Syiah dan Sunni Irak Bersatu Perangi ISIS
Baghdad - Serangan dan pengambilalihan sejumlah kota oleh kelompok militan Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) di Irak membuat para pemimpin di negeri tersebut mengambil tindakan tegas. Pemimpin Syiah dan Sunni menyerukan persatuan untuk memerangi pemberontak tersebut.
Seperti Liputan6.com kutip dari Reuters, Rabu (18/6/2014), Perdana Menteri (PM) Irak Nuri al-Maliki yang mewakili Syiah dan pemimpin Sunni Usama al-Nujaifi menyatakan bersatu dan bekerja sama untuk membasmi pemberontak ISIS. Langkah itu diambil lantaran aksi ISIS sudah masuk kategorisi kejahatan tingkat berat. Kelompok militan tersebut memborbardir beberapa kota dan membantai para tentara Irak. Amerika Serikat pun turun tangan. Selain itu, persatuan Syiah dan Sunni tersebut terjalin atas seruan 'sesepuh' mereka, yakni Maliki Ibrahim al-Jafaari yang meminta untuk membela, melindungi kedaulatan serta martabat negara. Maliki merupakan seorang syiah yang pernah menjabat Perdana Menteri Irak dalam Pemerintahan Transisional Irak pada 2005. Ia juga sebelumnya pernah menjabat Wakil Presiden di bawah Pemerintahan Sementara Irak pada 2004. Nuri al-Maliki dari Syiah dan Usama al-Nujaifi dari Sunni juga menyerukan kepada semua warga Irak untuk menghindari provokasi kelompok tertentu yang mengacaukan negara dan melarang aktor non-pemerintah membawa senjata. Akibat aksi brutal ISIS, banyak warga Irak yang mengungsi ke wilayah lain, atau bahkan ke negara tetangga. Setidaknya 300 ribu warga Irak mengungsi dari kota terbesar kedua, Mosil, sepanjang pekan lalu. Mereka pada umumnya mencari perlindungan ke wilayah otonom Kurdistan. Selain itu, sekitar 500 ribu warga Irak lain juga telah mengungsi sejak pertempuran sektarian melanda provinsi Anbar di bagian barat Irak pada Januari 2014 lalu. Kepala badan PBB untuk pengungsi (UNHCR) Antonio Guterres memperingatkan adanya risiko eksodus pengungsi Irak dalam jumlah yang lebih besar besar akibat pertumpahan darah di negara tersebut. "Saat ini kami menghadapi situasi yang sangat serius karena terdapat pengungsi internal dalam jumlah yang besar. Potensi terjadinya eksodus itu tergantung pada penanganan krisis yang saat ini berlangsung," ujar Guterres. "Apabila penanganan konflik itu semakin memperparah keadaan, maka saya yakin akan ada arus pengungsi dalam jumlah yang besar." Utusan PBB untuk Irak, Nikolay Mladenov mengatakan, sekitar 800 orang terbunuh dalam aksi kekerasan di sepanjang Irak pada Mei lalu. Jumlah kematian fantastis ini merupakan yang tertinggi pada 2014. "Saya sangat menyayangkan tingginya level kekerasan dan aksi teroris yang terus mengguncang negara ini," ujar Nikolay, 1 Juni. (Ein)
|
The former employee at US National Security Agency (NSA), Edward Snowden, has revealed that the British and American intelligence and the Mossad worked together to create the Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Snowden said intelligence services of three countries created a terrorist organisation that is able to attract all extremists of the world to one place, using a strategy called “the hornet’s nest”.
NSA documents refer to recent implementation of the hornet’s nest to protect the Zionist entity by creating religious and Islamic slogans.
According to documents released by Snowden, “The only solution for the protection of the Jewish state “is to create an enemy near its borders”.
Leaks revealed that ISIS leader and cleric Abu Bakr Al Baghdadi took intensive military training for a whole year in the hands of Mossad, besides courses in theology and the art of speech.
http://www.globalresearch.ca/isis-leader-abu-bakr-al-baghdadi-trained-by-israeli-mossad-nsa-documents-reveal/5391593
ADVERTISEMENT