CARI Infonet

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

123Next
Return to list New
View: 8176|Reply: 53

KENALI AKAR KEBENARAN AKIDAH ASYAIRIYAH

[Copy link]
Post time 4-2-2019 11:32 AM | Show all posts |Read mode


Pernyataan Ulama Tentang Kebenaran Akidah Asy’ariyyah Sebagai Akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
.
Sesungguhnya al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Imam Abu Manshur al- Maturidi tidak datang dengan membawa ajaran atau faham baru. Keduanya hanya menetapkan dan menguatkan segala permasalahan-pemasalahan akidah yang telah menjadi keyakinan para ulama Salaf sebelumnya.
Artinya, keduanya hanya memperjuangkan apa yang telah diyakini oleh para sahabat Rasulullah.
Al-Imam Abu al-Hasan memperjuangkan teks-teks dan segala permasalahan yang telah berkembang dan ditetapkan di dalam mazhab asy-Syafi’i, sementara al-Imam Abu Manshur memperjuangkan teks-teks dan segala permasalahan yangtelah berkembang dan ditetapkan di dalam mazhab Hanafi.
Dalam perjuangannya, kedua Imam agung ini melakukan bantahan-bantahan dengan berbagai argumen rasional yang didasarkan kepada teks-teks syari’at terhadap berbagai faham firqah yang menyalahi apa yang telah digariskan oleh Rasulullah.
Pada dasarnya, perjuangan semacam ini adalah merupakan jihad hakiki, karena benar-benar memperjuangkan ajaran-ajaran Rasulullah dan menjaga kemurnian dan kesuciannya.
Para ulama membagi jihad kepada dua macam.
Pertama; Jihad dengan senjata (Jihad Bi as-Silah), kedua; Jihad dengan argumen (Jihad Bi al-Lisan).
Dengan demikian, mereka yang bergabung dalam barisan al-Imam al-Asy’ari dan al-Imam al-Maturidi pada dasarnya melakukan pembelaan dan jihad dalam mempertahankan apa yang telah diyakini kebenarannya oleh para ulama Salaf terdahulu.
Dari sini kemudian setiap orang yang mengikuti langkah kedua Imam besar ini dikenal sebagai sebagai al-Asy’ari dan sebagai al-Maturidi.
Al-Imam Tajuddin as-Subki (w 771 H) dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah mengutip perkataan al-Imam al-Ma’ayirqi; seorang ulama terkemuka dalam mazhab Maliki, menuliskan sebagai berikut:
“Sesungguhnya al-Imam Abu al-Hasan bukan satu-satunya orang yang pertama kali berbicara membela Ahlussunnah.
Beliau hanya mengikuti dan memperkuat jejak orang-orang terkemuka sebelumnya dalam pembelaan terhadap mazhab yang sangat mashur ini.
Dan karena beliau ini maka mazhab Ahlussunnah menjadi bertambah kuat dan jelas.
Sama sekali beliau tidak membuat pernyataan- pernyataan yang baru, atau membuat mazhab baru.
Sebagaimana telah engkau ketahui, bahwa mazhab para penduduk Madinah adalah mazhab yang dinisbatkan kepada al-Imam Malik, dan siapapun yang mengikuti mazhab penduduk Madinah ini kemudian disebut seorang yang bermazhab Maliki (Maliki).
Sebenaranya al-Imam Malik tidak membuat ajaran baru, beliau hanya mengikuti ajaran-ajaran para ulama sebelumnya.
Hanya saja dengan adanya al-Imam Malik ini, ajaran-ajaran tersebut menjadi sangat formulatif, sangat jelas dan terang, hingga kemudian ajaran-ajaran tersebut dikenal sebagai mazhab Maliki, karena disandarkan kepada nama beliau sendiri.
Demikian pula yang terjadi dengan al-Imam Abu al-Hasan.
Beliau hanya memformulasikan dan menjelaskan dengan rincian-rincian dalil tentang segala apa yang di masa Salaf sebelumnya belum diungkapkan”.
Kemudian al-Imam Tajuddin as-Subki juga menuliskan sebagai berikut:
“Kaum Malikiyyah (orang-orang yang bermazhab Maliki) adalah orang-orang yang sangat kuat memegang teguh akidah Asy’ariyyah.
Yang kami tahu tidak ada seorangpun yang bermazhab Maliki kecuali ia pasti seorang yang berakidah Asy’ari.
Sementara dalam mazhab lain (selain Maliki), yang kami tahu, ada beberapa kelompok yang keluar dari mazhab Ahlussunnah ke mazhab Mu’tazilah atau mazhab Musyabbihah.
Namun demikian, mereka yang menyimpang dan sesat ini adalah firqah-firqah kecil yang sama sekali tidak berpengaruh”.
Masih dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyyah, al-Imam Tajuddin as-Subki juga menuliskan sebagai berikut:
“Aku telahmendengar dari ayahku sendiri, asy-Syaikh al-Imam (Taqiyuddin as- Subki) berkata bahwa risalah akidah yang telah ditulis oleh Abu Ja’far ath- Thahawi (akidah Ahlussunnah yang dikenal dengan al-‘Aqîdah ath-Thahawiyyah) persis sama berisi keyakinan yang diyakini oleh al-Asy’ari, kecuali dalam tiga perkara saja.
Aku (Tajuddin as-Subki) katakan:
Abu Ja’far ath-Thahawi wafat di Mesir pada tahun 321 H, dengan demikian beliau hidup semasa dengan Abu al- Hasan al-Asy’ari (w 324 H) dan Abu Manshur al-Maturidi (w 333 H).
Dan saya tahu persis bahwa orang-orang pengikut mazhab Maliki semuanya adalah kaum Asy’ariyyah, tidak terkecuali seorangpun dari mereka.
Demikian pula dengan para pengikut mazhab asy-Syafi’i, kebanyakan mereka adalah kaum Asy’ariyyah, kecuali beberapa orang saja yang ikut kepada mazhab Musyabbihah atau mazhab Mu’tazilah yang telah disesatkan oleh Allah.
