CARI Infonet

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

View: 5100|Reply: 1

SAJAK-SAJAK SAPARDI DJOKO DARMONO

[Copy link]
Post time 10-6-2007 02:50 PM | Show all posts |Read mode
Kolam di Pekarangan

/1/

Daun yang membusuk di dasar kolam itu masih juga tengadah ke ranting pohon jeruk yang dulu melahirkannya. Ia ingin sekali bisa merindukannya. Tak akan dilupakannya hari itu menjelang subuh hujan terbawa angin memutarnya pelahan, melepasnya dari ranting yang dibebani begitu banyak daun yang terus-menerus berusaha untuk tidak bergoyang. Ia tak sempat lagi menyaksikan matahari yang senantiasa hilang-tampak di sela-sela rimbunan yang kalau siang diharapkan lumut yang membungkus batu-batu dan menempel di dinding kolam itu. Ada sesuatu yang dirasakannya hilang di hari pertama ia terbaring di kolam itu, ada lembab angin yang tidak akan bisa dirasakannya lagi di dalam kepungan air yang berjanji akan membusukkannya segera setelah zat yang dikandungnya meresap ke pori-porinya. Ada gigil matahari yang tidak akan bisa dihayatinya lagi yang berkas-berkas sinarnya suka menyentuh-nyentuhkan hangatnya pada ranting yang hanya berbisik jika angin lewat tanpa mengatakan apa-apa. Zat itu bukan angin. Zat itu bukan cahaya matahari. Zat itu menyebabkannya menyerah saja pada air yang tak pernah bisa berhenti bergerak karena ikan-ikan yang di kolam itu diperingatkan entah oleh Siapa dulu ketika waktu masih sangat purba untuk tidak pernah tidur. Ia pun bergoyang ke sana ke mari di atas hamparan batu kerikil yang mengalasi kolam itu. Tak pernah terbayangkan olehnya bertanya kepada batu kerikil mengapa kamu selalu memejamkan mata. Ia berharap bisa mengenal satu demi satu kerikil itu sebelum sepenuhnya membusuk dan menjadi satu dengan air seperti daun-daun lain yang lebih dahulu jatuh ke kolam itu. Ia tidak suka membayangkan daun lain yang kebetulan jatuh di kaki pohon itu, membusuk dan menjadi pupuk, kalau kebetulan luput dari sapu si tukang kebun.

*
Ia ingin sekali bisa merindukan ranting pohon jeruk itu.
*

Ingin sekali bisa merindukan dirinya sebagai kuncup.


/2/

Ikan tidak pernah merasa terganggu setiap kali ada daun jatuh ke kolam, ia memahami bahwa air kolam tidak berhak mengeluh tentang apa saja yang jatuh di dalamnya. Air kolam, dunianya itu. Ia merasa bahagia ada sebatang pohon jeruk yang tumbuh di pinggir kolam itu yang rimbunannya selalu ditafsirkannya sebagai anugerah karena melindunginya dari matahari yang wataknya sulit ditebak. Ia senang bisa bergerak mengelilingi kolam itu sambil sesekali menyambar lumut yang terjurai kalau beberapa hari lamanya si empunya rumah lupa menebarkan makanan. Mungkin karena tidak bisa berbuat lain, mungkin karena tidak akan pernah bisa memahami betapa menggetarkannya melawan arus sungai atau terjun dari ketinggian, mungkin karena tidak pernah merasakan godaan umpan yang dikaitkan di ujung pancing. Ia tahu ada daun jatuh, ia tahu daun itu akan membusuk dan bersenyawa dengan dunia yang membebaskannya bergerak ke sana ke mari, ia tahu bahwa daun itu tidak akan bisa bergerak kecuali kalau air digoyang-goyangnya. Tidak pernah dikatakannya Jangan ikut bergerak tinggal saja di pojok kolam itu sampai zat entah apa itu membusukkanmu. Ikan tidak pernah percaya bahwa kolam itu dibuat khusus untuk dirinya oleh sebab itu apa pun bisa saja berada di situ dan bergoyang-goyang seirama dengan gerak air yang disibakkannya yang tak pernah peduli ia meluncur ke mana pun. Air tidak punya pintu.

*
Kadangkala ia merasa telah melewati pintu demi pintu.
*

Merasa lega telah meninggalkan suatu tempat dan tidak hanya tetap berada di situ.

