CARI Infonet

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

View: 38746|Reply: 226

Sufisme - antara kebenaran dan kesesatan..

[Copy link]
Post time 28-7-2005 11:06 AM | Show all posts |Read mode
Fahaman sufi....


Nama dan ajaran Sufisme tidak pernah dikenal atau ada pada masa kehidupan Rasul saaw, para shahabat dan Tabi'in. kemudian setelah itu muncul sekelompok orang zuhud yang mengenakan pakaian sangat sederhana yang disebut dengan shuf (kulit domba) dan dari situlah awal penamaan sufi. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa sufi berasal dari kata sufiya yang dalam buku-buku falsafah Yunani diartikan dengan hikmah.


Dari Abdullah bin Mas'ud ra. bahawa Nabi saaw. bersabda : Jangan berasa iri hari, kecuali kepada 2 orang, iaitu orang yang diberi Allah harta, kemudian dipergunakannya untuk yang hak, dan orang yang diberi Allah hikmah (ilmu yang baik), kemudian dipergunakannya (untuk yang hak) serta diajarkannya

Yang jelas munculnya nama baru ini ternyata membawa impak bagi kaum muslimin, dimana akhirnya ajaran Sufi ini pecah menjadi sekian banyak aliran (tharikat) dan sufi yang berkembang sekarang ini lebih banyak kebid'ahan dan pemyimpangannya dibanding pendahulunya. Berikut ini penjelasan syaikh Muhammad bin Jamil Zainu tentang beberapa pokok ajaran sufi beserta tinjauannya dari pandangan Al Qur'an dan Sunnah.

Ajaran sufisme memiliki tharikat yang sangat banyak, masing-masing mengdakwa bahwa tharikatnyalah yang paling benar. Padahal Al Qur'an melarang itu semua sebagaimana dalam firman Allah, artinya:

Ar Rum :31-32  "Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka."

Ajaran sufisme membolehkan berdoa kepada selain Allah, baik itu nabi, para wali yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Diantara mereka ketika beristighatsah ada yang mengucapkan: "Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani, Ya Rifai atau ya Nabi kepada-mulah kami bersandar dan minta pertolongan". Ini menyalahi firman Allah yang artinya:

"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". (QS. 10:106)

Ajaran sufisme meyakini adanya Abdal (wali badal), Aqthab (wali kutub) dan wali-wali lain yang diserahi oleh Allah mengatur segala urusan dan perkara di alam ini. Padahal orang-orang musyrik saja sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur'an mengetahui bahwa yang mengatur semua urusan adalah Allah.

Sebagian penganut sufisme meyakini wihdatul wujud (alam adalah satu kesatuan sebagai wujud Rabb), ittihad atau hulul (bersatunya hamba dengan rabb) sehingga tidak ada beda antara khaliq dan makhluk. Ajaran ini disebarkan oleh Ibnu Arabi yang dalam penggalan syairnya ia berkata: "Hamba adalah Rabb dan Rabb adalah hamba". (Al Futuhat Al Makiyyah , Ibnu Arabi). Ajaran ini sangat keterlaluan karena orang yang musyrik atau sangat bodoh sekalipun akan bisa membedakan dirinya dengan Rabb (Tuhan).

Sebagian kaum sufi mengajarkan zuhud dalam kehidupan, namun dengan cara meninggalkan sebab-sebab atau usaha dan jihad (berjuang) padahal Allah telah berfirman, artinya:

" Dan carilah pada apa yang telah dianu-gerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmat-an) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu." (QS. 28:77)


"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi." (QS. 8:60)

Tingkatan ihsan dalam sufi adalah ketika mereka berdzikir (kepada Allah), mereka membayangkan syaikh mereka bahkan ketika shalat pun demikian, tidak jarang diantara mereka yang menghadap gambar syaikhnya ketika shalat. Ini bertentangan dengan makna hadits Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah kita melihatNya.

Dalam tasawuf seseorang tidak boleh beribadah kepada Allah karena takut neraka dan karena mengharap surga. Padahal Allah memuji para Nabi yang berdoa kepadaNya karena mengharap surga dan karena takut akan SiksaNya. Firman Allah, artinya:

"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas."(QS. 21:90)

yakni mengharap surga dan cemas akan siksa dan adzab Allah.

Ajaran Sufisme membolehkan mengeraskan suara dalam do'a atau zikir dan terkadang diiringi alat musik dan disertai tari-tarian sedang Allah telah berfirman, artinya:

"Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. 7:55)

Sebagian kaum sufi tidak malu- malu menyebut nama khamar, mabuk, wanita dan jatuhcinta dalam syair-syairnya dan terkadang itu dibaca dalam acara-acara yang diadakan di masjid, sambil diiringi tepuk tangan dan teriakan-teriakan. Dalam Al Qur'an dijelaskan bahwa bertepuk tangan merupakan adat orang-orang musyrik dalam ibadah mereka. Firman Allah, artinya:

"Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu." (QS. 8:35)

Sebagian orang Sufi ada yang senang melakukan atraksi-atraksi tertentu, misalnya menusuk, memukul diri dengan besi lalu ia memanggil ya jaddah (wahai eyang) sehingga ia tidak sakit atau terluka. Sebagian orang jahil menyangka bahwa ini adalah karamah padahal tidak lain adalah istidraj (pemberian yang menjerumuskan).

