Edited by FOTHER-MUCKER at 28-9-2025 12:32 PM
Akan Kembali Dideportasi, Nur Amira Terancam Dipenjara di Malaysia.

Nur Amira (37), orangtua tunggal di Payakumbuh yang bolak-balik dideportasi Indonesia dan Malaysia, tak lagi punya dokumen kewarganegaraan Malaysia.
PADANG, KOMPAS — Rencana Imigrasi Agam untuk kembali mendeportasi Nur Amira (37) ke Malaysia menuai kekhawatiran. Ibu single parent itu terancam bakal kembali mendekam di penjara Malaysia.
Sebab, ia tak lagi memiliki dokumen kewarganegaraan Malaysia.
Fadhilla Putri (38), atasan tempat Nur Amira bekerja, mengatakan, karyawannya itu sudah bolak-balik dideportasi Indonesia dan Malaysia.
Saat dideportasi dari Indonesia ke Malaysia, paspor masa kecil Nur Amira telah ditahan oleh petugas imigrasi bandara di Malaysia.
Akta kelahiran dari rumah sakit di Malaysia juga ditahan polisi saat terjaring razia pendatang gelap di negeri jiran. Dengan demikian, tak ada lagi dokumen dari Malaysia yang tersisa pada Nur Amira.
”Putrinya berpesan, kalau ibunya tetap dideportasi, berilah surat resmi dari Konsulat Malaysia yang dikoordinasikan oleh imigrasi bahwa Nur Amira memang diakui di sana. Mestinya ada kemudahan dari imigrasi,” kata Fadhilla, Minggu (28/9/2025).
Saat ini, Fadhilla harus merawat putri Nur Amira, Zahira (15), selama ibunya mendekam dalam sel. Fadhilla berdomisili di Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota.
Ia berpendapat, tidak semestinya kedua negara saling lempar. Sebelum mendeportasi Nur Amira, Kantor Imigrasi Agam mestinya berkoordinasi dengan Kedutaan Malaysia.
Mereka perlu memastikan bahwa di Malaysia, Nur Amira tidak akan balik dideportasi. Petugas di Indonesia perlu pastikan ada surat yang dapat dijadikan pegangan Nur Amira untuk mengurus kembali dokumen-dokumennya sebagai warga negara Malaysia.
Baca JugaKisah Nur Amira, Ibu Tunggal yang Kewarganegaraannya Ditolak Indonesia dan Malaysia
Tanpa itu, bolak-balik deportasi akan terus berulang. Adapun Nur Amira sudah hampir 30 tahun menetap di Indonesia.
Ia dideportasi ke Malaysia pada 2024. Di negeri jiran, ia pun tak diakui sebagai warga negara Malaysia sehingga dideportasi ke Indonesia. Kini, Indonesia berencana mendeportasi kembali Nur Amira ke Malaysia.
”Jangan sekadar dideportasi, sementara orang jadi stateless. Yang ada nanti Nur Amira ditangkap kembali dan dipenjara seumur hidup. Lalu, bagaimana nasib anaknya di sini?” ujar Fadhilla.
Fadhilla menambahkan, kasus yang dialami Nur Amira telah dilaporkan pula ke DPR. Ia mendapat pemberitahuan bahwa Komisi XIII DPR akan mengadakan rapat dengar pendapat terkait kasus tersebut pada Senin (29/9/2025) besok. :quality(80)/https://cdn-dam.kompas.id/images/2025/09/26/2218117cc124ccac2342981d1831135d-IMG_20250926_WA0007_1_.jpg)
Akan dideportasi
Sebelumnya, Kantor Imigrasi Agam sedang dalam proses mendeportasi kembali Nur Amira ke Malaysia. Meski puluhan tahun menetap serta punya KTP dan KK Indonesia, Nur Amira dianggap masih berstatus sebagai warga negara Malaysia.
Sembari menunggu deportasi, Nur Amira menjalani detensi di Imigrasi Agam sejak Jumat (19/9/2025).
