|
Puisi/Syair Sufisme; Sejauhmana Kesejajaran Doktrin Kerohanian - Dan Hukumnya(?)
[Copy link]
|
|
bintang posted on 29-10-2012 03:15 PM 
Tentu sekali bintang hadam... kaum Thamud dan unta Nabi Saleh as dibunuh, serta teriakan jibril
Bila yg ingkar melanggar segala yg diketahuinya.
Umpama kisah Yahudi membidas nabi s.a.w.
mengatakan mereka akan tunduk sekiranya Mikail yg bawa wahyu?
(Rujuk 2:97-98)
Persoalan saya, mengapa sayap² Jibril?
|
|
|
|
|
|
|
|
Dzulqarnain posted on 29-10-2012 03:44 PM 
Bila yg ingkar melanggar segala yg diketahuinya.
Umpama kisah Yahudi membidas nabi s.a.w.
mengat ... Persoalan saya, mengapa sayap2 Jibril?
Abang Uteh, pasal judul cerpen bintang ker |
|
|
|
|
|
|
|
@Bintang
Ye le. Judul dan cerpennye skali - musykil je
p/s: X perlu ber'bang2 Uteh' kot.
Dh mule rasa termuda kt cni.  |
|
|
|
|
|
|
|
Dzulqarnain posted on 29-10-2012 11:36 PM 
@Bintang
Ye le. Judul dan cerpennye skali - musykil je
Ye le. Judul dan cerpennye skali - musykil je
Heheee... judulnya Sayap Jibril cuma metafora dan gimik judul sebuah cerita. Kisah ini berlaku di Bangladesh. Kemiskinan mendominasi hampir semua wilayah. Orang kaya kian kaya kerana memperjudi nasib si miskin dan si miskin kian miskin kerana merasa Tuhan tidak kasih dan jemu berdoa; bak kata saidina Ali ra, kemiskinan lebih mendekatkan kepada kekufuran.
p/s: X perlu ber'bang2 Uteh' kot.
Dh mule rasa termuda kt cni.
Bintang nak panggil bang Uteh gak biar muda sepuluh tahun
|
|
|
|
|
|
|
|
bintang posted on 30-10-2012 12:15 AM 
Heheee... judulnya Sayap Jibril cuma metafora dan gimik judul sebuah cerita. Kisah ini berla ...
Tp knp Jibril? - Musykil lg.
Kisah ini berlaku di Bangladesh. Kemiskinan mendominasi hampir semua wilayah. Bkn ke yg mendominasi di sana,
juga di sini tu ketidakadilan dek ke'jahil'an?
Kebergantungan kpd si kaya x selari dgn 2:273
bak kata saidina Ali ra, kemiskinan lebih mendekatkan kepada kekufuran Benarnya kata Ali r.a. tu bila jahil akan 'Matahari'Nya (91:8)
Syaitan kn? Yg dipersetan ke hutan sbg Pagan kn?
Bagaimana plk dgn kata Ali r.a. akan jaraknya langit dan bumi?
- Jahil x kedua² beranak tu?
p/s: Takut rakan sebaya plk atau lg mude, kn kak Long? 
|
|
|
|
|
|
|
|
Menikus politikus ketaunan (sedekad lalu) dlm:
NOSTALGIA DI HUJUNG SENJA
Kutatap, kujabat, kudakap erat
Tubuh-tubuh berbalut kulit mengeriput
Memutih dari rambut ke janggut
Dapat kurasakan hangatnya setiakawan
Tiga dekad sepakat setekad
Bersama terhumban di padang karang
Tersadai diamuk badai
Ku tatap wajah-wajah teman lama
Ketika mata pudar berkisar mengitar dari meja ke meja
Terasa ada yang tiada
Kutanyakan khabar rakan-rakan seangkatan yang tak kelihatan
Si Suto dan Si Noyo, Si Awang dan Si Ujang
Si Dali dan Si Mamat
Katanya
Si Suto hilang tak tahu rimbanya
Si Noyo ghaib entah di mana nisannya
Si Awang sibuk mendulang wang
Mahu jadi jutawan gedongan
Pemilik dagangan bergudang-gudang
Si Mamat tak sempat
Terlalu penat kerja kuat, mahu jadi Yang Berhormat
Sudah empat kali lompat
Belum juga dapat Mana
Si Ujang
Yang dulu memencak-mencak membela keadilan?
Katanya: Si Ujang tak dapat datang
Kini dia berada di seberang
Jalan-jalan cari makan
Bagaimana dengan Si Embong?
Katanya, dia masih berkabung
Menangisi isterinya, Dewi Demokrati
Yang baru mati
Dibelasah hantu pangkah
Apa khabar Si Fatah?