Orang-orang Sufi meyakini metode kasyf untuk menyingkap perkara-perkara ghaib. Padahal tidak ada yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah sebagaimana Firman Nya, yang artinya:

"Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan." (QS. 27:65)

Orang Sufi berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam diciptakan oleh Allah dari NurNya. Kemudian dari Nur Muhammad diciptakan alam ini. Sedang Al Qur'an menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam adalah manusia biasa yag diberi wahyu, dalam artian bahwa beliau anak turun Nabi Adam yang diciptakan dari tanah dan terlahir melalui seorang ibu. Firman Allah, artinya:


"Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa". (QS. 18:110)
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 28-7-2005 11:13 AM | Show all posts
Kaum Sufi punya keyakinan bahwa dunia dan seisinya diciptakan karena Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam padahal Allah telah berfirman bahwa jin dan manusia diciptakan adalah untuk beribadah, yang artinya:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (QS. 51:56)

Ajaran Sufisme juga meyakini bahwa seseorang bisa melihat Allah ketika di dunia. Sedang Al Qur'an menyangkal semua ini. Sebagaimana kisah Nabi Musa yang ingin melihat Allah, artinya: " Rabb berfirman:

"Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihatKu, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". (QS. 7:143)

Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan.

Diantara orang Sufi ada yang mengaku bisa bertemu Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam (setelah beliau meninggal) dalam keadaan terjaga atau sadar penuh. Ini adalah sesuatu kedustaan, karena Al Qur'an menjelaskan bahwa alam barzah itu terdinding sehingga tidak mungkin orang yang telah meninggal kembali lagi ke dunia, Firman Allah, artinya:

"Dan di hadapan mereka(yang telah meninggal) ada dinding sampai hari mereka dibangkitan." (QS. 23:100)

Sebagian penganut tasawwuf ada yang mengaku bahwa ia mendapat ilmu langsung dari Allah tanpa melalui Rasul Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Ibnu Arabi mengatakan: "Dan dikalangan kami ada yang mengambil ilmu langsung dari Allah, maka ia menjadi pengganti Allah (khali-fatullah)."

Ini adalah ucapan yang batil, karena Al Qur'an menjelaskan bahwa perintah dan larangan Allah disampikan melalui RasulNya, sebagaimana firman-Nya, yang artinya:

"Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu." (QS. 5:67)

Kemudian seseorang tidak akan mungkin jadi pengganti Allah, karena Allah tidak akan bisa lupa atau terlengah dalam mengawasi makhlukNya, justru Allahlah yang menjadi pengganti dalam menjaga keluarga kita, ketika kita sedang safar (bepergian) oleh karena itu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam mengajarkan do'a:

"Ya Allah Engkaulah teman dalam safar dan pengganti dalam kelaurga." (HR. Muslim)

Kaum sufi merayakan maulid dengan berkumpul dan menamakannya Majlis Shalawat Nabi. Sebagian mereka beri'tiqad bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam datang dalam acara tersebut dan bisa menolong mereka.

Kebanyakan orang sufi bersusah payah menyiapkan bekal dan wang, sekedar untuk menziarahi kubur tertentu dan bertabaruk (mencari berkah) di sana, dan ada pula yang menyembelih binatang atau thawaf. Ini melanggar larangan Rasul Shallallaahu 'alaihi wa Salam, dalam sebuah sabdanya, yang artinya: "Tidak boleh bersusah payah menyiapkan bekal untuk berpergian kecuali ke tiga masjid : Masjidil Haram, Masjdku ini (Nabawi), dan Masjidil Aqsha." (Muttafaq 'Alaih). Yang dimaksud bepergian dalam hadits di atas adalah dalam rangka ibadah atau mendatangi tempat-tempat yang dianggap mulia.

Kaum Sufi sangat fanatik dengan perkataan syaiknya (gurunya), walaupun terkadang ucapan itu tidak sesuai dengan sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Firman Allah, artinya:

"Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah." (QS. 49:1)

Kaum sufi banyak menggunakan Thalasim (rajah), huruf-huruf, dan angka-angka dalam memilih (baca: meramal), juga ada yang menggunakan jimat dan pengasihan. Ini termasuk perbuatan Arraf (tukang ramal) yang berbuat kesyirikan.

Kaum sufi senang membikin-bikin shalawat yang isinya terkadang mengandung kemusyrikan dan jarang menggunakan shalawat yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Sumber: Ash-sufiyah fil Mizanil Kitab was Sunnah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu (Dept. Ilmiah)




" Pada hari itu (hari qiamat) manusia diberitahu akan segala yang telah dikerjakannya dan yang telah ditinggalkan. Bahkan manusia itu, anggotanya menjadi saksi terhadap dirinya sendiri, walaupun dia berperi-peri memberikan alasan untuk membela diri "




Sekian. Wassalam.
Reply

Use magic Report

sauber This user has been deleted
Post time 28-7-2005 12:12 PM | Show all posts
Kesimpulannya? Sufism SESAT? Begitu maksud saudara?
Reply

Use magic Report

Post time 28-7-2005 01:02 PM | Show all posts
ermmm...dah biasa dah mawar dgn artikel berunsurkan fahaman wahabi nih. Dan mawar pernah berapa kali dah baca rasanya.

Keseluruahan artikel dah mencerminkan jalur pemikiran si penulis yg mmgnya berfikiran spt org yg menentang tasauf. Walaupun sesetgh dakwaan di atas spt mencederakan diri itu tidak benar sama sekali di amalkan oleh golongan sufi...tetapi artikel ini cukup licik kerana berjaya mencampuradukkan hal2 yg benar2 batil dgn yg benar2 haq.

Sekaligus artikel ini main 'pukul rata' bahwa golongan sufisme merupakan golongan yg sesat. Padahal deretan himpunan2 dakwaan di atas sebenarnya sudah acap kali diperjelaskan satu-persatu oleh golongan yg memahami tasauf kerana tasauf itu sebahagian dari ajaran Islam.

Ayat2 al Quran yg digunakan oleh si penulis hanya merupakan escapism dlm membenar dan menguatkan kan dakwaan2nya. Padahal pegangan org2 yg memahami tasauf juga bersandarkan ayat2 Quran. Bukannya main tangkap muat spt si penulis artikel ini dgn tujuan utk 'menembak' golongan org2 yg mempertahankan tasauf.