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Agam Budiman Hadiwasito, di Padang, Jumat (26/9/2025), mengatakan telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Pemulangan Nur Amira pun menunggu terbitnya dokumen ”perlakuan cemas” (emergency certificate) dari Konsulat Jenderal Malaysia di Medan.
”Kami menunggu terbitnya dokumen ’perlakuan cemas’ dari Malaysia. Begitu dokumennya keluar, beli tiket perjalanan, baru kami pulangkan.
Bisa lewat Padang, Pekanbaru, ataupun Dumai,” kata Budiman seusai memberikan klarifikasi ke Perwakilan Ombudsman RI Sumbar, Jumat sore.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Imigrasi Sumbar Nurudin menambahkan, setelah deportasi, imigrasi tetap akan memberi Nur Amira akses masuk ke Indonesia. Sebab, perempuan yang berperan sebagai orangtua tunggal itu punya anak di bawah umur di Indonesia, Zahira (15).
Baca JugaNur Amira Akan Kembali Dideportasi ke Malaysia
Nur Amira nantinya dapat menggunakan fasilitas bebas visa kunjungan yang berlaku 30 hari atau visa lainnya. ”Harapannya, ibu dapat bertemu kembali dengan anaknya. Permasalahan keimigrasian clear, anaknya dapat bertemu, dan tidak ada masalah lagi,” kata Nurudin.
Terkait kekhawatiran Nur Amira kembali dideportasi oleh Malaysia, Nurudin menyebut, sejatinya dokumen ”perlakuan cemas” merupakan bukti bahwa Nur Amira merupakan warga negara Malaysia.
Penerbitan ”perlakuan cemas” telah melewati proses penelusuran data identitas oleh Kedutaan Malaysia.
”Tidak mungkin perlakuan cemas diberikan kepada orang tidak berhak,” katanya. [img=828,675]https://assetd.kompas.id/6vA8MKyc__feFSLzSopeuYBcqgU=/fit-in/1024x843/filters:format(webp):quality(80):watermark( ,-16p,-13p,0)/https://cdn-dam.kompas.id/images/2025/09/26/65fea7df3f5c714d548baac316e78f87-WhatsApp_Image_2025_09_26_at_20.38.07.jpeg[/img]
Kronologi
Dari proses klarifikasi di Ombudsman Sumbar, Nur Amira disebut bernama asli Noor Amira binti Ramli dan murni warga negara asing (WNA). Nur Amira lahir di Melaka, Malaysia, 28 September 1988.
Ibu kandungnya bernama Nuraini, warga negara Singapura. Adapun ayah kandungnya bernama Ramli, warga negara Malaysia.
Nuraini bercerai dengan Ramli saat Nur Amira dalam kandungan. Beberapa tahun selanjutnya, Nuraini menikah dengan pria warga negara Indonesia tahun 1995 di Malaysia.
Kemudian, ayah tiri memboyong Nur Amira dan ibunya ke Indonesia. Nur Amira yang waktu itu berusia sekitar 8 tahun masuk ke Indonesia secara resmi dengan paspor Malaysia.
Selama 28-29 tahun, Nur Amira tumbuh dan besar di Indonesia. Bahkan, ia mendapatkan KTP dan KK Indonesia serta menikah secara resmi dengan pria Indonesia di Sumbar dan melahirkan Zahira.
Keberadaan Nur Amira sebagai warga negara asing (WNA) baru terdeteksi petugas imigrasi pada 2024.
Kantor Imigrasi Agam mendapat pengaduan tertulis dari warga soal keberadaan Nur Amira sebagai WNA. Dari penelusuran kasus Nur Amira, petugas mendapati pula bahwa Nuraini juga WNA.
Sebagai tindak lanjut, Kantor Imigrasi Agam pun mendeportasi Nur Amira ke Malaysia pada Oktober 2024. Sebelumnya, imigrasi juga mendeportasi Nuraini, ibu Nur Amira, ke negara asalnya, Singapura. ”Kami urus pemulangan keduanya secara paralel,” kata Budiman.
Fadhilla menyebut, kasus Nur Amira diusut Imigrasi Agam karena dilaporkan oleh mantan bos Nur Amira beberapa waktu setelah memutuskan keluar dari perusahaan swata di Kabupaten Agam itu.
