|
Genetik Java dan Minang hampir dengan Kelate dan Kedah sis
[Copy link]
|
|
Author |
Post time 23-6-2016 11:06 AM
From the mobile phone
|
Show all posts
mokcikKSKB replied at 23-6-2016 10:39 AM
Melayu kedah lebih dekat ngan koliang ke tt?xpahm aku?mcm gitu...sgt obvious pulak esp tgk tang hidu ...
Kalau ikut Malay Annal nye pon gitu...kalau ikut sejarah Deli pon ada relate dengan Koliang...kalau ikut Sejarah Kedah diorg relate dgn Persian...x pasti la betul Persian atau mai dari Delhi juga.
Tapi saya syak ummah Gangga Negara tu memang dtg dr India...lebih tepatnye orang Keling Telugu.. Bila kene attack dgn Keling Tamil Chola diorg migrate ke Kedah dan Kelate.
Sis ingat tak batu bersurat Gangga Negara bentuk piramid tu yg hilang secara misteri..saya syak dlm tulisan dan bahasa Telugu+Sanskrit. |
|
|
|
|
|
|
|
patutla melayu kedah n kelantan bingit mcm yenna..susur galur dekat rupanya |
|
|
|
|
|
|
|
sabbath_shalom replied at 23-6-2016 11:06 AM
Kalau ikut Malay Annal nye pon gitu...kalau ikut sejarah Deli pon ada relate dengan Koliang...kala ...
Uols dah kenapa? Post bnyk kali...
Kalau dia ckp network not working ke hapa tu maknanya dia masih capture lah tu cuma tak load... nanti refresh page tu ada la post uols tu... |
|
|
|
|
|
|
|
Ai ada darah pelbagai penjuru wpun tak satu msia...
Tp anggap je la melayu tanak kasi pening... |
|
|
|
|
|
|
|
Cuba cakap minang sikit maideen, I suka bila maideen berbaso urang awak
|
|
|
|
|
|
|
|
yahudi wannabe berkerak lupa dgn leluhur dari pulau jawa dan fefeeling lahir di Betlehem lebih mengaibkan diri rasanya sis....
|
|
|
|
|
|
|
|
GENETIK DAH BERCAMPUR ADUK LA..TGK BELAH KLATE MCM TG NIK AZIZ MATA SEPET2 CAMTU MANA MAI DARI KOLIANG PLAK..DARI CHAMPA BLEH LA CAYA
alamak ter cap lok lak |
|
|
|
|
|
|
|
sampel genetik tu xmenepati utk keseluruhan ummah gitu
..tapi kalo changa wa mmg caya la muka serupa java sana.. dok kutuk ummah sana kuat ssgt kann sesambil xtgk cermin |
|
|
|
|
|
|
|
Author |
Post time 23-6-2016 11:37 AM
From the mobile phone
|
Show all posts
si-buta replied at 23-6-2016 10:59 AM
Bodoh. Ummah chola bapok yang kena takluk oleh melayu zabag kedah.. Semak sendiri laporan dari dok ...
Saya tak cakap Chola attack Kedah ye...saya sebut Chola attack Gangga Negara kemudian orang2 Gangga Negara migrate ke Kedah dan Kelate. |
|
|
|
|
|
|
|
Author |
Post time 23-6-2016 11:52 AM
From the mobile phone
|
Show all posts
dizzek replied at 23-6-2016 08:35 AM
umno dah lama menyelaraskan kesemua sub etnik melayu di bawah satu rumpun besar melayu,mengambilk ...
BN pon tahu dan sudah selaras ketiga-tiga kaum tu di bawah parti BN dibawah pimpinan suku Toraja.
Elohim maha mengetahui apa yg turbaik. |
|
|
|
|
|
|
|
Author |
Post time 23-6-2016 11:55 AM
From the mobile phone
|
Show all posts
Edited by sabbath_shalom at 23-6-2016 11:58 AM
cak! replied at 23-6-2016 11:27 AM
GENETIK DAH BERCAMPUR ADUK LA..TGK BELAH KLATE MCM TG NIK AZIZ MATA SEPET2 CAMTU MANA MAI DARI KOLIA ...