Kalau wujudnya istilah tasauf atau golongan sufi pada zaman terkemudian, itu hanya istilah yg diberi sahaja dan bukannya kerana tasauf itu tidak ada dalam Islam.

Cuma tasauf itu diperinci dan dipermudahkan oleh imam2 muktabar utk kefahaman umat sesuatu zaman. Tetapi tetap tidak lari dari ajaran Islam. Contohnya ajaran tasauf oleh Imam Ghazali ra.
Reply

Use magic Report

sauber This user has been deleted
Post time 28-7-2005 01:59 PM | Show all posts
Originally posted by Mawar Merah at 28-7-2005 01:02 PM:
ermmm...dah biasa dah mawar dgn artikel berunsurkan fahaman wahabi nih. Dan mawar pernah berapa kali dah baca rasanya.

Keseluruahan artikel dah mencerminkan jalur pemikiran si penulis yg mmgnya  ...


Ohhh.... macam ni ker fahaman wahabi? Adakah mereka menafikan semua unsur tasawuf dalam Islam? Kat sini takder sesapa ker pengikut Wahabi? atau yang simpati pun jadi lar? Nak tahu juga asas perbezaan mereka dengan fahaman yang lain....
Reply

Use magic Report

Post time 28-7-2005 03:36 PM | Show all posts
Bbila saya baca petikan artikel tu saya faham ada perbezaan antara tasauf dlm Islam dgn Sufi sebagai suatu aliran pemikiran yg dipanggil Sufisme.

Tasauf adalah salah satu ilmu dlm Islam, bersama ilmu Aqidah dan Fekah. Apabila kita kata Islam, maknanya ia merangkumi 3 perkara tu. Tasauf adalah ilmu yg membicarakan ttg hati dan perangai, mcm mana nak membersihkan hati dan diri dari sifat2 mazmumah kemudian digantikan dgn sifat2 mahmudah.

Sufisme pula suatu aliran pemikiran. Di dalamnya ada perkara2 yg jauh dari Qur'an dan Sunnah. Contohnya aliran Wahdatulwujud. Tiada satupun riwayat yg mengatakan bahawa ia ada disebut di zaman Nabi, para sahabat dan Tabi'in. Tak ada riwayat bahawa mereka pernah sebut atau menulis benda2 yg diucapkan oleh mereka dari aliran Wahdatulwujud.

Apabila kita mengatakan aliran pemikiran, maka di dalamnya ada banyak benda yg perlu dinilai semula adakah ia bertepatan dgn Qur'an dan Sunnah atau sebaliknya.

Sekadar pendapat saya.
Reply

Use magic Report

Follow Us
Gapodio This user has been deleted
Post time 28-7-2005 03:50 PM | Show all posts
Tiap kali masuk board religion nie .... rasa semacam jeee ..... masing2 nak menegakkan yang masing2 ikut dan menidakkan yang lain. Kenapa jadi macam nie kat umat Islam. Kenapa kita masih tak boleh berbahas secara ilmiah dan terbuka?.

Kalau ada source dan naz yang betul ... kita berharap betul lah tu walaupun tak pernah kita amalkan dalam mazhab/aliran kita, tak perlulah nak katakan depa tu salah. Dan kalau ada nas yang mengatakan apa yang kita selalu buat tu tak betul dan kita tak dapat mencari naz yang sahih .... sepatutnya kita terimalah secara terbuka dan tinggalkan apa2 yang tak jelas asal nas nya. Kalau masing2 ada Nas masing2 ... up to individual lah nak ikut yang mana ... as long tak ikut membabi buta.
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 28-7-2005 07:06 PM | Show all posts
Originally posted by Gapodio at 28-7-2005 03:50 PM:
Tiap kali masuk board religion nie .... rasa semacam jeee ..... masing2 nak menegakkan yang masing2 ikut dan menidakkan yang lain. Kenapa jadi macam nie kat umat Islam. Kenapa kita masih tak boleh  ...


Sememangnya kita perlu memperkatakan suatu KEBENARAN dengan TEGAS dan YAKIN dengan apa yang kita sedang pertahankan. Masing-masing memiliki hak tersebut. Kalau kita tidak bertindak tegas, lama kelamaan keyakinan kita itu akan menjadi lemah dan mungkin pula akan mudah dipengaruhi orang/fahaman lain.
"Janganlah merasa lemah dan jangan duka cita, kamu lebih tinggi jika kamu beriman (QS: Ali Imran 139)"
cuma kita janganlah menghina seseorang itu hanya kerana fahamannya yang salah, tetapi perlu menyedarkan dia moga2 dia kembali ke jalan yang benar..


Originally posted by sauber
Kesimpulannya? Sufism SESAT? Begitu maksud saudara?


Aku tidak bermaksud hendak membuat kesimpulan sendiri. Harap saudara dapat tunggu kerana tulisan aku masih panjang lagi. Aku harap saudara dapat membaca sampai kepenghabisan.. Nanti kalau dah habis, kita sama2 fikirkan kebenarannya....

mungkin posting aku agak lambat kerana kesempitan masa, tetapi harap kalian dapat bersabar...


Wassalam.
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 28-7-2005 07:27 PM | Show all posts
Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin
dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati
bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Filsafat yang
menjadi dasar pendekatan diri itu adalah, pertama, Tuhan
bersifat rohani, maka bagian yang dapat mendekatkan diri
dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah
Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatiNya
adalah roh yang suci. Tasawuf adalah ilmu yang membahas
masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui
pensucian rohnya.

ASAL KATA SUFI

Tidak menghairankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan
dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci.
Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata:

1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang
disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan
diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama
salat dan puasa.