Demikian pula dengan kaum Hanafiyyah, kebanyakan mereka adalah orang-orang Asy’ariyyah, sedikitpun mereka tidak keluar dari mazhab ini kecuali beberapa saja yang mengikuti mazhab Mu’tazilah.
Lalu, dengan kaum Hanabilah (para pengikut mazhab Hanbali), orang-orang terdahulu dan yang terkemuka di dalam mazhab ini adalah juga kaum Asy’ariyyah, sedikitpun mereka tidak keluar dari mazhab ini kecuali orang-orang yang mengikuti mazhab Musyabbihah Mujassimah.
Dan yang mengikuti mazhab Musyabbihah Mujassimah dari orang-orang mazhab Hanbali ini lebih banyak dibanding dari para pengikut mazhab lainnya”.
Al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam mengatakan bahwa sesungguhnya akidah Asy’ariyyah telah disepakati (Ijma’) kebenarannya oleh para ulama dari kalangan mazhab asy-Syafi’i, mazhab Maliki, mazhab Hanafi, dan orang-orang terkemuka dari kalangan mazhab Hanbali.
Kesepakatan (Ijma’) ini telah dikemukan oleh para ulama terkemuka di masanya, di antaranya oleh pemimpin ulama mazhab Maliki di zamannya; yaitu al-Imam Amr ibn al-Hajib, dan oleh pemimpin ulama mazhab Hanafi di masanya; yaitu al-Imam Jamaluddin al-Hashiri.
Demikian pula Ijma’ ini telah dinyatakan olehpara Imam terkemuka dari mazhab asy-Syafi’i, di antaranya oleh al-Hafizh al-Mujtahid al-Imam Taqiyyuddin as-Subki, sebagaimana hal ini telah telah dikutip pula oleh putra beliau sendiri, yaitu al-Imam Tajuddin as-Subki.
Salah seorang ulama besar dan sangat terkemuka di masanya, yaitu al-Imam Abu al-Abbas al-Hanafi; yang dikenal dengan sebutan Qadhi al-Askari, adalah salah seorang Imam terkemuka di kalangan ulama mazhab Hanafi dan merupakan Imam terdahulu dan sangat senior hingga menjadi rujukan dalam disiplin Ilmu Kalam.
Di antara pernyataan Qadhi al-Askari yang dikutip oleh al-Hafizh Ibn Asakir dalam kitab Tabyîn Kadzib al-Muftarî adalah sebagai berikut:
menemukan kitab-kitab hasil karya Abu al-Hasan al-Asy’ari sangat banyak sekali dalam disiplin ilmu ini (Ilmu Usuluddin), hampir mencapai dua ratus karya, yang terbesar adalah karya yang mencakup ringkasan dari seluruh apa yang beliau telah tuliskan. Di antara karya-karya tersebut banyak yang beliau tulis untuk meluruskan kesalahan madzhab Mu’tazilah.
Memang pada awalnya beliau sendiri mengikuti faham Mu’tazilah, namun kemudian Allah memberikan pentunjuk kepada beliau tentang kesesatan-kesesatan mereka.
Demikian pula beliau telah menulis beberapa karya untuk membatalkan tulisan beliau sendiri yang telah beliau tulis dalam menguatkan mazhab Mu’tazilah terhadulu.
Di atas jejak Abu al-Hasan ini kemudian banyak para pengikut madzhab asy-Syafi’i yang menapakkan kakinya. Hal ini terbukti dengan banyaknya para ulama pengikut mazhab asy-Syafi’i yang kemudian menulis banyak karya teologi di atas jalan rumusan Abu al-Hasan”.
Al-Imam al-Hafizh Muhammad Murtadla az-Zabidi (w 1205 H) dalam pasal ke dua pada Kitab Qawa-id al-‘Aqa-id dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqîn Bi Syarh Ihya’ ‘Ulûm ad-Dîn, menuliskan sebagai berikut: “Jika disebut nama Ahlussunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah kaum Asy’ariyyah dan kaum Maturidiyyah”.
Asy-Syaikh Ibn Abidin al-Hanafi (w 1252 H) dalam kitab Hasyiyah Radd al- Muhtar ‘Ala ad-Durr al-Mukhtar, menuliskan:
“Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah kaum Asy’ariyyah dan Maturidiyyah”.
Asy-Syaikh al-Khayali dalam kitab Hasyiyah ‘Ala Syarh al-‘Aqa’id menuliskan sebagai berikut: “Kaum Asy’ariyyah adalah kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah. Madzhab ini sangat mashur di wilayah Khurrasan (Iran), Irak, Syam (Siria, Lebanon, Yordania, dan Pelestina), dan di berbagai penjuru dunia.
Adapun di wilayah seberang sungai Jaihun (Bilad Ma Wara’ an-Nahr) Ahlussunnah lebih dikenal sebagai kaum al- Maturidiyyah; para pengikut al-Imam Abu Manshur al-Maturidi”.
Asy-Syaikh al-Kastuli al-Hanafi (w 901 H) juga dalam kitab Hasyiah ‘Ala Syarh al- ‘Aqa-id menuliskan:
“Yang dikenal sangat mashur sebagai Ahlussunnah di wilayah Khurrasan, Irak, Syam, dan di berbagai penjuru dunia adalah kaum Asy’ariyyah; para pengikut al- Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari.
Beliau adalah orang yang pertama kali menentang faham-faham Ali al-Jubba’i (pemuka kaum Mu’tazilah) dan keluar dari madzhabnya. Al-Imam al-Asy’ari kemudian kembali kepada jalan sunnah, jalan yang telah digariskan oleh Rasulullah, setelah sebelumnya ikut faham al-Jubba’i.
Dan maksud dari al-Jama’ah adalah para sahabat Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti mereka.
Adapun di wilayah seberang sungai Jaihun, Ahlussunnah lebih dikenal sebagai kaum al-Maturidiyyah, para pengikut al-Imam Abu Manshur al- Maturidi.
Perbedaan antara keduanya hanya dalam beberapa masalah saja yang bukan dalam masalah-masalah prinsip.
Karena itu kedua kelompok ini tidak pernah saling menyesatkan satu sama lainnya hanya karena perbedaan tersebut”.
Harab kalian belajar sejarah kebenaran aQidah asy'ariyyah.


Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 12-2-2019 01:38 PM | Show all posts
Al-Asya'irah dan al-Maturidiah selaku aliran Ilmu Kalam maka Manhaj mereka dalam mengambil dalil dan menetapkan akidah adalah berdasarkan Akal bukan Wahyu.

1. Mendahulukan Akal atas Naqal
Apabila berlaku pertembungan antara akal dengan naqal (Wahyu), maka menurut mereka hendaklah didahulukan akal

2. Nas-nas Wahyu Tidak memberikan Faedah Yakin dan Ilmu.
Menurut al-Asya'irah dan Al-Maturidiah, Akidah Islam hanya tsabit dengan akal, bukan dengan naqal kerana naqal di sisi mereka adalah nas-nas yang bersifat zanni (sangkaan) bukan Yakin berbeza dengan akal (yakni akal memberikan keyakinan).

3. Hadis Ahad Tidak Menjadi Hujjah Yaqini
Di sisi Ahli Kalam, al-Asya'irah dan al-Maturidiah; Hadis-hadis Ahad tidak memberikan hujah dalam urusan akidah kerana ia hanya memberikan dalalah (petunjuk) zanni (tidak pasti).

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 12-2-2019 03:06 PM | Show all posts
https://www.facebook.com/drzulmu ... y/1097713493701962/

KENYATAAN MEDIA : MERUJUK KEPADA SALAH FAHAM TENTANG ILMU KALAM DI DALAM BUKU IRSYAD AL-FATWA

Pihak Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan (PMWP) mengambil maklum penularan keratan-keratan daripada buku Irsyad al-Fatwa wa al-Ahkam (7 Jilid) yang memiliki pernyataan yang boleh disalahtafsir sebagai mengecam tradisi ilmu kalam secara umum dalam pengajaran aqidah Islam. Sebenarnya, pernyataan tersebut secara terperincinya merujuk kepada ilmu kalam yang menyeleweng daripada al-Quran dan al-Sunnah, dan daripada kaedah bahasa Arab yang betul, seperti yang dipelopori oleh golongan Mu`tazilah dan ahli falsafah yang mengutamakan akal daripada nas-nas Syarak. Kami mengiktiraf bahawa dewasa ini istilah ilmu kalam sudah sebati gelaran merujuk kepada aliran ilmu kalam Ahlu Sunnah wa al-Jamaah yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan al-Asy`ari an Imam Abu Mansur al-Maturidi, rahimahumallah, yang menyusun dan mengemas hujah-hujah akli dan naqli untuk membanteras golongan bid’ah. Maka, istilah ini tidak lagi merujuk kepada golongan falsafah yang sesat seperti yang dinyatakan dalam keratan-keratan tersebut. Kami juga menyokong usaha semua pihak yang menggunakan ilmu kalam untuk melawan ajaran-ajaran sesat seperti ateisme moden dan ahli falsafah materialistik yang semakin membarah dan menjauhkan manusia daripada hidup bertuhan.
Justeru, kami berharap pernyataan ini dapat menjernihkan kembali suasana dan kami memohon maaf seandainya pernyataan tersebut telah disalahfahami sehingga boleh mengeruhkan hubungan sesama Muslim.

Akhukum fillah,
SS Datuk Dr. Zulkifli bin Mohamad al-Bakri
Mufti Wilayah Persekutuan
2 Jamadil Akhir 1439H bersamaan 18 Februari 2018M

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 12-2-2019 03:18 PM | Show all posts
Ahli Kalam itu mengambil falsafah Yunani Aristotle dan Socrates sebagai method nak kenal Tuhan, bagaimanakah ahli kalam nak lawan ahli falsafah.

Mengikut akal Aristotle, Tuhan itu tidak bertempat, bagaimanakah ahli Kalam beri'tiqad sama seperti Aristotle?



Reply

Use magic Report

Post time 12-2-2019 05:18 PM | Show all posts
Kilokahn replied at 12-2-2019 03:18 PM
Ahli Kalam itu mengambil falsafah Yunani Aristotle dan Socrates sebagai method nak kenal Tuhan, baga ...

itu manhaj yg lain tu, saya dah semak kandungan thread ini dengan pakar dan posting anda dianggap tidak benar.

Reply

Use magic Report

Post time 12-2-2019 05:19 PM | Show all posts
Kilokahn replied at 12-2-2019 03:18 PM
Ahli Kalam itu mengambil falsafah Yunani Aristotle dan Socrates sebagai method nak kenal Tuhan, baga ...

ilmu kalam sebagaimana yg dimurnikan oleh al ghazali etc mereka tak menolak tauhid etc. so, dengan apa yg saya faham dan penrnyataan mufti to saya agree to disagree.


Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 12-2-2019 10:17 PM | Show all posts
Kilokahn replied at 12-2-2019 01:38 PM
Al-Asya'irah dan al-Maturidiah selaku aliran Ilmu Kalam maka Manhaj mereka dalam mengambil dalil dan ...

hi

saudara boleh kongsikan tak sumber sumber petikan saudara daripada sumber yg primer  / utamam kat mana ilmu kalam ni dikatakan menyesatkan

kalau sudilah saya interested untuk melihat sumber itu, please?

thanks
Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 11:29 AM | Show all posts
Boleh. saya akan letak sikit hujah dari imam imam AsSyairah dan Maturidiyah sendiri seperti Fakhrurrazi dan Al-Ieji antara lain.  atau saya letak terus booklet pdf di google drive yang share di sini.

Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 13-2-2019 11:47 AM From the mobile phone | Show all posts
Kilokahn replied at 13-2-2019 11:29 AM
Boleh. saya akan letak sikit hujah dari imam imam AsSyairah dan Maturidiyah sendiri seperti Fakhrurr ...

Ade mane2 rujukan utama saudare pun x pe.
Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 12:32 PM | Show all posts
mbhcsf replied at 13-2-2019 11:47 AM
Ade mane2 rujukan utama saudare pun x pe.

http://www.academia.edu/17355292/Al-Asyairah_and_Al-Maturidiah boleh download direct di sini.




Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 12:50 PM | Show all posts
Imam al Syafiee juga mencemuh ahli kalam dan ilmu kalam:



















Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 01:03 PM | Show all posts
Manhaj Al-Asya'irah & Al-Maturidiah Dalam Aqidah:

Dalam Fasal ini, kita akan membentangkan Manhaj yang diikuti oleh Al-Asya'irah dan Al-Maturidiah dalam menetapkan Akidah mereka dan perbandingannya dengan Mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dipegang oleh Ulama Salafus Soleh.

Pertama: Manhaj Talaqqi

Manhaj Talaqqi dan Istidlal bermaksud: Methodologi yang digunakan untuk berinteraksi dengan dalil dan menetapkan sesuatu hukum atau iktiqad.

Al-Asya'irah dan al-Maturidiah selaku aliran Ilmu Kalam maka Manhaj mereka dalam mengambil dalil dan menetapkan akidah adalah berdasarkan Akal bukan Wahyu.