Sebelum ni ada research sebut orang Kelate ni Melayu tertua sebab dlm cluster tersendiri...tapi research ni sebut Melayu Kedah sama dengan genetik Melayu Kelate...tapi Melayu Kedah lebih dekat genetik nya dngan Melayu Patani berbanding Melayu Kelate. |
|
|
|
|
|
|
|
Author |
Post time 23-6-2016 11:59 AM
From the mobile phone
|
Show all posts
milo_888 replied at 23-6-2016 11:10 AM
Uols dah kenapa? Post bnyk kali...
Kalau dia ckp network not working ke hapa tu maknanya d ...
Gigeh mendelete pulak.. Nasib bulan remdan.. |
|
|
|
|
|
|
|
bukan alexander the great maideen, tapi rome celop kunun2 berasal dari italy...
|
|
|
|
|
|
|
|
Author |
Post time 23-6-2016 12:14 PM
From the mobile phone
|
Show all posts
saladin780 replied at 23-6-2016 11:09 AM
patutla melayu kedah n kelantan bingit mcm yenna..susur galur dekat rupanya
Based on research ni diorg kategori kan Melayu Kedah dan Melayu Kelate sebagai Melayu Tua di Tanah Melayu sebab ada darah Koliang.
Tapi Koliang2 pon Dravidian ni punya gnetic sgt hampir dengan India Indo-European. |
This post contains more resources
You have to Login for download or view attachment(s). No Account? Register
x
|
|
|
|
|
|
|
Author |
Post time 23-6-2016 12:34 PM
From the mobile phone
|
Show all posts
Maideen. replied at 23-6-2016 10:52 AM
Tajuk ada "Minang" tapi post #1 tu tak de pon cakap pasal "minang".
Melayu Minang hampir dengan Melayu Kedah dan Kelate = 18
Dengan Jawa Indonesia = 16
Dengan Chinese suku Wa = 20
Dengn suku Temuan = 21.
Tapi dengan Melayu Bugis = 24 aja |
|
|
|
|
|
|
|
boleh caye ke hasil kajian saintis kaper ni?
dorang saje je nak kelirukan kita dengan teori evolusi darwin |
|
|
|
|
|
|
|
Author |
Post time 23-6-2016 12:44 PM
From the mobile phone
|
Show all posts
Kerajaan Kalingga di Jawa, konon dipengaruhi sejarah orang-orang imigran wangsa Kaling dari negara bagian yang sekarang menjadi kota Orrisa, di India. Sejarah mereka yang akhirnya kalah perang dengan kerajaan Maurya semasa Raja Asoka.
Orang-orang Kalinga berpindah menyebar kemana saja mereka berlabuh di laut, hingga menetap di tanah Jawa. Baik sekarang Malaysia, Philipina dan Indonesia, sebutan Wong Keling masih digunakan di negara-negara ini sebagai kata untuk suku etnik Kaling, meskipun sejak tahun 1960-an, beberapa peneliti India mencoba datang dan menyatakan ini mungkin disebabkan oleh kaum Sadhavas adalah pelaut kuno dari kerajaan Kalinga, yang kira-kira sesuai dengan tradisi sejarah wilayah Kalingga sekarang di Orissa, India.
Mereka menggunakan kapal disebut Boitas untuk melakukan perjalanan ke negeri-negeri jauh seperti Bali, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, di Indonesia, dan ke Sri Lanka, Malaysia, Persia, Cina, Yunani dan Afrika untuk melaksanakan perdagangan dan secara tidak langsung terjadinya ekspansi budaya dan agamanya.