2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris
pertama dalam salat di mesjid. Saf pertama ditempati oleh
orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca
ayat-ayat al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat
datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha
membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.

3. Ahli al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama
Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di
Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin,
tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan
memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah,
sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia
dan tidak mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum
sufi.

4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam)
yang berarti hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat.
Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos
telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan
ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang
terdapat dalam kata tasawuf.

5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang
ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah
yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang
ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini
melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan
dari dunia.

Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang
banyak diterima sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah
orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari
dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani.

Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim
al-Kufi di Irak (w.150 H).


ASAL-USUL TASAWUF

Kerana tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam
mempunyai hubungan dengan agama Kristian, filsafat Yunani dan
agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran
tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.


Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari
rahib-rahib Kristian yang mengasingkan diri untuk beribadat
dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia.
Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di
padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi
tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari
lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir.
Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong.
Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk
sementara, berhati baik, pemurah dan suka menolong.

Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran
mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, roh manusia adalah
suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia
materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh
yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu
tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu
ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada
fllsafat serta ilmu pengetahuan dan melakukan beberapa
pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Roh yang masuk ke
dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam rohani yang
suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang
terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu
dengan Tuhan Yang Maha Suci, roh yang telah kotor itu
dibersihkan dulu melalui ibadat yang banyak.

Masih dari filsafat Yunani, pengaruh itu dikaitkan dengan
filsafat emanasi Plotinus. Roh memancar dari diri Tuhan dan
akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia
berpendapat bahwa roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga
kotor, dan tak dapat kembali ke Tuhan. Selama masih kotor,
ia akan tetap tinggal di bumi berusaha membersihkan diri
melalui reinkarnasi. Kalau sudah bersih, ia dapat
mendekatkan diri dengan Tuhan sampai ke tingkat bersatu
dengan Dia di bumi ini.

Faham pensucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam
ajaran tasawuf. Faham itu memang bertentangan dengan ajaran
al-Qur'an
bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak akan kembali
ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh
pergi ke alam barzah menunggu datangnya hari perhitungan.
Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh dengan Tuhan di
dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.

Dari agama Buddha, pengaruhnya dikatakan dari konsep
Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia,
memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran
menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat
dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan
datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman melalui
kontemplasi dan menjauhi dunia materi.
Dalam tasawuf
terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia
dengan roh Tuhan.
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 28-7-2005 07:28 PM | Show all posts
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani
dan agama Kristian datang lama sebelum Islam. Bahwa yang
kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu
adalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini
memerlukan bukti-bukti historis. Dalam kaitan ini timbul
pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak
ada, tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam diri Islam
sendiri?


Hakekat tasawuf kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan
manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur'an dan
Hadits. Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, "Jika
hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan
mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil."

Kaum sufi mengartikan do'a disini bukan berdo'a, tetapi
berseru, agar Tuhan mengabulkan seruannya untuk melihat
Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ia
berseru agar Tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya
kepada yang berseru. Tentang dekatnya Tuhan, digambarkan
oleh ayat berikut, "Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka
kemana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan" (QS.
al-Baqarah 115). Ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja
Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu pergi
jauh, untuk menjumpainya.

Ayat berikut menggambarkan lebih lanjut betapa dekatnya
Tuhan dengan manusia, "Telah Kami ciptakan manusia dan Kami
tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih
dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada di
lehernya (QS. Qaf 16). Ayat ini menggambarkan Tuhan berada
bukan diluar diri manusia, tetapi di dalam diri manusia
sendiri. Karena itu hadis mengatakan, "Siapa yang mengetahui
dirinya mengetahui Tuhannya."

Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu pergi jauh; cukup ia
masuk kedalam dirinya dan Tuhan yang dicarinya akan ia
jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat
berikut dipahami kaum sufi, "Bukanlah kamu yang membunuh
mereka, tapi Allah-lah yang membunuh dan bukanlah engkau
yang melontarkan ketika engkau lontarkan (pasir) tapi
Allah-lah yang melontarkannya (QS. al-Anfal 17).

Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan.
Perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan.
Bahwa Tuhan dekat
bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain
sebagaimana dijelaskan hadis berikut, "Pada mulanya Aku
adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal.
Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku-pun
dikenal."

Disini terdapat faham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan
bukan manusia saja yang bersatu dengan Tuhan. Kalau
ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan manusia
dengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat
al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.

Demikianlah ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits Nabi
menggambarkan betapa dekatnya Tuhan kepada manusia dan juga
kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidak
memerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat
merasakan kedekatan Tuhan itu. Dengan khusuk dan banyak
beribadat ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat
Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan
rohnya dengan roh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.

JALAN PENDEKATAN DIRI KEPADA TUHAN

Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat
melihat Tuhan dengan mata hati dan akhirnya bersatu dengan
Tuhan demikian panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun orang
harus menempuh jalan yang sulit itu. Karena itu hanya
sedikit sekali orang yang bisa sampai puncak tujuan tasawuf.
Jalan itu disebut tariqah (bahasa Arab), dan dari sinilah
berasal kata tarekat dalam bahasa Indonesia.

Jalan itu, yang intinya adalah pensucian diri, dibagi kaum
sufi ke dalam perhentian-perhentian yang dalam bahasa Arab disebut
maqamat (makam) -tempat seorang calon sufi menunggu sambil berusaha
keras untuk membersihkan diri agar dapat melanjutkan
perjalanan ke perhentian berikutnya. Sebagaimana telah di sebut
diatas pensucian diri diusahakan melalui ibadat, terutama
puasa, shalat, membaca al-Qur'an dan dzikir. Maka, seorang
calon sufi banyak melaksanakan ibadat. Tujuan semua ibadat
dalam Islam ialah mendekatkan diri itu, terjadilah pensucian
diri calon sufi secara berangsur.