1. Mendahulukan Akal atas Naqal
Apabila berlaku pertembungan antara akal dengan naqal (Wahyu), maka menurut mereka hendaklah didahulukan akal sebagaimana dinyatakan oleh Fakhr al-Razi dalam Asas al-Taqdis:
اعلم أن الدلَّئل القطعية العقلية إذا قامت على ثبوث شيء ثم وجدنا أدلة نقلية يشعر ظاهرها بخلَف
ذلك فهناك لَّ يخلو الحال من أحد أمور أربعة إما أن يصدق مقتضى العقل والنقل فيلزم تصديق
النقيضيْ وهو محال وإما أن يبطل فيلزم تكذيب النقيضيْ وهو محال وإما أن يصدق الظواهر النقلية
ويكذب الظواهر العقلية وذلك باطل لأنه لَّ يمكننا أن نعرف صحة الظواهر النقلية إلَّ إذا عرفنا
بالدلَّئل العقلية إثبات الصانع وصفاته وكيفية دلَّلة المعجزة على صدق الرسول صلى الله عليه وسلم
وظهور المعجزات على محمد صلى الله عليه وسلم ولو جوزنا القدح فِ الدلَّئل العقلية القطعية صار
العقل متهما غير مقبول القول ولو كان كذلك لخرج أن يكون مقبول القول فِ هذه الأصول وإذا لم
15
نثبت هذه الأصول خرجت الدلَّئل النقلية عن كونها مفيدة فثبت أن القدح لتصحيح النقل يفضي إلى
القدح فِ العقل والنقل معا وإنه باطل ولما بطلت الأقسام الأربعة لم يبق إلَّ أن يقطع بَّقتضى الدلَّئل
العقلية القاطعة بأن هذه الدلَّئل النقلية إما أن يقال إنها غير صحيحة أو يقال إنها صحيحة إلَّ أن المراد
منها غير ظواهرها
Maksudnya: "Ketahuilah bahawa dalil-dalil akal yang pasti telah tegak (tsabit) dalam menetapkan sesuatu perkara kemudian kita dapati ada dalil-dalil Naqli (Wahyu) yang menunjukkan seolah-olah pada zahirnya menyalahi perkara itu (yakni yg telah tsabit dgn akal), maka ketiku itu tidak dapat tidak daripada empat keadaan:
Sama ada dibenarkan setiap apa yang ditunjukkan oleh Akal dan Naqal maka ini membawa kepada Pertentangan dan ini mustahil dan sama ada dibatalkan kedua-duanya dan membawa kepada mendustakan kedua-dua yang berlawan, ini juga mustahil. dan sama ada kita membenarkan zahir-zahir dalil Naqli dan mendustakan zahir dalil-dalil akal, dan tindakan itu batil kerana kita tidak mungkin dapat mengetahui kesahihan dalil-dalil naqli melainkan kita telah mengetahui melalui dalil-dalil akal menetapkan Wujudnya Pencipta, sifat-sifatNya, dan kaifiat petunjuk Mukjizat atas kebenaran Rasul s.a.w dan munculnya mukjizat pada Muhammad s.a.w.
Jika kita mengharuskan mempertikai dalil-dalil akal yang pasti, jadilah akal itu ditohmah tidak dapat diterima, dengan sebab itu ianya terkeluar daripada penerimaan dalam menetapkan prinsip-prinsip ini (menetapkan Kewujudan Tuhan dan Kebenaran Rasul) dan jika kita tidak menetapkan prinsip-prinsip ini maka dalil-dalil naqli juga tidak lagi memberi faedah maka tsabitlah bahawa mencela (dalil Akal) untuk membenarkan dalil-dalil naqli membawa kepada mencela dalil akal dan naqli sekaligus dan ianya juga batil.
Apabila telah batalnya empat perkara ini maka tidak ada yang tinggal melainkan hendaklah dipastikan dengan dalil-dalil akal yang pasti bahawa dalil-dalil Naqli ini sama ada tidak sahih atau ianya sahih tetapi zahirnya bukanlah yang dikehendaki …" (1/130)
Hasil daripada perkataan Fakhr al-Razi ini adalah; apabila berlawanan zahir nas-nas al-Quran dan al-Hadis dengan zahir Akal, maka hendaklah yang disalahkan adalah zahir nas-nas al-Quran dan al-Hadis dan dibenarkan dalil-dalil zahir akal lalu nas-nas zahir wahyu tadi hendaklah ditakwilkan atau ditafwidkan atau dikatakan ianya tidak sahih.

Mendahulukan akal atas wahyu meruapakan asal segala kefasadan dan kerosakan yang berlaku pada Iblis dan kaum musyrikin. Iblis menolak untuk mematuhi arahan ALLAH yang jelas dengan syubhat akal bahawa; Api lebih mulia daripada Air.

Kaum Musyrikin pula menolak untuk beriman dengan dakwah Rasul dengan alasan tidak masuk pada akal mereka ALLAH mengutuskan seorang manusia sebagai Rasul.
ALLAH berfirman dalam Surah al-Isra' ayat ke-61:
وَإِذْ قُ لْنَا لِلْمَلََئِكَةِ اسْجُدُوا لِِدَمَ فَسَجَدُوا إِلََّّ إِبْلِيسَ قَالَ أَأَسْجُدُ لِمَنْ خَلَقْتَ طِينًا
Maksudnya: "Dan (ingatkanlah peristiwa) ketika Kami berfirman kepada malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam"; maka mereka sujudlah melainkan iblis; ia berkata: "Patutkah aku sujud kepada (makhluk) yang Engkau jadikan dari tanah (yang di adun)?"
عن ابن سيرين قال: أول من قاس إبليس، وما عبدت الشمس والقمر إلَّ بالمقاييس
Maksudnya: "Daripada Ibn Sirin7 kata beliau: Yang terwal melakukan Qias adalah Iblis, dan tidaklah disembah matahari dan bulan melainkan dengan sebab qias-qias". [Tafsir Ibn Katsir, 3/393].
Kata al-Imam Ibn Katsir r.h: "dan dia (Iblis) melakukan qias yang rosak berlawanan dengan nas". [Tafsir, 3/392].

Mauqif Ahli Kalam ini berbeza dengan Salaf Soleh di mana mereka menyatakan:

1- Aqal yang waras tidak akan berlawan dengan Naqal yang Sahih

2- Apabila berlaku pertembungan antara Wahyu dan Aqal, ianya hanyalah pertembungan yang relative (nisbi) bukan hakiki dan puncanya adalah kelemahan akal kerana Wahyu tidak datang dengan perkara yang mustahil pada akal tetapi dengan perkara yang menghairankan akal.

3- Atas dasar itu hendaklah didahulukan wahyu dalam keadaan berlakunya pertembungan ini.
(Rujuk: Syarah al-Aqidah Al-Tahawiah, Ibn Abil Izz, 1/227 t. Al-Arnauth, Mukhtasar al-Sawa'iq al-Mursalah, m.s 95, cet Darul Hadis)

Kata Saidina Ali r.a:

اللَّهِ « لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الخُْفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلََهُ، وَقَدْ
» صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
Maksudnya: "Jika agama ini dibina atas pandangan (akal) tentulah bahagian bawah Khuf lebih utama untuk disapu daripada atasnya, sedangkan aku melihat Rasulullah s.a.w menyapu bahagian atas khuf". [Sunan Abu Daud, sahih].