Subak di Kalinga, India
Pada masa Kartika Purnima, segera sebelum bulan purnama pada bulan Oktober-November, dianggap sebuah kesempatan terutama menguntungkan dengan Sadhana mereka, untuk memulai perjalanan panjang. Selain terkenal di laut, kehidupan kemakmuran agrarisnya, juga sama yang terjadi di Kalingga Jawa, dimana pertanian terasering khas subak seperti di Bali, juga terdapat di sana, selain itu kebudayaan dan keagamaannya juga sangat kental tradisinya. Ini tercatat dalam berita China, Kalingga Jawa disebut hidupnya makmur dari hasil bercocok tanam, memiliki sawah berteras indah. Hidup mereka tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Ilmu perbintangan sudah dikenal dan dimanfaat dalam bercocok tanam. Karena dinyatakan telah hidup makmur, maka diperkirakan kerajaan Kalingga telah berlangsung lama di sana.
Tradisi Gong Budaya Kalinga
Para pedagang dan pelautnya dikenal sejarahnya sejak ratusan tahun sebelum masehi, sudah banyak melakukan perjalanan mancanegara ke Asia Tenggara untuk Perdagangan. Dalam sejarah hidup berbudaya dengan orang-orang Nusantara, di Jawa, Bali dan Sumatera mereka sudah mengenalnya dengan baik. Mereka di India memang dikenal hidup dengan keterbukaan dan keseragaman sikap dalam tradisi demokrasi negaranya.
Kelapa, gerabah, cendana, kain, kapur, beras, rempah-rempah, garam, cengkeh, labu, sarees sutra, daun sirih, buah pinang, gajah, dan batu mulia dan semi mulia adalah komoditi utama perdagangan. Kadang-kadang, bahkan wanita diizinkan untuk menavigasi sebagai Sadhabas. Pada akhirnya etnik Kalinga dari India, memang paling berperan dalam menyebarkan agama Buddha dan Hindu di Asia Timur dan Asia Tenggara. Selain itu, mereka kebanyakan memahami pengetahuan tentang arsitektur India, epik seperti Ramayana dan Mahabharata, menulis aksara Hindi dan mudah beradaptasi dalam kata-kata pinjaman Sansekerta di banyak bahasa Indo-China seperti Kamboja dan Nusantara.
Tari Buyung Sunda
Meski Kalinga pernah dihancurkan, namun dimasa lainnya, dimasa Raja Kharabvela, Kalinga yang berbeda dengan masa awal sebelum ditaklukkan Maurya, kembali berhasil kembali berjaya, mereka juga terus berkeliling dalam berdagang ke Sinhala (Sri Lanka), Burma (Myanmar), Siam (Thailand), Vietnam, Kamboja (Cambodia ), Malaysia, Kalimantan, Bali, Samudra (Sumatera) dan Jawa Dwipa (Jawa). Kepemimpinannya berhasil mengambil kembali wilayah Kalinga yang miskin menjadi kembali makmur, menjadi kerajaan maritim dengan rute perdagangan yang menguntungkan kemakmuran. Kalinga sempat berada di bawah kendali Magadha selama berkuasanya dinasti Nanda, setelah kemunduran dinasti Maurya. Tetapi kemudian berhasil merdeka dan keluar dari masa-masa sulitnya.
Riwayat Kalinga di India
Nama Kalinga muncul pada pemerintahan Raja Ashoka yang bergelar Raja Piyadasi selam tahun 269-232 SM, dan kemudian selama pemerintahan Raja Kharavela, dalam sejarah Kalinga dijaman sesudahnya. Kalinga dikatakan sebagai daerah yang mulia dan sejahtera terdiri kebebasan mencintai dan masyarakatnya sangat berbudaya. Kalinga Raya, juga dikenal sebagai Utkala adalah yang nama pertama dari negeri Bharata yang kini menjadi India. Dalam Perang Kurukshetra seperti yang digambarkan oleh Mahabharata, sebagai bagian dari bangsa kuno Kalinga ini. Mereka berjuang di sisi Kurawa dan Pandawa menghadapi Pangeran Nakula dalam pertempuran.
Kalinga memang dikenal sebuah kerajaan yang kuat, bahkan selama masa pemerintahan Ashoka, untuk itu berani menantang kekuatan kerajaan Magadha yang berada di bawah kendalinya. Ashoka menginvasi Kalinga sekitar 260 SM, mungkin untuk menghukum Kalinga karena menolak untuk menerima kedaulatannya, atau untuk sengketa kanal Nanda dan memungkinkan akses ke Magadha atas rute perdagangan timur.