Jelas kiranya bahwa usaha penyucian diri, langkah pertama
yang harus dilakukan seseorang adalah taubat dari
dosa-dosanya. Kerana itu, perhentian pertama dalam tasawuf
adalah taubat. Pada mulanya seorang calon sufi wajib taubat
dari dosa-dosa besar yang dilakukannya Kalau ia telah
berhasil dalam hal ini, ia akan taubat dari dosa-dosa kecil,
kemudian dari perbuatan makruh dan selanjutnya dari
perbuatan syubhat. Taubat yang dimaksud adalah taubah nasuha,
yaitu taubat yang membuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya
yang lampau dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi walau
sekecil apapun. Jelaslah bahwa usaha ini memakan waktu
panjang.




bersambung.....
Reply

Use magic Report

sauber This user has been deleted
Post time 29-7-2005 08:24 AM | Show all posts
thread ini elok masuk dalam thread mazhab. Orang awam melilau baca.....
Reply

Use magic Report

Post time 29-7-2005 08:32 AM | Show all posts
Originally posted by sauber at 2005-7-29 08:24 AM:
thread ini elok masuk dalam thread mazhab. Orang awam melilau baca.....


Ini bukan persoalan mazhab ttp perkara asas dlm tasauf...cuma org yg tak biasa didedahkan ilmu spt ini rasa tasauf itu mcm satu aliran atau mazhab.

Lebih2 lagi org yg hanya tahu guna akal semata2 dgn menolak tasauf dgn mempertikaikan bahwa...tasauf ini adakah dlm Islam?

Ilmu tasauf sudah ditolak oleh sesetgh ulama2 sendiri sbb itu masyarakat memandang janggal ilmu ini dan mudah menganggapnya sesuatu yg terpisah dgn ajaran agama Islam.
Reply

Use magic Report

Post time 29-7-2005 08:46 AM | Show all posts
Originally posted by saifulms at 28-7-2005 07:06 PM:


Sememangnya kita perlu memperkatakan suatu KEBENARAN dengan TEGAS dan YAKIN dengan apa yang kita sedang pertahankan. Masing-masing memiliki hak tersebut. Kalau kita tidak bertindak tegas, lama  ...


Nanti kalau dah habis, kita sama2 fikirkan kebenarannya



bahaya tu saiful..fikir-fikirkan kebenarannya......memang lah kena guna fikiran utk memikir..tapi bila masuk bab ilmu-ilmu sama ada BENAR atau TIDAK ini terutama ilmu berkaitan dgn KETAUHIDAN tak boleh setakat guna AKAL sahaja ....kena disuluh dengan ilmu HATI bersandarkan WAHYU....dan kena dipastikan ILMU yg diterima itu TEPAT, SAHIH dan dari SUMBER yg boleh dipercayai...

Barulah boleh difikir-fikirkan KEBENARANnyer....
Reply

Use magic Report

Post time 29-7-2005 08:50 AM | Show all posts


Bersihkanlah jiwa kerana ia adalah wadah

Tempat Allah mengisi iman dan keyakinan

Bersihkanlah jiwa ia ibarat cermin

Jangan sampai ia kotor dan kabur

Jika ia kotor atau kabur tidak nampak lagi kebenaran

Bersihkanlah jiwa, ia laksana radar menangkap apa sahaja

Apabila jiwa kotor macam radar yang telah rosak

Ia tidak dapat lagi mengesan apa-apa

Ertinya jiwa tidak akan boleh menerima pengajaran

Bersihkanlah jiwa ia ibarat kamera

Boleh menggambar apa sahaja secara tepat

Jika jiwa kotor, ibarat kamera yang tidak berfungsi

Tidak dapat menggambarkan secara tepat kebenaran agama

Apa yang ditangkapnya tidak jelas

Ia jadi ragu-ragu dan mengelirukan


-------------------------
Ashaari Muhammad
Reply

Use magic Report

Post time 29-7-2005 08:55 AM | Show all posts
Originally posted by saifulms at 2005-7-28 07:27 PM:

Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin
dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati
bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan.
Filsafat yang
menjadi dasar pendekatan diri itu adalah, pertama, Tuhan
bersifat rohani, maka bagian yang dapat mendekatkan diri
dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah
Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatiNya
adalah roh yang suci. Tasawuf adalah ilmu yang membahas
masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui
pensucian rohnya.


Benar sekali kerana itulah jika hendak khusyuk dlm solat kita mesti melihat-Nya dgn mata hati. Hanya dgn belajar ilmu tasauf iaitu ilmu mengenal hati saja manusia mampu khusyuk.

Sebab itulah mawar tertanya2 juga, macam mana agaknya org yg menolak tasauf dan hanya berajakan akal semata2 boleh menempuh jalan2 utk khusyuk. Apa kaedah yg dipakai kerana akal ini biar di usahakan utk khusyuk dgn menghayati bacaan sekalipun tak akan dapat betul2 'menghayati/merasa' makna lafaz solat sbb dah dijadikan Tuhan akal tidak mampu utk itu. Khusyuk menggunakan akal hanya sekadar muqadimmah dlm jalan2 utk khusyuk ttp utk betul2 menuju maqam khusyuk dlm solat, tugas tersebut diteruskan oleh hati.

Cuma manusia yg menolak atau tidak belajar tasauf ini saja yg tersilap merasakan penumpuan akal itulah khusyuk.

Orang2 yg selama ini hanya khusyuk pada akal sebenarnya telah tertipu merasakan itulah khusyuk dlm solat padahal mrk belum pun sampai tahap khusyuk pun.