Paspor masa kecil yang sudah tidak berlaku dan akta kelahiran dari rumah sakit di Malaysia jadi bukti. :quality(80)/https://cdn-dam.kompas.id/images/2025/09/26/e5c34564b6ce12a8bad1b4c5ea474b9c-WhatsApp_Image_2025_09_26_at_14.34.34.jpeg)
Tidak diakui Malaysia
Sesampainya di Malaysia pada Oktober lalu, status Nur Amira sebagai warga negara Malaysia justru tidak diakui.
Fadhilla menyebut, ketika tiba di negeri jiran, imigrasi bandara menahan paspor masa kecil Nur Amira.
Selanjutnya, Nur Amira berupaya segera mengurus dokumen di Jabatan Pendaftaran Negara (JPN), apalagi putrinya menunggu di Indonesia.
Ia kemudian berupaya menghubungi pihak keluarga di Malaysia untuk tes DNA demi memperkuat bukti kepemilikan akta kelahiran Malaysia itu Akan tetapi, tiga-empat bulan berlalu, hasil tes DNA tak kunjung keluar.
Sebab, petugas JPN menyebut, data Noor Amira binti Ramli sesuai akta kelahiran yang ia miliki terdeteksi sebagai warga Malaysia lainnya.
Ia pun dicurigai mengaku-aku sebagai orang Malaysia. Sembari menunggu proses pengurusan data kependudukannya yang rumit, Nur Amira terjaring razia pendatang gelap oleh polisi Malaysia saat bepergian dengan temannya.
Ia menunjukkan akta kelahiran dan menjelaskan bahwa ia baru saja dideportasi oleh Indonesia.
Sayangnya, polisi menganggap akta lahir itu sudah tidak berlaku di Malaysia karena hanya dari rumah sakit dan tidak terhubung dengan JPN.
Nur Amira pun diserahkan ke pihak Imigrasi Malaysia. Meski menjelaskan ia warga Malaysia yang baru dideportasi, petugas tidak menemukan data pada sistem bahwa Nur Amira dideportasi Indonesia.
Petugas imigrasi yang tidak percaya dengan keterangan Nur Amira memeriksa ponselnya dan menemukan foto KTP Indonesia. Dalam situasi terdesak, ia terpaksa mengakui bahwa KTP itu miliknya.
Petugas mengecek data KTP itu ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) serta menemukan bahwa KTP tersebut valid dan aktif.
Jadi, dia bukan berbohong di awal mengaku sebagai orang Indonesia sebagaimana dikatakan pihak Imigrasi (Agam). Tapi, ada kronologinya kenapa dia sampai mengakui KTP itu miliknya,” ujar Fadhilla.
Setelah dua bulan ditahan di Penjara Kajang, Malaysia, Nur Amira dideportasi dari Malaysia menggunakan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) dari KJRI Johor Bahru, Malaysia. Ia pun tiba di Indonesia pada Maret 2025.
Lima bulan di Indonesia, keberadaan Nur Amira terdeteksi oleh Imigrasi Agam. SPLP-nya ditahan oleh petugas imigrasi. Beberapa waktu berselang, KJRI Johor Bahru mencabut SPLP Nur Amira. Ia pun kemudian ditahan untuk dideportasi kembali.
Zahira dalam surat yang ia tulis untuk Kepala Kantor Imigrasi Agam tanggal 24 September 2025 dan ditembuskan ke Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan dan Ombudsman Sumbar memohon agar imigrasi tak kembali mendeportasi ibunya ke Malaysia.
Zahira mengaku tak punya siapa-siapa. Ayahnya meninggalkannya sejak dia baru lahir. Hidupnya pun bergantung kepada sang ibu yang bekerja sebagai karyawan swasta.
Kalau ibu saya dideportasi lagi saya akan telantar dan masa depan saya akan hancur serta ibu saya akan kehilangan pekerjaan.
Saya memohon hati nurani Bapak, untuk memberikan izin tinggal untuk ibu saya di Indonesia ini, karena ibu saya bukan seorang kriminal,” tulisnya.
|