Raja Ashoka, setelah pertempuran berdarah merebut tahta untuknya di Maurya, paska kematian Raja Bindusara, ayahnya sendiri. Ashoka benar-benar mencoba menaklukkan Kalinga. Dan Ashoka berhasil setelah perang yang kejam, Ashoka telah menaklukkan Kalinga, setelah delapan tahun penobatannya. Seratus lima puluh ribu rakyat Kalinga dideportasi, seratus ribu tewas dan mungkin lebih banyak lagi meninggal. Ia sungguh ingin menebus kegagalan Kakeknya, Raja Chandragupta II yang pernah dipukul mundur Kalinga. Pada periode selanjutnya, Perang Kalinga terjadi antara Raja Ashoka dan Raja Anantha Padmanabhan dari Kalinga.
Ashoka bersama kerajaan Maurya-nya dengan dibantu Magadha, berhasil mengalahkan Kalinga setelah pertempuran mengerikan. Kalinga kemudian dianeksasi ke kerajaan Magadha. Dikatakan bahwa pada masa setelah perang Kalinga, Sungai Daya di Bhubaneswar berubah merah dengan darah yang terbunuh; lebih dari 150.000 Kalinga prajurit dan sekitar 100.000 prajurit Maurya sendiri di antara mereka dibunuh. Ashoka telah melihat pertumpahan darah dengan mata sendiri dan merasa bahwa ia adalah penyebab kehancuran. Seluruh Kalinga dijarah dan dihancurkan.
Kemudian bahwa sekitar 100.000 orang tewas di pihak Kalinga yang nyatanya juga hampir sama jumlah tewasnya tentara Ashoka, meskipun orang-orang Kalinga percaya bahwa itu sangat dibesar-besarkan oleh Ashoka, seakan dianggap hanya untuk menutupinya saja. Meski dianggap seperti itu, Ashoka menunjukkan penuh dengan kesedihan dan penyesalan. Tanggapan Ashoka pada perang Kalinga dicatat dalam prasastinya. Mengakhiri peperangan apapun seusai Perang Kalinga, dan Ashoka menyatakan hasratnya untuk mengabdikan sisa hidupnya menegakkan Ahimsa (tanpa kekerasan) dan Dharma-Vijaya (kemenangan melalui Dharma).
Dan ini memang dilakukannya, setelah penaklukan Kalinga, Ashoka benar-benar mengakhiri ekspansi militer dan memimpin kerajaan lebih dari 40 tahun dengan damai, harmoni dan kemakmuran. Konsekuensinya telah mengubah pandangan Ashoka pada perang dan membawanya ke berjanji untuk tidak mengobarkan perang penaklukan. Sekarang Ashoka disebut sebagai Raja yang dicintai-oleh-para-Dewa merasa penyesalan yang mendalam karena telah menaklukkan Kalinga. Para-Dewa datang untuk merasakan kecenderungan kuatnya terhadap Dharma, cinta untuk Dharma dan untuk melaksanakan hidupnya dalam Dharma.
Menurut sejarah lisan, seorang wanita Kalinga mendekatinya dan berkata, bahwa tindakan Sang Raja yang telah mengambil darinya, ayah, suami, dan anak. Sekarang apa yang akan saya lakukan untuk hidupnya kemudian. Tergerak oleh kata-kata ini, dikatakan, bahwa Sang Raja tergerak pada ajaran Buddhisme, dan bersumpah untuk tidak pernah mengambil hidup lagi.
Pengaruh Kalinga di Jawa dan Bali
Kalingga sebelumnya adalah kerajaan yang raja pendirinya menganut Shiwa, dan Dapunta Syailendra juga sebelum menjadi berpengaruh dalam raja-raja di Nusantara, sebelumnya juga menganut Shiwa, lalu beralih ke Buddha. Sedangkan Dewi Simha, yang bernama Dewi Shanpula (Sampula) adalah putri seorang pendeta di wilayah Melayu, yang berhubungan dengan wilayah di Khotan, India. Ia dilahirkan tahun 611 M di sekitar wilayah yang disebut Musi Banyuasin.