Alhamdulillah, dia tidak berubah
Masih betah berusrah
Pejam dalam al-Fatihah
Celik kembali dengan wa’l-‘asri Mana
Si Dali
Orang kuat yang dulu mendapat pingat
Wira Sakti, Panglima Besi
Katanya, Si Dali uzur lagi
Kencing manis, darah tinggi
Saban minggu ke KBMC
Mana Si Wira?
Aku rindu bicaranya yang selalu menggetar jiwa
Katanya: setelah bersengketa dengan Mamak Bendahara
Si Wira pergi bertapa
di Gua Panjaraga
berguru di Hulu Sungai Bambu
Nanti Wira kan kembali
Dan pasti lebih sakti lagi …..
II
Detik-detik nostalgik
Memecah tawa-tangis printis
Yang lama membeku terbuku
Dalam kelu lidah sejarah
Kutatap wajah-wajah layu
Teman-teman lamaku: mahaguru dan KSU
Pembesar bergelar, figure tersohor
Ingin rasanya aku bertanya
Masihkah kau ingat asal-usulmu?
Anak kampung paling hulu
Merangkak ke gedung ilmu bernama M.U
Diiringi doa orang tua yang bangga
Dibebani harapan warga desa yang sengsara
Mahasiswa pemimpin hari muka
Cendekia dalam pustaka pujangga
Dewasa dalam gelora demo di jalan raya
Akdemia, semangat agama merbah anak desa
Menjadi “ elemen yang sedar dari masyarakat”
Jurubicara umat, penyuara aspirasi rakyat
Kau bangkit bersama mahasiswa menggugat
Pengkhianat dan penjilat
Masih terasa perihnya prasangka, pedihnya telinga
Dituduh penderhaka
Anak muda tak kenang jasa
Mempersenda “Bapak Merdeka”
Peduli apa kata derhaka yang sudah lama hilang bisa
Sejak ternodanya makna
Menjadi senjata penguasa menindas jelata
Membangkang bukan menanggang
Mendebat bukan menjebat Ingin rasanya kupinjam suara raksasa
Mendeklarasi derhaka versi kita
Derhaka kita jihad mulia
Dari setia menjadi hamba, biar derhaka demi merdeka
Dari setia seperti Haman, biar derhaka sebagai Musa
Kutatap wajah-wajah istiqamah
Tak tergoyah dek duit berkampit
Tak patah dek kenyit dan gamit si genit
Meski di sini banyak dera dan deritanya
Kita tetap setia
Warga bertaqwa bahagia di bumi derita
Tetapi mewah dengan barakah, meriah dengan ukhuwwah
Dari pita nostalgia memori pagi
Kini kita tiba di senja penuh hiba
Ketika ufuk senja memerah
Tanda mendekatnya saat berpisah
Aku resah dalam gelabah muhasabah
Setitik jasa, selaut dosa
Seakan kulihat malaikat mencatat
Kalimat-kalimat sinis menghiris
Dasar si dungu tak tahu malu
Modal amal sekepal, mengharap untung segunung
Usia senja, menjadi pesara
Bukan masa lega merdeka
Puas melepas, menghempas tugas yang digalas
Ia adalah masa cedera yang cemas
Sisa-sisa nafas di simpangan arah
Husnu’l-khatimah-su’u ‘l-khatimah
Hari kita semakin senja
Segudang agenda tak terlaksana
Mengharap pewaris setia
Penerus cita-cita, penebus kecewa
Tapi, di mana mereka?
Ya Tuhan,
Dengarkan pinta hamba di hujung senja
Seperti dulu Kau perkenan do’a Zakariya
Pengabdi tua meminta putera
Lalu Kau kurniakan Yahya
Sayyida, hasura, nabiyya Ya Tuhan,
Berkenan kiranya mencurah kurnia
Seribu Yahya, sepetah Harun, segagah Musa
Menyanggah bedebah media pendusta
Mendaulat agama, memperkasa bangsa
- Siddiq Fadzil
|
|
|
|
|
|
|
|
Dzulqarnain posted on 30-10-2012 03:01 AM 
Tp knp Jibril? - Musykil lg.
Bkn ke yg mendominasi di sana, p/s: Takut rakan sebaya plk atau lg mude, kn kak Long? .... Kak long non @bintang
|
This post contains more resources
You have to Login for download or view attachment(s). No Account? Register
x
|
|
|
|
|
|
|
Nazrulism posted on 30-10-2012 02:37 PM 
.... Kak long non @bintang
No comment...