Kata Imam Ahmad bin Hanbal r.h dalam Usul Al-Sunnah:
وَالسّنة تفسر الْقُرْآن وَهِي دَلََّئِل الْقُ رْآن وَلَيْسَ فِِ السّنة قِيَاس وَلََّ تضرب لََاَ الْأَمْثَال وَلََّ تدْرك
بالعقول وَلََّ الْأَهْوَاء إِنَََّّا هُوَ الإتباع وَترك الَْوى

Maksudnya: "dan Sunnah itu mentafsirkan al-Quran dan ia adalah petunjuk-petunjuk kepada Al-Quran dan tiada pada Sunnah itu Qiyas dan Tidak dibuat padanya perbandingan dan tidak dicapai dengan akal dan hawa nafsu tetapi ianya diperoleh dengan mengikut dan meninggalkan hawa nafsu".

Kata Al-Imam Ibn Abi Zamanin r.h:
اِعْلَمْ رَحِمَكَ اَللَّهُ أَنَّ اَلسُّنَّةَ دَلِيلُ اَلْقُرْآنِ ، وَأَن هََّا لََّ تُدْرَكُ بِالْقِيَاسِ وَلََّ ت ؤُْخَذُ بِالْعُقُولِ، وَإِنَََّّا هِيَ
فِِ اَلَِّتِّ بَاعِ لِلَْْئِمَّةِ وَلِمَا مَشَى عَلَيْهِ جمُْهُورُ هَذِهِ اَلْأُمَّةِ

Maksudnya: "Ketahuilah –semoga ALLAH merahmati kamu- bahawa Sunnah adalah dalil al-Quran dan ianya tidak dicapai dengan Qiyas dan tidak diambil dengan akal tetapi ianya diperoleh dengan mengikut para Imam dan apa yang telah disepakati atasnya Jumhur Umat ini (Salafus Soleh)".

Kata al-Imam Abul Muzaffar al-Sam'ani al-Syafii r.h:
وَاعْلَم أَن فصل مَا ب يَْننَا وَبَيْ المبتدعة هُوَ مَسْأَلَة الْعقل فَإِن هَُّم أسسوا دينهم على الْمَعْقُول
وَجعلُوا الَِّتِّ بَاع والمأثور تبعا للمعقول وَأما أهل السّنة قَالُوا الأَصْل الَِّتِّ بَاع والعقول تبع وَلَو كَانَ
أساس الدّين على الْمَعْقُول لَّستغنى الخْلق عَن الْ وَحْي وَعَن الْأَنْبِيَاء صلوَات الله عَلَيْهِم ولبطل
معنى الْأَمر وَالنَّ هْي ولقال من شَاءَ مَا شَاء

Maksudnya: "dan ketahuilah bahawa pembeza antara kita (Ahlus Sunnah wal Jamaah) dengan Ahli Bidaah adalah masalah: Akal, kerana mereka (Ahli Bidaah) mengasaskan agama mereka atas akal dan menjadikan al-Ittiba' (mengikut Rasul) dan al-Ma'thur (nas-nas wahyu) sebagai ikutan kepada akal, sedangkan Ahlus Sunnah berkata: "Yang asal adalah mengikut (kepada Wahyu) dan akal adalah ikutan baginya, jika agama ini di asaskan atas akal maka tentulah makhluk tidak memerlukan wahyu lagi dan tidak perlu kepada para Nabi solawatullahi 'alaihim dan akan batal semua makna perintah dan larangan dan akan berkata sesiapa sahaja akan apa sahaja yang hendak dia katakana.." [al-Instisar li Ashabil Hadis, 82].

Kata al-Imam Abu Jaafar al-Tahawi r.h:
وَكُلُّ مَا جَاءَ فِِ ذلك من الحديث الصحيح عن الرسول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَ هُوَ كَمَا قَالَ
وَمَعْنَاهُ عَلَى مَا أَرَادَ لَّ ندخل فِ ذلك متأوليْ بآرائناوَلََّ مُتَ وَهِِِّّيَْ بِأَهْوَائِنَا فَإِنَّهُ مَا سَلِمَ فِِ دِينِهِ
إِلََّّ مَنْ سَلَّمَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ولرسوله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَدَّ عِلْمَ مَا اشْتَبَهَ عَلَيْهِ إِلَى عَالِمِهِ
وَلََّ تَ ثْبُتُ قَدَمُ الْإِسْلََمِ إِلََّّ عَلَى ظَهْرِ التسليم والَّستسلَم

Maksudnya: "dan semua yang datang daripada Hadis yang sahih daripada Rasul s.a.w dalam perkara itu maka ianya sebagaimana yang dikatakan oleh baginda dan maknanya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh baginda, kita tidak memasuki padanya dengan mentakwil berdasarkan pandangan-pandangan kita, tidak pula berwaham (syak wasangka) dengan hawa nafsu kita kerana tidak sejahtera seseorang pada agamanya melainkan mereka yang menyerahkan (urusan agamanya) kepada ALLAH Azza wa Jalla dan kepada Rasul-Nya s.a.w dan mengembalikan ilmu dalam perkara yang dia keliru kepada yang mengetahuinya dan tidak akan tetap tapak kaki Islam melainkan atas belakang penyerahan dan menyerah (kepada ALLAH dan Rasul)".
Demikian dalam perkara ini, jelas bahawa Manhaj al-Asya'irah dan al-Maturidiah berlawanan dengan apa yang dinyatakan para Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 05:44 PM | Show all posts
Edited by mbhcsf at 13-2-2019 05:49 PM
Kilokahn replied at 13-2-2019 12:50 PM
Imam al Syafiee juga mencemuh ahli kalam dan ilmu kalam:

Tq, boleh type ke tajuk buku tu saudara sebab saya tak dapat baca sebab kesan watermark.

Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 09:18 PM | Show all posts
Edited by mbhcsf at 17-2-2019 01:00 PM
Kilokahn replied at 13-2-2019 01:03 PM
Manhaj Al-Asya'irah & Al-Maturidiah Dalam Aqidah:

Dalam Fasal ini, kita akan membentangkan Manhaj ...

Manhaj Al-Asya'irah & Al-Maturidiah Dalam Aqidah:

Dalam Fasal ini, kita akan membentangkan Manhaj yang diikuti oleh Al-Asya'irah dan Al-Maturidiah dalam menetapkan Akidah mereka dan perbandingannya dengan Mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dipegang oleh Ulama Salafus Soleh.
Pertama: Manhaj Talaqqi

Manhaj Talaqqi dan Istidlal bermaksud: Methodologi yang digunakan untuk berinteraksi dengan dalil dan menetapkan sesuatu hukum atau iktiqad.
Al-Asya'irah dan al-Maturidiah selaku aliran Ilmu Kalam maka Manhaj mereka dalam mengambil dalil dan menetapkan akidah adalah berdasarkan Akal bukan Wahyu.
Al-Asya'irah dan al-Maturidiah selaku aliran Ilmu Kalam maka Manhaj mereka dalam mengambil dalil dan menetapkan akidah adalah berdasarkan Akal bukan Wahyu.