Namun asumsi ini masih belumlah tuntas, apakah Syailendra adalah Maharaja Bhanu, Santanu atau Sailendra sendiri yang juga menjadi Raja Kalingga beristrikan Ratu Simha. Mengingat kedudukan Kalingga dalam dinasti-dinasti raja selanjutnya di Jawa Tengah (Mataram) hingga periode di Jawa Timur, kedudukan brahmana Hindu-Buddha Kaling di Jepara maupun Kaling di Dhaha yang dikenal menjadi pusat Buddhist di Jawa Timur, lalu brahmana Kaling di Kanjuruhan (Kanuruhan), semuanya amat dimuliakan atau dituakan setiap utusan-utusan yang mengisi kedudukan hormat dalam keagamaan kerajaan. Mereka dianggap sebagai keturunan raja-raja pendeta maupun berkerabat dekat dengan Sailendrawamsa dan brahamana-brahmana dari Kalingga India dimasa-masanya.
Pelabuhan kota di Jepara adalah Hujung Para, seperti yang ditemukan di wilayah pelabuhan bandar yang menggunakan kata Hujung, di semenanjung yang strategis dan mudah di jangkau oleh para pedagang dari India Timur Di pulau vulkanik ini, gunung Murya, sebelum meletus, adalah gunung tinggi yang berada ditengah pulau berbatasan dengan selat di Jepara. Dalam pelayaran, pelaut-pelaut Kalinga sangat mengenali ketinggian gunung ini dari kejauhan dilaut Jawa. Gunung Mehru (Mahameru) diserupakan simbolik pemujaan gunung Muria di Jepara. Raja Kartikyasimha disebut didharmakan digunung Mahameru yang merujuk keberadaan Gunung Muria diwilayah Kalingga, kerajaannya, dimungkinkan kedudukan candinya ada dikaki gunung Muria.
Dugaan ini yang mengisahkan jalur perdagangan pada masa lalu yang dilakukan dari Semarang β Demak langsung menuju Rembang dengan melalui selat sempit diantara dataran Jawa Tengah dan pulau Muria. Muria duduk samping gunung berapi Genuk yang lebih tua (ketinggian 670 m), tua terkikis struktur kubah lava Utara Muria. Telah diperkirakan meletus dashyat sebelum masehi atau letusan susulan diawal masehi, yang dimana bangsa Kaling sudah melakukan interaksi perdagangan di Jepara juga sebelum masehi. Asumsi menyebabkan semburan erupsi didorong deras oleh gelombang tsunami menyebabkan pulau Muria membuat dataran baru menutup selat, yang sekarang menjadi wilayah Pati, Kudus, Rembang dan Demak sekarang.
Meski apakah nama Muria, memang berkaitan dengan dinasti Maurya, (yang dilafal menjadi Mauria). Tapi sangat dimungkinkan tidak menggunakan nama dinasti Maurya yang menjadi musuh bangsa Kalinga saat itu. Sedangkan pertanda bangsa Kaling, terdapat nama Keling dan Juwana. Untuk imigran dari bangsa Yunan, sebelumnya mereka lebih menyebar di wilayah di pesisir Tanjung Putri, Lasem hingga Tuban, bahkan menyebar ke Hujung Galuh (Gresik dan Surabaya).
Raja Bhanu Narasimha yang memerintah kerajaan Kalingga selama 39 tahun (580-619) digantikan oleh putranya yang bernama Raja Santanu bergelar Raja Kirathasimha, yang beristrikan Dewi Wasundari (Bhadrawati) dan memerintah Kalingga di India selama 13 tahun (619-632). Dewi Wasundari adalah putri Prabhu Wasumurti dari kerajaan Kaling di Dhaha (595-606). Raja Kirathasimha (Kirathasingha) berpindah ke Jawa, dan menjadi raja di Kalingga Jawa dan berkuasa selama 16 tahun (632-648). Kedudukan Kalingga di Jawa kemudian digantikan oleh Kartikyasimha (Kartikeyasingha atau Sailendra?) atau Sang Mokteng Mahamerwacala yang kemudian memerintah selama 26 tahun (648-674). Ia juga merupakan keponakan dari raja pendeta pendiri kerajaan Sriwijaya.