/3/

Air kolam adalah jendela yang suka menengadah menunggu kalau-kalau matahari berkelebat lewat di sela rimbunan dan dengan cerdik menembusnya karena lumut merindukannya. Air tanpa lumut? Air, matahari, lumut. Ia tahu bahwa dirinya mengandung zat yang membusukkan daun dan menumbuhkan lumut, ia juga tahu bahwa langit tempat matahari berputar itu berada jauh di luar luar luar sana, ia bahkan tahu bahwa dongeng tentang daun, ikan, dan lumut yang pernah berziarah ke jauh sana itu tak lain siratan dari rasa gamang dan kawatir akan kesia-siaan tempat yang dihuninya. Langit tak pernah firdaus baginya. Dulu langit suka bercermin padanya tetapi sekarang terhalang rimbunan pohon jeruk di pinggirnya yang semakin rapat daunnya karena matahari dan hujan tak putus-putus bergantian menyayanginya. Ia harus merawat daun yang karena tak kuat lagi bertahan lepas dari tangkainya hari itu sebelum subuh tiba. Ia harus merawatnya sampai benar-benar busuk, terurai, dan tak bisa lagi dikenali terpisah darinya. Ia pun harus habis-habisan menyayangi ikan itu agar bisa terus-menerus meluncur dan menggoyangnya. Air baru sebenar-benar air kalau ada yang terasa meluncur, kalau ada yang menggoyangnya, kalau ada yang berterima kasih karena bisa bernapas di dalamnya. Ia sama sekali tak suka bertanya siapa gerangan yang telah mempertemukan kalian di sini. Ia tak peduli lagi apakah berasal dari awan di langit yang kadang tampak bagai burung kadang bagai gugus kapas kadang bagai langit-langit kelam kelabu. Tak peduli lagi apakah berasal dari sumber jauh dalam tanah yang dulu pernah dibayangkannya kadang bagai silangan garis-garis lurus, kadang bagai kelokan tak beraturan, kadang bagai labirin.

*
Ia kini dunia.
*

Tanpa ibarat.


Sonet, 1

: Andy, Pengamen

"Aku menyanyi untukmu," katamu. Aku diam,
mendengarkan gerimis yang berderai lalu
bagai benang terurai dari langit yang dalam.
Adakah kausaksikan aku mendengarkanmu?
Aku diam, mendengar dan tidak mendengar
suaramu. "Biar aku menyanyi, hanya untukmu,"
katamu. Aku diam, mungkin gerimis bergetar
bagai tirai warna-warni, hanya untukku.

Apakah kau yakin aku bisa menyaksikan
mahasunyi yang meniti butir-butir gerimis,

apakah yang kauinginkan dariku yang bertahan
agar tak ada sebutir pun dari mata menitis?

"Aku menyanyi untukmu, selalu," katamu.
Gila, kautusukkan juga senyap senar itu!

Sonet, 2

Aku tak lain sebutir telur
kubayangkan tergolek di sarang itu
ketika siang sudah luhur --
"Dan tak juga menetas," katamu.

Aku tak lain seonggok sarang
kubayangkan terbaring di awan biru
ketika hari menjelang petang --
"Dan tak ada burung hinggap," katamu.

Aku tak lain seekor burung
kubayangkan lepas dari ketinggian itu
ketika malam menjelma senandung --
"Menidurkanmu dalam telur," katamu.

"Kau akan mendengar dendang hening
merawatmu, tak lekang mendenting."

Sonet, 3

"Jangan lupa kirim pesan kalau kau tiba
dengan selamat di bandara," katamu.
Kudengar getar dari kota nun di sana,
terpisah oleh jalan-jalan berdebu
dan langit yang bagai rasa cemas.

Kata melenting di dinding-dinding
kabin, tak berhak lepas
dari kaca jendela yang tak lagi bening.

Awan yang di bawah bergumpal melata
tampaknya tak siap lagi menjadi lambang
cinta kita, "Apakah ia akan tetap ada
sehabis hujan?" Pesawat mendadak goyang

ketika kubayangkan matamu mendesah,
"Jangan lupa, di sini ada yang gelisah."

Sonet, 4

Hidup terasa benar-benar tak mau redup
ketika sudah kaudengar pesan:
suatu hari semua bunyi rapat tertutup.
"Penyanyi itu tuli," katamu pelan.

Tapi bukankah masih ada langit
yang tak pernah tertutup pelupuknya,
yang menerima segala yang terbersit
bahkan dari mulut si tuli dan si buta?

"Penyanyi itu buta?" tanyamu gemetar;
kita pun diam-diam mendengarkannya,

Cinta terasa baru benar-benar membakar
ketika pesan kaudengar: padamkan nyalanya!

Kita pun menyanyi selepas-lepasnya,
sepasang kekasih yang tuli dan buta.
-------
Sapardi Djoko Damono lahir di Solo, Jawa Tengah, 20 Maret 1940. Kumpulan sajaknya antara lain Hujan Bulan Juni (1994) dan Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro? (2002). Sebagai pensiunan, ia masih mengajar dan membimbing di Pascasarjana UI, UGM, dan Undip.



[ Last edited by  jf_pratama at 10-6-2007 02:53 PM ]

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 28-6-2007 11:11 AM | Show all posts
Very Interesting
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CARI Infonet

25-4-2024 04:00 AM GMT+8 , Processed in 0.054216 second(s), 29 queries .

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list