1. Mendahulukan Akal atas Naqal
Apabila berlaku pertembungan antara akal dengan naqal (Wahyu), maka menurut mereka hendaklah didahulukan akal sebagaimana dinyatakan oleh Fakhr al-Razi dalam Asas al-Taqdis:
اعلم أن الدلَّئل القطعية العقلية إذا قامت على ثبوث شيء ثم وجدنا أدلة نقلية يشعر ظاهرها بخلَف
ذلك فهناك لَّ يخلو الحال من أحد أمور أربعة إما أن يصدق مقتضى العقل والنقل فيلزم تصديق
النقيضيْ وهو محال وإما أن يبطل فيلزم تكذيب النقيضيْ وهو محال وإما أن يصدق الظواهر النقلية
ويكذب الظواهر العقلية وذلك باطل لأنه لَّ يمكننا أن نعرف صحة الظواهر النقلية إلَّ إذا عرفنا
بالدلَّئل العقلية إثبات الصانع وصفاته وكيفية دلَّلة المعجزة على صدق الرسول صلى الله عليه وسلم
وظهور المعجزات على محمد صلى الله عليه وسلم ولو جوزنا القدح فِ الدلَّئل العقلية القطعية صار
العقل متهما غير مقبول القول ولو كان كذلك لخرج أن يكون مقبول القول فِ هذه الأصول وإذا لم
15
نثبت هذه الأصول خرجت الدلَّئل النقلية عن كونها مفيدة فثبت أن القدح لتصحيح النقل يفضي إلى
القدح فِ العقل والنقل معا وإنه باطل ولما بطلت الأقسام الأربعة لم يبق إلَّ أن يقطع بَّقتضى الدلَّئل
العقلية القاطعة بأن هذه الدلَّئل النقلية إما أن يقال إنها غير صحيحة أو يقال إنها صحيحة إلَّ أن المراد
منها غير ظواهرها


Maksudnya: "Ketahuilah bahawa dalil-dalil akal yang pasti telah tegak (tsabit) dalam menetapkan sesuatu perkara kemudian kita dapati ada dalil-dalil Naqli (Wahyu) yang menunjukkan seolah-olah pada zahirnya menyalahi perkara itu (yakni yg telah tsabit dgn akal), maka ketiku itu tidak dapat tidak daripada empat keadaan:
Sama ada dibenarkan setiap apa yang ditunjukkan oleh Akal dan Naqal maka ini membawa kepada Pertentangan dan ini mustahil dan sama ada dibatalkan kedua-duanya dan membawa kepada mendustakan kedua-dua yang berlawan, ini juga mustahil. dan sama ada kita membenarkan zahir-zahir dalil Naqli dan mendustakan zahir dalil-dalil akal, dan tindakan itu batil kerana kita tidak mungkin dapat mengetahui kesahihan dalil-dalil naqli melainkan kita telah mengetahui melalui dalil-dalil akal menetapkan Wujudnya Pencipta, sifat-sifatNya, dan kaifiat petunjuk Mukjizat atas kebenaran Rasul s.a.w dan munculnya mukjizat pada Muhammad s.a.w.
Jika kita mengharuskan mempertikai dalil-dalil akal yang pasti, jadilah akal itu ditohmah tidak dapat diterima, dengan sebab itu ianya terkeluar daripada penerimaan dalam menetapkan prinsip-prinsip ini (menetapkan Kewujudan Tuhan dan Kebenaran Rasul) dan jika kita tidak menetapkan prinsip-prinsip ini maka dalil-dalil naqli juga tidak lagi memberi faedah maka tsabitlah bahawa mencela (dalil Akal) untuk membenarkan dalil-dalil naqli membawa kepada mencela dalil akal dan naqli sekaligus dan ianya juga batil.
Apabila telah batalnya empat perkara ini maka tidak ada yang tinggal melainkan hendaklah dipastikan dengan dalil-dalil akal yang pasti bahawa dalil-dalil Naqli ini sama ada tidak sahih atau ianya sahih tetapi zahirnya bukanlah yang dikehendaki …" (1/130)
Hasil daripada perkataan Fakhr al-Razi ini adalah; apabila berlawanan zahir nas-nas al-Quran dan al-Hadis dengan zahir Akal, maka hendaklah yang disalahkan adalah zahir nas-nas al-Quran dan al-Hadis dan dibenarkan dalil-dalil zahir akal lalu nas-nas zahir wahyu tadi hendaklah ditakwilkan atau ditafwidkan atau dikatakan ianya tidak sahih.
Mendahulukan akal atas wahyu meruapakan asal segala kefasadan dan kerosakan yang berlaku pada Iblis dan kaum musyrikin. Iblis menolak untuk mematuhi arahan ALLAH yang jelas dengan syubhat akal bahawa; Api lebih mulia daripada Air.
_________________________________________________________________________________________________________________________________

Hujah balas daripada pernyataan saudara ( yg saya dapatkan daripada academician  dalam pemikiran Islam yg saya rujuk berkenaan sumber anda dan hujah anda)  

1. Mendahulukan Akal atas Naqal
Apabila berlaku pertembungan antara akal dengan naqal (Wahyu), maka menurutmereka hendaklah didahulukan akal


Ini tidak benar kerana penjelasan  di atasadalah tidak diambil dalam keseluruhan konteks: Kata2 Imam Fakhruddin al-Razibukan bermakna dahulukan akal ke atas wahyu.

Ia masalah khusus antara hujjah aqliyyah yg qat’i dengan zahir nas yang bukanqat’i (definitif/pasti kebenarannya), dalam keadaan ini, bukan semudahpertembungan antara akal dan naql (ayat/ hadith), maka hujjah aqliyyah yg qat’iperlu diambil dan bukan zahir nas yang tidak qat’i.

Contoh dlmayat disebut “tangan Allah” apakah ini bermakna Allah ada tangan? Tidak. Maknazahir tidak semestinya benar kerana dlm bahasa Arab *ada perkataan2 tertentu digunakan secara metafora, (majaz) yg dimaksudkan bukan maknazahir, dan mustahil dari segi akal Tuhan beranggota seperti makhlukNya, kerana itu bermakna tuhan berjisim, terbatas dsb. Maka perkataan tangan disitu perlu dita’wilkan menurut Asha’irah.

Tambahan: apabila disemak dalam teks Asal yang  Tuan nyatakan di atas  ( yang saya petik visual grafik dalam posting ini )   Imam Fakhruddin , sebenarnya  menetapkan 4 keadaan yang perlu dilihat dalam perbahasan mendalam tentang akal VS naqal, tapi yg nyata ASWJ Ashiariah tidak menolak kedua duanya dan keadaan di mana akal digunakan untuk mentakwilkan makna sesuatu dalil naqli perlu dilihat  secara spesifik.