|
|
|
|
|
|
|
|
Dzulqarnain posted on 30-10-2012 03:31 AM 
Menikus politikus ketaunan (sedekad lalu) dlm:
- Siddiq Fadzil
Puisi dan sarkastik 
|
|
|
|
|
|
|
|
bintang posted on 30-10-2012 05:52 PM 
Abang Uteh @Dzulqarnain tolonnngggg
.... Ini ada satu Puisi Ibn 'Arabi (tanpa apa-apa komen )
حمدنى وأحمـــده R ويعبـدنى وأعبـده
ففى حال أقربـــه R وفى الآعيان أجحده
فيعرفنى وأنكـــره R وأعرفـه فـأشهده
فأنى بالغنى وأنـــا R أساعده فأسعـده
لذلك الحق أوجدني R فأعلمه فأوجــده
بذا جاء الحديث لنا R وحقق فى مقصـده
“Maka Ia memujiku aku memuji-Nya, dan Ia menyembahku akupun menyembah-Nya
Dalam hal (lahir) aku mengakui-nya, dan dalam hal lain (hakiki) aku menolaknya
Maka Ia mengenalku aku tak mengenal-Nya, lalu aku mengenal-Nya akupun menyaksikannya
Maka bagaimana mungkin Ia bisa cukup, padahal aku menolong dan membahagiakan-Nya
Untuk itulah al-Haqq mewujudkan aku, maka akupun mengetahui dan mewujudkan-Nya
Demikianlah, sebuah perisiwa datang pada kita dan di dalam diriku terealisasi tujuan-Nya”
|
|
|
|
|
|
|
|
bintang posted on 30-10-2012 06:41 PM 
Mau diapresiasi tak, bang Ngah
Asyik puisi ini, bintang suka ...
Boleh saja..... jika rajin ! 
|
|
|
|
|
|
|
|
Nazrulism posted on 30-10-2012 06:26 PM 
.... Ini ada satu Puisi Ibn 'Arabi (tanpa apa-apa komen )
حمدن ...
Oklah kita sambung bang Ngah
Inilah di antara syair Ibn árabi yang sering menjadi kontroversi;
“Aduhai, betapa Dia (Tuhan) melihatku (sebagai pendosa)
dan aku tidak melihat-Nya,(sebagai Yang Maha Pemarah)
Betapa sering aku melihat-Nya (sebagai Yang Maha Pemurah)
tapi Dia tidak melihatku.(sebagai hamba yang taat)
Maka Ia (Tuhan) memujiku (membimbingku) dan aku memuji-Nya
Dan Ia menyembahku (melayaniku) dan aku pun menyembah-Nya.(mengabdi)
Dan dalam keadaan entitas batin (hakiki) aku mendekati-Nya
Dan dalam segala realitas (keberadaan)
aku bersunggu-sungguh pada-Nya.(menuju kepada-Nya)
Maka Ia pun mengenalku (menguasai),, sementara aku mengingkari (menentang)-Nya
Lalu aku pun mengenali-Nya, maka aku pun menyaksikan-Nya (lewat mata hati)
Maka mana mungkin Ia tiada membutu*kanku,(untuk dikenali)
Sementara aku menolong-Nya (mengenali-Nya) dan membahagiakan-Nya?”
Antara syairnya yang terangkum di dalam kitab Tarjuman al-Asywaq (tafsir kerinduan) dan diapresiasi sendiri oleh Ibn árabi.
Dalam Tarjuman al-Asywaq - Fath Dzakha’ir wa al-Aghlaq (Membuka Misteri-Misteri dan Rahsia) Ibn árabi menulis sendiri syarahnya (baca apresiasi) di mana diungkapan kerinduan, diekspresikannya pada susuk wanita dalam menterjemahkah kerinduan , cinta, penuh ngairah dan erotis. Pembaca umum cuma mampu memahami secara literal, verbal dan tekstual, picisan, malah terlihat gersang.. hmmm.... Padahal yang dimaksudkan Ibn ‘Arabi bukanlah kenyataan cinta/rindu dan ghairah yang exoteric tapi esoteric.
Begitulah jika sepintas lalu setiap larik di atas jelas terlihat kesesatan penyair seolah menyamakan Tuhan dengan manusia. Saling memerlukan. Tak hairan dia begitu cepat dituduh sesat, zindiq, fasiq dan sewaktu dengannya. Di sinilah kita melihat kebenaran firman-Nya;
“Tanyalah kepada yang berilmu dan mengetahui apabila kamu tidak mengetahui” [MQ:An-Nahl:43]
Ramai orang ingin bercakap sesuatu yang dia tidak berkemahiran, lalu berlakulah kegelinciran kata dalam memaknai.
Seperti bintang tegaskan pada perbincangan di sebelum ini membaca puisi/syair yang bermetafora dan simbolik tidak sama sekali boleh dibaca literal. Kerana puisi ada licentia poetica atau dengan kata lain penyimpangan bahasa. Jika puisi ditulis dengan kejelasan tanpa perlu dimaknai maka itu bukan puisi. Itu cuma sebuah bicara yang disusun berskruktur puisi.
Abang Ngah, lihat puisi kecil di signature bintang, cuba abang Ngah apresiasikannya mengikut alur sendiri
senja ini ada darah mengalir
dari pinggir kota kita
|
|
|
|
|
|
|
| |
|