tobing memang memukau para penonton Indonesian Idol. Pada tahun berikutnya, vokal pemenang tidak terlalu jauh berbeda dengan Joy. Namun, untuk tahun 2006 dan 2007 kekuatan vokal para pemenang berbeda jauh. Penonton tidak terkesima.
Mengharapkan penyanyi dengan kualitas vokal yang membuat penonton terkesima dalam ajang kontes menyanyi berbasis pooling sms memang tidak tidak selalu bisa terwujud. Karena, pilihan sangat subjektif, yang boleh jadi hanya didasarkan pada fanatisme. Misalnya satu daerah, suku yang sama. Bahkan mungkin tidak terkait dengan kemampuan bernyanyi.
Hasilnya akan berbeda jika peran juri yang benar-benar memahami teknik vokal, dan juri lain yang menguasai penampilan di panggung yang menentukan pemenang.
Barangkali penilaian subyektif ini bisa dikurangi dengan lebih banyak peran juri dalam menentukan seorang kontestan lolos dari beberapa tahap seleksi. Tindakan itu dilakukan untuk menjaga kualitas pemenang.
[ Last edited by jf_pratama at 30-7-2007 04:18 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
Pentingkan Kebersamaan
Senin, 30 Juli 2007,
BANDUNG - Java Jive adalah salah satu band mapan di tanah air. Selama 14 tahun, band beranggota Fathur dan Danny (vokal), Capunk (gitar), Noey (bas), Edwin (drum), dan Tony (keyboard) malang melintang di dunia musik tanah air.
Tapi, beberapa tahun terakhir nama Java Jive seakan tenggelam. Padahal, tahun lalu mereka sudah melepas album yang sekaligus menjadi pertanda kembalinya Java Jive setelah vakum 5 tahun. Album bertitel Java Jive 1993-2006 berisi lagu-lagu lawas yang sempat menjadi hits plus dua lagu baru, Cantik tapi Menyakitkan dan Yang Aku Cinta.
Namun, keluarnya album tersebut belum mampu membuat nama mereka kembali berkibar. Terbukti, hasil penjualan album itu mencatat angka yang sangat sedikit untuk band sekaliber Java Jive. "Album lalu terjual sekitar 100 ribu kopi. Memang sedikit. Tapi, kami nggak punya target kok," kata Fathur saat berbicara mewakili teman-temannya di sesi wawancara A Mild Live Soundrenaline Bandung kemarin.
Tak mempermasalahkan angka penjualan album, saat ini Java Jive merencanakan untuk mengeluarkan album baru. "Sekarang kami menyiapkan album baru dan insya Allah akan keluar setelah Lebaran," ungkap Capunk. "Rekamannya selesai 4 lagu dari 12 lagu yang direncanakan," sambungnya.
Sebetulnya Java Jive tidak menutup mata atas penjualan album. Namun, bagi mereka, kembali bersama bermain musik itu lebih penting. "Setelah lama vakum dan sibuk dengan urusan sendiri-sendiri, akhirnya kami kembali main bareng. Ini adalah panggilan jiwa kami," tutur Fathur.
Capunk menambahkan, mereka kembali ke album rekaman setelah berhasil meredam ego masing-masing. "Ya, ini istilahnya, kami sedang mengalami puber kedua," terang Capunk. |
|
|
|
|
|
|
|
Tersenyum Lagi: Bicara Sisi "Liar" SHE Band牋
PERSOALAN band yang semua personilnya perempuan adalah ketika mereka menikah. Ya kalau suaminya mengijinkan tetap ngeband, kalau tidak ya bubarlah band itu. Tapi band Bandung yang menamakan dirinya SHE [Sound and Harmony Ecletic] ini punya jawaban berbeda. "Kita tetap akan ngeband meski ada personil kita yang menikah," tegas mereka.
Dan album kedua yang diberi titel 'Tersenyum Lagi' jadi pertaruhan mereka. Maklum saja, dua tahun mengendap setelah album pertamanya rilis, membuat mereka menyimpan kegelisahan saat menuangkan dalam album barunya ini.
Band yang diawaki Melly [vokal] yang didampingi Achi (violin), Disty (drum), Arnie (bas), Riry (gitar akustik), dan Qoqo (gitar elektrik) itu, kini meyakini, inilah lagu-lagu dan musikalitas yang benar-benar mewakili SHE. Single pertamanya 'Slow Down Baby' menurut penulis, menjadi pilihan cerdik dari band ini. Dengan karakter ceria, liriknya mulai berani "menggoda" meski belum benar-benar nakal.
Track yang cukup menggoda justru di single kedua牋'Selingkuh Sekali Saja'. Isinya, minta izin untuk berselingkuh kepada pasangannya, sekali saja. Musiknya tidak terlalu ribet, tapi karakter vokal Melly terdengar lebih lepas dan tidak takut untuk rada galak. Musikalitasnya memang cenderung turun di album kedua, tapi lebih catchy.
[ Last edited by jf_pratama at 31-7-2007 09:34 PM ] |
|
|
|
|
|
|
| |
|