Mohon  maaf ya, sumber bacaan Tuan yg lelain bukan daripada sumber utama



2. Nas-nas Wahyu Tidak memberikan Faedah Yakin dan Ilmu.
Menurut al-Asya'irah dan Al-Maturidiah, Akidah Islam hanyatsabit dengan akal, bukan dengan naqal kerana naqal di sisi mereka adalah nas-nas yang bersifat zanni (sangkaan) bukan Yakin berbeza dengan akal (yakniakal memberikan keyakinan).

Tidak ada  pertembungan seperti yang dinyatakan di atas kerana terdapat pernyataanyg dalil  naqal umpama  cahaya / cahaya matahari dan aqal dimisalkansebagai mata , jadi saling kaitan antara satu sama lain.
saya sertakan dalil dari hadis tentang sanggahan dakwaan no.2 dengan gunakan hadis yg  Tuan sertakan itu juga, jadi tak ada pun pertembungan dengan aqal dan naqal.
Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, iaberkata,

لَوْ كَانَالدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْأَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَىظَاهِرِ خُفَّيْهِ
“Jika sekiranya agama itu boleh diputuskandengan akal , nescaya menyapu di bawah khuf lebih logik dari menyapu di atasnya . Namun aku telah melihat  Nabi SAW menyapu bahagian atas dua khufnya” .(HR. Abu Daud no. 162. Ibnu Hajarmengatakan dalam Bulughul Marom bahwa sanad hadis ini hasan. SyaikhAl Albani mensahihkan  hadis ini).


3. Hadis Ahad Tidak Menjadi Hujjah Yaqini –
Di sisi Ahli Kalam, al-Asya'irah dan al-Maturidiah;Hadis-hadis Ahad tidak memberikan hujah dalam urusan akidah kerana ia hanyamemberikan dalalah (petunjuk) zanni (tidak pasti).
Telah dimaklumi yg perkhabaranmutawattir adalah perkhabaran yg jelas, nyata dan terang serta mutlakkesahihnan dan tanpa RAGU. Dan ia boleh dijejaki dengan pelbagai sumber ygbesar yg menyatakan perkara yg sama, jadi susah tentunya ia BENAR dan tanpaRAGU.  Contohnya hadis mutawattir  berkenaan mereka yang mendustakan rasulullahSAW:
Barang siapa yang sengaja berdustaatas namaku, maka tempat tinggalnya adalah neraka”.
Perkhabaran  yg bersifat sangkaan atau zanni  atau tidak pasti , sudah tentunya bolehdifikirkan mempunyai  nilai kebenaran danspekulatif oleh akal yg sihat. Dan begitu juga dengan status hadis ahad  ( yg sudah tentunya bukan mutawattir) .jadi,ada  penilaian dalam mengelaskan hadishadis tersebut  , penjelasan Asha’iriah berkenaan  hadis ahad adalah ia mengambil hadis yg sahihsahaja. Dan lagilah kuat hadis ahad itu sekiranya ia juga mempunyai implikasidalam peribadatan , yg semestinya berkait dengan akidah.

4. Ilmu kalam: susunan ilmu yangdigunakan untuk menegakkan aqidah agama dengan menggunakan hujah hujah aqalyang bersandarkan method Falfasah Yunani.

Sebenarnya, falsafahditakrifkan dengan kaedah berfikir, dan semestinya terdapat banyakdokumentasi  aplikasi  falsafah dalam penghujahan berkenaan akidah /tauhid sejak zaman Rasulullah saw , CUMANYA ia tidak dilabel falsafah.
Telah sedia maklum bahawa  ilmu itu  yg tidak dilabel sebagai ILMU KALAM  pada zaman tersebut namun aplikasi kaedahberfikir dan peneltian hujah adalah digelar falsafah.  Imam Al Ghazali bukan anti  falsafah atau anti sains dan beliau menerimasahaja apa apa unsur  pemikiran ygberkisarkan hikmah, keberanian, kesederhanan dan keadilan yg terdapat padaRepublik Plato CUMANYA imam Al Ghazali memurnikan falsafah itu daripada unsurunsur yang bertentangan dengan Islam. Contihnya soal kekadiman Alam dan  bab metafizik . Jadi bukanlah diambil cedokbulat , tetapi disaring  dengan teliti.Tentunya kita tahu bahawa Al Ghazali bukan saja memurnikan , menyaring tetapimenambah baik methods kaedah berfikir. Ini jelas dibuktikan dengan  penerbitan beliau  seperti Maqasid Al-falasifah, Al-Munqiz min aldhalal dan Tahafut Al-falasifah.


NOTA : Pelbagai rujukan dan bukan isi itu daripadaidea saya







Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 09:32 PM | Show all posts
Edited by mbhcsf at 13-2-2019 09:34 PM

Ramai orang Islam hari ini, khususnya sebahagian aktivis, tidak menyukai perbincangan yang tinggi-tinggi, kononnya ia terlalu mengawang ke langit tidak berpijak di bumi, ini menjadi alasan untuk meninggalkan perbahasan tentang pemikiran, tamadun, sejarah, falsafah dll. walhal perkara ini tiada dapat tidak bagi bangsa dan umat yang cemerlang. Ketahuilah sesungguhnya "Allah menyukai perkara yang tinggi-tinggi dan agung, dan tidak menyukai perkara yang rendah-rendah" (maksud hadith إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ مَعَالِيَ الأُمُورِ وَأَشْرَافَهَا وَيَكْرَهُ سَفْسَافَهَا ). Akibat kecenderungan ini ramai orang yang keliru dan ketinggalan dalam banyak hal.

https://www.facebook.com/khalif.muammar
Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 09:41 PM | Show all posts
mbhcsf replied at 13-2-2019 05:44 PM
Tq, boleh type ke tajuk buku tu saudara sebab saya tak dapat baca sebab kesan watermark.

Aqidah Imam Al-Shafi'i: I'tiqad Al-Imam Shafi'i

Penulis: Shaykh Al-Islam Ali bin Ahmad Al Hakkari
Pentahkik: Dr. Abd Allah bin Salih al Barrak
Penterjemah: Mohd Afiq Mohd Akhir

Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 13-2-2019 09:45 PM | Show all posts
Kilokahn replied at 13-2-2019 09:41 PM
Aqidah Imam Al-Shafi'i: I'tiqad Al-Imam Shafi'i

Penulis: Shaykh Al-Islam Ali bin Ahmad Al Hakka ...

terima kasih Tuan.
Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 10:09 PM From the mobile phone | Show all posts
Soalan : Tajuk kali ini berkisar kepada fahaman yg berpaksikan kpd apa? Adakah ianya semata2 fekah?

Kita sering membaca atau mendengar pelbagai jenis fahaman, soalnya kini, DIMANA TOKOH YG FAHAM KALIMAH LA ILAHAILLAH?