Di harap kita semua belajar2lah utk 'absorb' ilmu yg dipaparkan oleh saifulms ini. Jangan rasa ianya tinggi atau sampai melilau nak baca. Sebenarnya ini cuma asas atau sekadar penerangan apa itu tasauf sahaja belum lagi pengamalannya. Kalau rasa tinggi pun mungkin dari sudut bahasa yg digunakan kerana penerangan saifulms ini mawar dapati lebih kepada cuba menterjemahkan bahasa hati org sufi jadi kita yg baca guna bahasa akal ini (golongan awam) mungkin akan rasa melilau sikit tapi don't worry, lama2 boleh faham.

Bab nak amal dan betul2 faham ilmu tasauf, memerlukan guru atau tepatnya seorang murysid.
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 29-7-2005 11:48 AM | Show all posts
Originally posted by sauber at 29-7-2005 08:24 AM:
thread ini elok masuk dalam thread mazhab. Orang awam melilau baca.....


Sabar ya sauber. kalau kau selalu baca posting aku, kau tentu tahu aku ni mazhab apa. tetapi aku tak suka pun berbicara tentang mazhab ni... Sufisme bukan suatu mazhab tetapi ada dalam setiap mazhab bukan tu saja, malahan terdapat juga dalam semua agama.... tak percaya, bacalah dengan berhati2 apa yang telah dan akan aku tuliskan ni....

tak tau le aku kalau dalam fahaman GAH tak de benda ni..

tentang orang awam yang kau katakan melilau baca tu, aku rasa aku dah tuliskan dan akan tuliskan secara detail selok beluk ajaran sufi ni.. dan aku menganjurkan agar mereka yang berkenaan sila merujuk pada ulama yang ada atau boleh tanya kat ustaz nahzaluz...


Wassalam.



Wassalam..
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 29-7-2005 12:07 PM | Show all posts
Originally posted by serihartatie at 29-7-2005 08:46 AM:
bahaya tu saiful..fikir-fikirkan kebenarannya......memang lah kena guna fikiran utk memikir..tapi bila masuk bab ilmu-ilmu sama ada BENAR atau TIDAK ini terutama ilmu berkaitan d ...


he.. he.. tunggu dulu sdr/i seri.. belum habis lagi..

dan kepada sdr/i mawar, tulisan aku ni belum sampai kepada kesimpulannya.. benar ke, atau sesat ker?




Wassalam.
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 29-7-2005 12:22 PM | Show all posts
Aku sambung lagi ya.....


Untuk memantapkan taubatnya ia pindah ke perhentian kedua, yaitu
zuhud. Di perhentian ini ia menjauhkan diri dari dunia materi
dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil
untuk beribadat, puasa, shalat, membaca al-Qur'an dan
dzikir. Puasanya yang banyak membuat hawa nafsunya lemah,
dan membuat ia tahan lapar dan dahaga. Ia makan dan minum
hanya untuk mempertahankan kelanjutan hidup. Ia sedikit
tidur dan banyak beribadat. Pakaiannyapun sederhana. Ia
menjadi orang zahid dari dunia, orang yang tidak dapat lagi
digoda oleh kesenangan dunia dan kelazatan harta benda. Yang
dicarinya ialah kebahagiaan rohani, dan itu diperolehnya
dalam berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur'an dan
berdzikir.

Kalau kesenangan dunia dan kelazatan harta benda (materi) tak dapat
menggodanya lagi, ia keluar dari pengasingannya masuk
kembali ke dunianya semula. Ia terus banyak berpuasa,
melakukan shalat, membaca al-Qur'an dan berdzikir. Ia juga
akan selalu naik haji. Sampailah ia ke perhentian wara'. Di
perhentian ini ia dijauhkan Tuhan dari perbuatan-perbuatan
syubhat. Dalam pengertian tasawuf disebut bahwa al-Muhasibi
menolak makanan, karena di dalamnya terdapat syubhat. Basyr
al-Hafi tidak dapat menghulurkan tangan ke arah makanan yang
berisi syubhat.

Dari perhentian (tingkatan) wara', ia pindah ke perhentian faqr. Di perhentian
ini ia menjalani hidup kefakiran. Keperluan hidupnya hanya
sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat
menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya. Bahkan ia tidak
meminta sungguhpun ia tidak memiliki. Ia tidak meminta tapi
tidak menolak pemberian Tuhan.

Setelah menjalani hidup kefakiran ia sampai ke perhentian
sabar. Ia sabar bukan hanya dalam menjalankan
perintah-perintah Tuhan yang berat dan menjauhi
larangan-larangan Tuhan yang penuh godaan, tetapi juga sabar
dalam menerima percubaan-percubaan berat yang ditimpakan
Tuhan kepadanya. Ia bukan hanya tidak meminta pertolongan
dari Tuhan, bahkan ia tidak menunggu-nunggu datangnya
pertolongan. Ia sabar menderita.

Selanjutnya ia pindah ke perhentian tawakkal. Ia menyerahkan
diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Ia tidak
memikirkan hari esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari
ini. Bahkan, sungguhpun tak ada padanya, ia selamanya merasa
tenteram. Sekalipun ada padanya, ia tidak mau makan, karena
ada orang yang lebih berhajat pada makanan dari padanya. Ia
bersikap seperti telah mati.

Dari perhentian tawakkal, ia meningkat ke perhentian redho. Dari
perhentian ini ia tidak menentang percubaan dari Tuhan bahkan
ia menerima dengan senang hati. Ia tidak minta masuk surga
dan dijauhkan dari neraka. Di dalam hatinya tidak ada
perasaan benci, yang ada hanyalah perasaan senang. Ketika
malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya
bergelora rasa cinta kepada Tuhan. Di sini ia telah dekat
sekali dengan Tuhan dan iapun sampai ke ambang pintu melihat
Tuhan dengan hati nurani untuk selanjutnya bersatu dengan
Tuhan.