Kartikyasimha memiliki dua orang istri, pertama Dewaniloka putri dari raja Kalingga pengganti ayahnya di India. Dari istrinya ini ia berputra Sang Bhuswara yang kemudian berpindah menjadi raja Kalingga (632-658) di India. Tahun 628 ia mempersunting Wasuwari atau Dewi Simha adalah cucu Prabhu Wasugeni dari kerajaan Kaling di Dhaha, yang salah satu puterinya menikah dengan silsilah keluarga pendeta di Melayu Sriboga. Prabhu Wasugeni menjadi raja di Kaling Dhaha selama 27 tahun (606-632). Ia beristri Dewi Paramita, putri raja Pallawa di India dan berputra Prabhu Wasudewa yang kemudian berkuasa di Dhaha selama 20 tahun (632-652).
Ketika baru memerintah selama delapan tahun, Kartikyasimha telah menjalin hubungan persahabatan maupun perdagangan dengan China dan sering mengirim utusan ke sana. Setelah Kartikyasimha mangkat, ia digantikan oleh Ratu Simha yang bergelar Sri Maharani Mahisasuramardini Satyaputikeswara dan berkuasa selama 21 tahun (674-695). Kartikeyasimha dijuluki Sang Lumah i Mahameru (yang didharmakan di Gunung Mahameru)
Ratu Simha mangkat 3 tahun kemudian, yaitu tahun 695 M. Dari perkawinannya dengan Kartikeyasimha, ia memiliki dua orang anak, yaitu Dewi Parwati Tunggalpratiwi yang kemudian diperistri oleh Rahyang Mandiminyak raja Galuh (702-709), putra dari raja Galuh sebelumnya Rahyang Resi Wretikandayun, dan Radiyah Narayana menikah dengan putri Jayasinghanagara, Raja di Kanjuruhan, Jawa Timur. Sebelum mangkat, Kerajaan Kalingga di Jawa tengah memiliki dua wilayah. Di Kalingga bagian utara dirajai oleh Parwati, 695 M-716 M. Di Kalingga bagian selatan dirajai oleh Narayana, adik Parwati, yang bergelar Iswarakesawa Lingga Jagatnata Buwanatala, 695 M-742 M). Batas dua kerajaan adalah sebelah timur Paralor Progo dan Cilotiran.
Radiyah Narayana kemudian diteruskan oleh Dewasimha atau Prabhu Iswaralingga Jagatnata yang memerintah selama 18 tahun (742-760). Dewasingha mempunyai dua orang anak, yang laki-laki bernama Limwana atau Prabhu Gajayanalingga Jagatnata dan yang perempuan bernama Dewi Sudhiwara yang kemudian diperistri oleh Ratu Sanjaya.
Sanjaya menikah dengan puteri Raja Sunda Tarusbawa, yakni Teja Kencana. Ia kemudian mewarisi tahta di Sunda. Selain itu Ia berhasil merebut tahta ayahnya di Galuh dari Purbasora. Kemudian menikahi pula Dewi Sudhiwara pewaris di Kalingga. Perkawinan mereka adalah perkawinan antara sesama cicit Ratu Simha. Dari perkawinannya dengan Dewi Sudhiwara, Sanjaya mendapat hak waris sebagai raja di Kalingga, sekaligus di Sunda dan Galuh. Tetapi Kalingga diberikan kepada adik Sanjaya, sedangkan Sunda diberikan kepada anak dari perkawinannya dengan Teja Kencana.