Ada kepelbagaian fahaman berkaitan kalimah "Allah". Ada yg berkatq makhluk dan ada yg berkata bukan makhluk. Soalnya, masing2 faham menurut taqwa ataupun tidak?

Adakah kalimah "Allah" itu makhluk? Jawapannya mudah sahaja, YA, jika ianya melibatkan kalimah, dan itulah pengertian Nama Kepunyaan-Nya. Harus diingat, bila kita membicarakan Allah itu bukanlah makhluk, makanya menerusi Allah, DIA ajarkan kalimah LA ILAHAILLAH "Tiada Kepunyaan-Nya selain Allah". Mengapa ianya berlaku sedemikian rupa? Ini kerana itulah ketetapan dari Allah untuk menjelaskan nama yg diajarkan oleh-Nya kpd sekelian makhluk itu BERBEZA berbanding kepunyaan-Nya jua.

Katakanlah saya taip sekali lagi kalimah ini "Allah", bukankah hakikatnya saya telah memakhlukkan Allah pada ketika ini?

Jawapannya mudah sahaja, DIALAH yang menguruskan segala hal samaada di langit mahupun dibumi, yg perlu faham adalah DIALAH yg bukan makhluk sedangkan DIALAH yang memakhlukkan segala2nya termasuklah akan nama-nama-Nya.

Untuk lebih faham, katakanlah awak itu tokey salah sebuah syarikat. Awak namakan syarikat itu dgn nama awak ye. Ramli And Co, sedangkan nama sebenar awak Ramli Sharip Dol. Makanya, semua yg berkaitan syarikat awak itu awak yg punya, dan awak itu ownernya. Sedangkan nama sebenar awak itu, awak yg punya jua.

Makanya, ramai yg kenal, Ramli And Co, akan tetapi tak kenal Ramli Sharip Dol. Macam mana nak kenal Ramli Sharip Dol? Gi le cari dia kan? Macam mana nak cari, sedangkan tak kenal? Kan dia tu ada syarikat Ramli And Co, gi le kesana dan terus mencari dan bertanya.

Begitulah caranya kita nak kenal Allah. Dan kerana itulah adanya Ihsan. Yakni menyembah Allah sepertimana melihat-Nya, dan jika tidak mampu, cukuplah tahu Allah melihat diri sendiri. Bertepatan dgn kalimah La Ilahaillah yg bermaksud "Tiada kepunyaan-Nya selain Allah (nama kepunyaan-Nya). Maksudnya? Apa jua perkara yg dilakukan TIDAK BOLEH ADA KEPENTINGAN SELAIN ALLAH. Barulah kita ini boleh berada dalam dua keadaan yg dinamakan Ihsan.

Bagaimana mana menyembah Allah seperti mana melihatnya? Mudah sahaja, semuanya yg diri kita perhatikan, itulah yg dinamakan "La Ilahaillah" dan sekiranya tidak mampu, cukuplah tahu Allah melihat akan dirimu dgn lafaz kalimah "La Ilahaillah.

Adakah ianya sukar? Tidaklah sukar. Akan tetapi hanya disukarkan bila hati hanya mengingati Ilahaillah.

Makanya, saya tidaklah ikut mana2 fahaman yg berpaksikan hanya pada kalimah Ilahaillah. Dan ingatlah, sendiri pilih, sendiri tanggung. Tiada daya upaya melainkan dgn izin Allah.

Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 10:14 PM | Show all posts
Kilokahn replied at 13-2-2019 09:41 PM
Aqidah Imam Al-Shafi'i: I'tiqad Al-Imam Shafi'i

Penulis: Shaykh Al-Islam Ali bin Ahmad Al Hakka ...

saya buat pembetulan frasa di atas , harap dimaklumi.
Reply

Use magic Report

Post time 13-2-2019 10:41 PM From the mobile phone | Show all posts
Mari bezakan semua jenis fahaman awak berbanding yg telah DIA beri fahamkan.

Saya ambil contoh gelas plastik, orang, meja, kerusi bangku dan sebagainya yg dinamakan makhluk. Allah swt pernah jelaskan, semua berasal dari satu. Dan Allah pernah jelaskan, sehingga sebesar zarrah mengenai iman. Zaman teknologi yg canggih kini, TERBUKTI semua benda2 yg dinamakan makhluk itu berasal dari asas yg sama yg dikenali sebagai nukleus di dalam atom. Dan pastilah ada sesuatu yg menguruskan semua itu sehingga Allah pernah menyatakan hal ehwal-Nya yg menguruskan semua perkara yg sebenar2nya.

Tugas manusia adalah apa? Allah utuskan manusia kedunia untuk memakmurkannya. Dan semestinya, Allah nyatakan juga, bila dtgnya petunjuk dari-Nya, maka ikutilah IA kan? Soalnya, yg kita faham mcm mana pula?

Bila manusia hanya diberikan hak utk memilih oleh-Nya, maka Allah jualah yg akan memberikan segala jenis amanah. Menurut semua fahaman yg wujud selama ini, amanah itu dtg dari Allah atau amanah itu sekadar amanah? Kekuatan merupakan amanah. Ilmu merupakan amanah dan sebagainya untuk diuruskan dgn cara "pilihan jua".

Contoh : kita nampak, ada org yg lebih berilmu berbanding diri kita mengenai-Nya, apakah patut kita berkata "saya pun tahu" sedangkan hakikatnya diri kita langsung tidaklah tahu? Lantas kita berkata, "kami dapati nenek moyang kami dah bagi kami faham semua itu: sedangkan sebelum itu, hakikatnya mendustakan Allah? Dimanakah penilaian seorg yg dinamakan berilmu sedangkan pernah mendustakan kesemua yg DIA pernah ajarkan?

Jika dulu kita tahu semua jenis fahaman yg pelbagai, boleh tentukan atau tidak, yang manakah dinamakan Taqwa kpd Allah sedangkan DIA lalaikan dgn makna "mendustakan Allah"?

Kalau kita nak berbicara perkara akar, makanya Allah jualah yg akan beri petunjuk kpd sesiapa yg DIA kehendaki. Soalnya, adakah yg kita faham selama ini ditunjukkan di dalam Alquran dan Sunnah atau sebaliknya? Jika benar ada asasnya, maka perlu kpd tanda "tidak mendustakan keterangan Allah" kan?

Cukuplah yg sedikit. Bagi saya, tajuk kali ini berat, dan berat itu hanya kpd yg tidak bergantung kpd Allah. Makanya, bergantunglah kpd Allah moga2 bertaqwa.

Wallahu'alam
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CARI Infonet

28-3-2024 05:30 PM GMT+8 , Processed in 0.102193 second(s), 52 queries .

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list