Kerana perhentian perhentian tersebut di atas baru merupakan
tempat pensucian diri bagi orang yang memasuki jalan
tasawuf, ia sebenarnya belumlah menjadi sufi, tapi baru
menjadi zahid atau calon sufi. Ia menjadi sufi setelah
sampai ke perhentian berikutnya dan memperoleh
pengalaman-pengalaman tasawuf.


PENGALAMAN SUFI



Di masa awal perjalanannya, calon sufi dalam hubungannya
dengan Tuhan dipengaruhi rasa takut atas dosa-dosa yang
dilakukannya. Rasa takut itu kemudian berubah menjadi rasa
waswas apakah taubatnya diterima Tuhan sehingga ia dapat
meneruskan perjalanannya mendekati Tuhan. Lambat laun ia
rasakan bahwa Tuhan bukanlah zat yang suka murka, tapi zat
yang sayang dan kasih kepada hamba-Nya. Rasa takut hilang
dan timbullah sebagai gantinya rasa cinta kepada Tuhan. Pada
perhentian redho, rasa cinta kepada Tuhan bergelora dalam
hatinya. Maka ia pun sampai ke perhentian mahabbah, cinta
Ilahi. Sufi memberikan arti mahabbah sebagai berikut,
pertama, memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap
melawan kepada-Nya. Kedua, Menyerahkan seluruh diri kepada
Yang Dikasihi. Ketiga, Mengosongkan hati dari
segala-galanya, kecuali dari Diri Yang Dikasihi.

Mencintai Tuhan tidaklah dilarang dalam Islam, bahkan dalam
al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang menggambarkan cinta Tuhan
kepada hamba dan cinta hamba kepada Tuhan. Ayat 54 dari
surat al-Maidah, "Allah akan mendatangkan suatu umat yang
dicintai-Nya dan orang yang mencintai-Nya." Selanjutnya ayat
30 dari surat 'Ali Imran menyebutkan, "Katakanlah, jika kamu
cinta kepada Tuhan, maka turutlah Aku, dan Allah akan
mencintai kamu."

Hadits juga menggambarkan cinta itu, seperti yang berikut,
"Senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku melalui
ibadat sehingga Aku cinta kepadanya. Orang yang Ku-cintai,
Aku menjadi pendengaran, penglihatan dan tangannya."
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 29-7-2005 12:31 PM | Show all posts
Sufi yang masyhur dalam sejarah tasawuf dengan pengalaman
cinta adalah seorang wanita bernama Rabi'ah al-'Adawiah
(713-801 M) di Basrah. Cintanya yang dalam kepada Tuhan
memalingkannya dari segala yang lain dari Tuhan. Dalam
doanya, ia tidak meminta dijauhkan dari neraka dan pula
tidak meminta dimasukkan ke surga. Yang ia pinta adalah
dekat kepada Tuhan. Ia mengatakan, "Aku mengabdi kepada
Tuhan bukan karena takut kepada neraka, bukan pula karena
ingin masuk surga, tetapi aku mengabdi karena cintaku
kepada-Nya."
Ia bermunajat, "Tuhanku, jika kupuja Engkau
karena takut kepada neraka, bakarlah mataku karena Engkau,
janganlah sembunyikan keindahan-Mu yang kekal itu dari
pandanganku."


Sewaktu malam telah sunyi ia berkata, "Tuhanku, bintang di
langit telah gemerlapan, mata-mata telah bertiduran,
pintu-pintu istana telah dikunci, tiap pecinta telah
berduaan dengan yang dicintainya, dan inilah aku berada di
hadirat-Mu." Ketika fajar menyingsing ia dengan rasa cemas
mengucapkan, "Tuhanku, malam telah berlalu dan siang segera
akan menampakkan diri. Aku gelisah, apakah Engkau terima aku
sehingga aku bahagia, ataukah Engkau tolak sehingga aku
merasa sedih. Demi keMahakuasaan-Mu inilah yang akan
kulakukan selama Engkau beri hajat kepadaku. Sekiranya
Engkau usir aku dari depan pintuMu, aku tidak akan bergerak,
karena cintaku kepada-Mu telah memenuhi hatiku."


Pernah pula ia berkata, "Buah hatiku, hanya Engkaulah yang
kukasihi. Beri ampunlah pembuat dosa yang datang ke
hadiratMu, Engkau harapanku, kebahagiaan dari kesenanganku.
Hatiku telah enggan mencintai selain Engkau."
Begitu penuh
hatinya dengan rasa cinta kepada Tuhan, sehingga ketika
orang bertanya kepadanya, apakah ia benci kepada syaitan, ia
menjawab, "Cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang
kosong di dalam hatiku untuk benci syaitan."


Cinta tulus Rabi'ah al-'Adawiah kepada Tuhan, akhirnya
dibalas Tuhan, dan ini tertera dari syairnya yang berikut:


Kucintai Engkau dengan dua cinta,
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu,
Cinta karena diriku
Membuat aku lupa yang lain dan senantiasa menyebut nama-Mu,
Cinta kepada diri-Mu,
Membuat aku melihat Engkau karena Engkau bukakan hijab,
Tiada puji bagiku untuk ini dan itu,
Bagi-Mu-lah puji dan untuk itu semua.


Rabi'ah al-'Adawiah, telah sampai ke perhentian sesudah
mahabbah, yaitu ma'rifah. Ia telah melihat Tuhan dengan hati
nuraninya. Ia telah sampai ke perhentian yang menjadi idaman
kaum sufi. Dengan kata lain, Rabi'ah al-'Adawiah telah
benar-benar menjadi sufi.