Wanita Kalinga
Lalu Galuh diberikan kepada putera dari Purbasora. Sanjaya memilih menguasai Kalingga bagian selatan yang kelak menjadi Bhumi Mataram. Mendirikan kerajaan baru yang berdiri sendiri, kemudian diteruskan tahtanya dengan anak dari perkawinan dengan Dewi Sudhiwara, yang bernama Rakai Panangkaran yang lahir tahun 717 M. Dialah yang di kemudian hari mendirikan candi-candi di Jawa Tengah. Pada tahun 754, Raja Dewasimha di Kanjuruhan digantikan oleh adik Dewi Sudhiwara, Rakryan Limwana atau Gajayanalingga Jagatnata. Istananya diberi nama Linggapura yang berkuasa selama 29 tahun (760-789). Gajayana beristrikan Dewi Setrawati, anak pribumi di Kanjuruhan. Memiliki putri bernama Satyadarmika yang menikah dengan Radyah Sangkhara atau Rakai Panangkaran Sri Maharaja Tejahpurnapana Panangkarana (disebut permatanya Syailendrawamsa), pengganti Sanjaya sebagai raja Mataram di Jawa Tengah (754-782). Dari pernikahan itu lahirlah Radyah Panunggalan. Rakai Panunggalan yang nama nobatnya Rakai Panunggalan Bhimaparakrama Linggapawitra Jawabhumandala berkuasa di Jawa Tengah, yaitu di daerah Mamratipura (Medang) selama 18 tahun (782-800).
Namun dipastikan keadaan Kalingga di Utara, menyebabkan ada masa sejarah telah ditinggalkan berpindah ke Jawa Timur (bergabung dengan kerabatnya di Kanjuruhan maupun Kaling di Dhaha) dan Bali (menetap diwilayah Blahbatuh hingga Goa Gajah dan sekarang di desa Budakeling, Karang Asem) yang diduga terjadi erupsi kembali Gunung Muria maupun mahapralaya di Jawa. Karena pada masa-masa akhir abad 8, tidak diketahui keberadaan sejarah Kalingga di Utara (Jepara).
Wanita Bali
Menurut sejarah, Ratu Shima, yang telah menjadi janda itu, kemudian sempat dilamar oleh Sri Jayanasa, raja Sriwijaya, namun ditolak. Ia juga tidak senang pada raja itu yang telah melakukan serangan menyerbu Melayu Sriboja, yang berhubungan dengan kakak dari ayah suaminya. Karena alasan itu, pada tahun 686 masehi, Sri Jayanasa bermaksud menyerang Kalingga. Mengetahui rencana ini, Maharaja Tarusbawa, raja Sunda, turun tangan dan mengirim surat kepada Sri Jayanasa bahwa ia tidak setuju dengan rencana itu. Alasannya adalah agar jangan timbul kesan bahwa gara-gara pinangannya ditolak oleh Ratu Sima, maka Sri Jayanasa hendak menyerbu Kalingga. Sri Jayanasa terpaksa menyetujui usul Tarusbawa, yang juga adalah saudaranya sendiri. Kapal-kapal Kalingga, yang waktu itu sempat ditahan, dilepaskan setelah hartanya dirampas.
Berita tentang Ratu Simha yang adil beserta negerinya yang makmur dan rakyatnya yang jujur telah terdengar sampai Raja Ta-che di China. penasaran kenapa kerajaan Holing (Kalingga) bisa begitu terkenal akan kejujurannya hingga sampai terdengar di China yang terbilang sangat jauh dari Jawa. Utusan Raja Ta-che diperintah untuk menaruh pundi-pundi emas secara diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar. Berhari-hari, berbulan-bulan, hingga sampai tiga tahun pundi-pundi itu ternyata tetap di tempat semula tak ada yang menyentuh apalagi memindahkannya. Hingga suatu hari anak tertua dari Ratu Simha saat berjalan melewati pasar, tak sengaja kakinya menyenggol pundi-pundi tersebut. Salah seorang (pengawas utusan) melihat kejadian tersebut, lalu melaporkan kepada pemerintah kerajaan akan kejadian tersebut. Segera setelah mendapatkan laporan tersebut Ratu Simha langsung memerintahkan hukuman mati kepada pelakunya, yang tak lain adalah anaknya sendiri. Beberapa Patih kerajaan tidak setuju dengan keputusan Ratu Shima. Mereka mengajukan pembelaan untuk Sang Putranya
Pembelaan mereka yaitu, Sang Putranya menyenggol pundi-pundi tersebut karena tidak sengaja dengan kakinya, maka lebih baik cukup kakinya saja yang dipotong, tidak perlu dihukum mati karena tidak ada unsur kesengajaan. Setelah melalui perdebatan yang panjang, Ratu Shima menyetujui pembelaan dari Patih kerajaan. Sang Putra Mahkota pun akhirnya hanya dihukum potong jari dari kaki yang telah menyenggol pundi-pundi tersebut. Akhirnya utusan Raja Ta-che kembali ke china setelah melihat kebenaran tentang adilnya Ratu Shima yang mau menghukum anaknya yang telah melakukan kesalahan dan kejujuran rakyat Holing (Kalingga) yang benar-benar luar biasa.
Konsep membangun candi Di Hyang (Dieng) sudah digagas oleh Ratu Simha, dan dilanjutkan kemegahan bangunanannya oleh Ratu Sanjaya, terdapat banyak beberapa candi di kawasan Dieng, seperti Candi Gatotkacha di bukit Pangonan, Candi Dwarawati di kaki Gunung Prahu, dan Candi Bima yang merupakan candi terbesar di Dieng.
Catatan dalam Prasasti Tukmas, menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Serayu (Sarayu, dalam bahasa Devanagari atau Kota Dewa) adalah sungai kuno yang mengalir di daerah yang kini disebut Uttar Pradesh di India. Sungai ini merupakan satu dari tujuh mata air yang disucikan (sungai Gangga, sungai Sindhu, sungai Saraswati, sungai Wipasa, sungai Kausika, sungai Yamuna, dan sungai Serayu). Sungai Sarayu di India juga memainkan peran penting untuk kota dan kehidupan Ayodhya, dan menurut wiracarita Hindu Ramayana, sungai ini adalah tempat Rama, Awatara ketujuh Wishnu memasukkan dirinya untuk kembali ke bentuk abadinya, bentuk Mahawisnu ketika ia mengundurkan diri dari takhta Kosala. Sarayu juga merupakan sungai, dimana tepinya adalah tempat Raja Rama lahir.
Penulis & Penyunting: indraprabujati
Referensi tulisan:
Encyclopaedia of the aivism, Volume 1, Sarup & Sons, 2004
https://en.wikipedia.org/wiki/Kalinga_War
Maharani Shima β http://www.kompasiana.com/gusble ... d6da333115b7c8b45de
http://pustaka-s.blogspot.com/2014/12/kerajaan-kalingga.html
Munoz, Paul Michel, 2006. Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet. hlm. pages 171. ISBN 981-4155-67-5.
IPS Terpadu Kelas VII SMP/MTs, Penerbit Galaxy Puspa Mega:Tim IPS SMP/MTs.
http://www.historyfiles.co.uk/MainFeaturesFarEast.htm
http://my_sarisari_store.typepad ... bal-tattoos/page/2/
id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Muria
http://www.volcanodiscovery.com/id/muria.html
Catatan Kaki:
Catatan I-Tsing tahun 664-665 M menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain memuat cerita tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana dalam agama Buddha Hinayana.
Prasasti Tukmas, Prasasti ini ditemukan di Desa Dakwu daerah Grobogan, Purwodadi di lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
Diunggah ulang dari blog edwindramora.wordpress.com
Foto ilustrasi artikel adalah foto Candi Bubrah
TAGS: BUDDHACANDICANDI BUBRAHCATATAN ASINGINDIAKALINGGA
POST A COMMENT
|
|
|
|
|
|
|
|
@Syd leh ckp Minang....leluhur sana...
@kecimpret leh ckp jawa....leluhur sana
|
|
|
|
|
|
|
|
@Syd leh ckp Minang....leluhur sana...
@kecimpret leh ckp jawa....leluhur sana
|
|
|
|
|
|
|
|
@Syd leh ckp Minang....leluhur sana...
@kecimpret leh ckp jawa....leluhur sana
|
|
|
|
|
|
|
| |
|