Pengalaman ma'rifah, ditonjolkan oleh Zunnun al-Misri (w.860
M). Ma'rifah adalah anugerah Tuhan kepada sufi yang dengan
ikhlas dan sungguh-sungguh mencintai Tuhan. Karena cinta
ikhlas dan suci itulah Tuhan mengungkapkan tabir dari
pandangan sufi dan dengan terbukanya tabir itu sufi pun
dapat menerima cahaya yang dipancarkan Tuhan dan sufi pun
melihat keindahan-Nya yang abadi. Ketika Zunnun ditanya,
bagaimana ia memperoleh ma'rifah, ia menjawab,
"Aku melihat
dan mengetahui Tuhan dengan Tuhan dan sekiranya tidak karena
Tuhan aku tidak melihat dan tidak tahu Tuhan."


Yang dimaksud Zunnun ialah bahwa ia memperoleh ma'rifah
karena kemurahan hati Tuhan. Sekiranya Tuhan tidak
membukakan tabir dari mata hatinya, ia tidak akan dapat
melihat Tuhan. Sebagaimana disebut dalam istilah tasawuf,
sufi berusaha keras mendekatkan diri dari bawah dan Tuhan
menurunkan rahmat-Nya dari atas. Juga dikatakan bahwa
ma'rifah datang ketika cinta sufi dari bawah dibalas Tuhan
dari atas.

Dalam hubungan dengan Tuhan, sufi tidak mempergunakan akal
yang berpusat di kepala, tapi qalb atau kalbu (jantung) yang
berpusat di dada. Kalbu mempunyai tiga daya, pertama, daya
untuk-mengetahui sifat-sifat Tuhan yang disebut qalb. Kedua,
daya untuk mencintai Tuhan yang disebut ruh. Ketiga daya
untuk melihat Tuhan yang disebut sirr.

Sirr adalah daya terpeka dari kalbu dan daya ini keluar
setelah sufi berhasil mensucikan jiwanya sesuci-sucinya.
Dalam bahasa sufi, jiwa tak ubahnya sebagai kaca, yang kalau
senantiasa dibersihkan dan digosok akan mempunyai daya
tangkap yang besar. Demikian juga jiwa, makin lama ia
disucikan dengan ibadat yang banyak, makin suci ia dan makin
besar daya tangkapnya, sehingga akhirnya dapat menangkap
daya cemerlang yang dipancarkan Tuhan. Ketika itu sufi pun
bergemilang dalam cahaya Tuhan dan dapat melihat
rahsia rahsia Tuhan. Karena itu al-Ghazali mengartikan
ma'rifat, "Melihat rahsia-rahsia Tuhan dan mengetahui
peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada."

Kata ma'rifat memang mengandung arti pengetahuan. Maka,
ma'rifat dalam tasawuf berarti pengetahuan yang diperoleh
langsung dari Tuhan melalui kalbu. Pengetahuan ini disebut
ilmu ladunni. Ma'rifah berbeza dengan 'ilmu. 'Ilmu ini
diperoleh melalui akal. Dalam pendapat al-Ghazali,
pengetahuan yang diperoleh melalui kalbu, yaitu ma'rifah,
lebih benar dari pengetahuan yang diperoleh melalui akal,
yaitu 'ilmu.
Sebelum menempuh jalan tasawuf al-Ghazali
diserang penyakit syak. Tapi, menurut al-Ghazali, setelah
mencapai ma'rifah, keyakinannya untuk memperoleh kebenaran
ternyata melalui tasawuf, bukan filsafat.


Lebih jauh mengenai ma'rifah dalam istilah tasawuf
dijumpai ungkapan berikut, pertama, kalau mata yang terdapat
di dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan
tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah. Kedua,
ma'rifah adalah cermin. Kalau sufi melihat ke cermin itu
yang akan dilihatnya hanyalah Allah. Ketiga, yang dilihat
orang 'arif, baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun
hanyalah Allah. Keempat, sekiranya ma'rifah mengambil bentuk
materi (harta benda), cahaya yang disinarkannya gelap. Semua orang yang
memandangnya akan mati karena tak tahan melihat
kecemerlangan dan keindahannya.

Tetapi sufi yang dapat menangkap cahaya ma'rifah dengan mata
hatinya akan dipenuhi kalbunya dengan rasa cinta yang
mendalam kepada Tuhan. Tidak menghairankan kalau sufi merasa
tidak puas dengan perhentian ma'rifah saja. Ia ingin berada
lebih dekat lagi dengan Tuhan. Ia ingin mengalami persatuan
dengan Tuhan
, yang di dalam istilah tasawuf disebut ittihad.



sambung lagi ya...
Reply

Use magic Report

sauber This user has been deleted
Post time 29-7-2005 12:32 PM | Show all posts
Originally posted by saifulms at 29-7-2005 11:48 AM:


Sabar ya sauber. kalau kau selalu baca posting aku, kau tentu tahu aku ni mazhab apa. tetapi aku tak suka pun berbicara tentang mazhab ni... Sufisme bukan suatu mazhab tetapi ada dalam setiap m ...


Saudara pun ada mazhab jugak......Sekali pandang, kepelbagaian mazhab ni mencerminkan kepelbagaian ilmu dalam Islam. Tentang GAH, setakat pemerhatian saya, ayat-ayat yang berkaitan tasauf masih menjadi misteri atau dlm X-Files lagi. Namun mereka juga melihat sufism daripada sumber non-muslim dan kajian saintifik  lantaran menolak kitab hadis aswj&syiah.

Macam menarik jer cerita sufism nih, sat nak ambik 'popcorn', ok teruskan....
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CARI Infonet

7-5-2024 06:34 PM GMT+8 , Processed in 0.074541 second(s), 49 queries .

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list